Pekanbaru

Siswa SMP di Pekanbaru Jadi Korban Bully, Kak Seto: Kami Sesalkan Pembiaran Pihak Sekolah

Pria yang akrab disapa Kak Seto ini tiba di kediaman korban di daerah Kelurahan Bambu Kuning, Kecamatan Tenayan Raya Pekanbaru

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Ariestia
Tribun Pekanbaru/Rizky Armanda
Kak Seto saat berbincang langsung dengan MFA, siswa SMPN 38 Pekanbaru yang jadi korban bully dan penganiayaan teman sekelas, Selasa (12/11/2019). 

Siswa SMP di Pekanbaru Jadi Korban Bully, Kak Seto: Kami Sesalkan Pembiaran Pihak Sekolah

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, mengunjungi rumah korban penganiayaan, siswa kelas VIII SMPN 38 Pekanbaru berinisial MFA (14), Selasa (12/11/2019).

Pria yang akrab disapa Kak Seto ini tiba di kediaman korban di daerah Kelurahan Bambu Kuning, Kecamatan Tenayan Raya, sekitar pukul 17.55 WIB sore.

Dia turut didampingi oleh Ketua LPA Provinsi Riau, Ester Yuliani serta Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri, dan beberapa orang lainnya.

Siswa SMP di Riau Dibully dan Dianiaya di Kelas, 3 Hari Dirawat di Rumah Sakit dan Jalani Operasi

 BREAKING NEWS: Kak Seto Tiba di Pekanbaru Sore Ini, Rencana Kunjungi Siswa SMP Korban Bully

Kedatangan Kak Seto dan rombongan disambut langsung oleh orangtua korban serta beberapa orang kerabat.

Saat masuk ke dalam rumah, Kak Seto langsung menghampiri MFA yang tengah duduk di atas kasur.

Setelah menyapa dan menanyakan kondisi korban, Kak Seto lalu mencoba mencari tahu bagaimana cerita yang sebenarnya, tentang penganiayaan yang diterima korban.

Kak Seto pun sempat beberapa kali berdecak keheranan, mendengar apa yang dialami korban.

Dimana yang paling parah, kepala korban dipegang, lalu dibenturkan ke lutut salah seorang pelaku penganiayaan, yang tak lain adalah teman sekelasnya.

Akibatnya, tulang hidung korban sampai patah.

"Waktu itu tidak berdarah, cuma terasa sakit. Awalnya bercanda-canda," kata korban kepada Kak Seto.

"Memang waktu itu tidak berdarah, cuma hidungnya mblesek (masuk ke dalam) tulangnya. Katanya pendarahan di dalam," ungkap Ayah korban menimpali.

Bahkan pengakuan korban, aksi kekerasan serta bullying sudah kerap dia terima. Tepatnya sejak awal dia duduk dibangku kelas VIII SMP tersebut, sekitar 5 sampai 6 bulan lalu.

Belum lagi, pihak sekolah seperti terkesan abai untuk melindungi anak didiknya. Sampai akhirnya terjadi tindakan bullying hingga berujung penganiayaan.

Lala, selaku ibu korban memaparkan, dia mengaku kecewa dengan pihak sekolah.

Karena setelah kasus ini viral, baru pihak sekolah menunjukkan itikad baik dan perhatiannya.

"Kalau seandainya ini tidak viral, mungkin mereka tidak ada itikad baiknya untuk melihat anak saya," kata Lala.

Parahnya lagi dipaparkan Lala, pihak sekolah juga seperti berupaya menyembunyikan kejahatan yang dialami anaknya.

"Dibilangnya anak itu (pelaku) anak yang keterbelakangan mental. Itu saya dengar dari berita-berita lain ya. Saya lihat komentar-komentar. Saya emosi sebenarnya," ungkapnya.

"Ya kenapa diterima kalau itu. Toh anak itu sudah pernah jadi ketua kelas. Saya kecewanya sih terjadi pembiaran terhadap anak saya," sambung dia lagi.

Sementara itu, Seto Mulyadi menuturkan, dirinya menyesalkan peristiwa seperti ini bisa terjadi.

"Yang kami sesalkan adalah sikap dari pihak sekolah. Pertama adanya pembiaran terjadinya bullying ini. Karena menurut korban bukan sekali, sudah berkali-kali," tuturnya.

Saat peristiwa nahas terjadi, di dalam kelas pun padahal ada guru yang sedang mengajar.

Namun nyatanya, sang guru tidak secara maksimal mengawasi prilaku anak ketika di dalam kelas.

"Ya itulah yang sangat kami sesalkan. Sebagai pendidik, bukan hanya mengajar. Tapi mendidik. Jadi harus memberi contoh keteladanan. Kalau ada kekerasan, segera bertindak cepat," lanjut Kak Seto.

Lebih jauh kata Kak Seto, pihak sekolah seolah-olah menutup-nutupi kejadian ini dan takut nama sekolah bisa tercemar.

"Ini mohon tidak dijadikan cara untuk menjaga nama baik sekolah, tetapi sebetulnya sudah melakukan berbagai pelanggaran perlindungan anak," urainya.

Saking terlalu seringnya dibully dan menerima tindak kekerasan, diungkapkan Kak Seto, korban MFA sampai mengeluh ingin pindah.

"Sudah merasa tidak nyaman. Berarti sekolah membiarkan adanya bullying," tegasnya.

Kedua dipaparkan Kak Seto, setelah peristiwa terjadi pun, sebelum jadi viral, pihak sekolah menurut keluarga korban juga masih tidak ada kepedulian.

"Jadi kami akan koordinasi dengan Dinas Pendidikan baik Kota pekanbaru maupun Provinsi Riau. Tentang seberapa jauh pengawasan terhadap sekolah ini dan sekolah lainnya," ulasnya.

Karena ditambahkan Kak Seto, amanat Undang-Undang Perlindungan Anak secara tegas menyatakan, setiap anak wajib dilindungi dari tindak kekerasan di lingkungan sekolah.

"Baik oleh pengelola sekolah, Kepala Sekolah, oleh guru, dan teman-temannya. Tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun juga melakukan bullying dan kekerasan seperti ini," pungkasnya.(Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved