Pegawai Positif Narkoba

Pegawai Pemprov Riau Ada yang Positif Narkoba, Pengamat: Perlu Perda Khusus

Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar telah mengumumkan bahwa 38 pegawai di lingkungan Pemprov Riau positif terindikasi menggunakan narkoba.

Penulis: Alex | Editor: Ariestia
Istimewa
Dosen Pasca Sarjana UIR, Pengamat Kebijakan Sosial dan Reformasi Birokrasi, Dr Ahmad Tarmizi Yusa MA 

Oleh Dosen Pasca Sarjana UIR, Pengamat Kebijakan Sosial dan Reformasi Birokrasi: Dr Ahmad Tarmizi Yusa MA

PEKANBARU - Gubernur Riau (Gubri) Syamsuar telah mengumumkan bahwa 38 pegawai di lingkungan Pemprov Riau positif terindikasi menggunakan narkoba.

Fakta ini berdasarkan hasil tes urin yang dilakukan pertengahan Desembar lalu terhadap ribuan pegawai Pemprov Riau.

Hasil tes urine yang dilakukan BNN Riau tersebut diumumkan langsung oleh Gubri saat apel pagi di halaman kantor Gubernur Riau, Senin (30/12/2019).

BREAKING NEWS: Terancam Diberhentikan, 38 Pegawai Pemprov Riau Positif Terindikasi Gunakan Narkoba

Dosen Pasca Sarjana UIR, Pengamat Kebijakan Sosial dan Reformasi Birokrasi, dr Ahmad Tarmizi Yusa MA memberikan pandangannya terkait masalah ini. Berikut pandangannya:

Narkoba sifatnya sangat individual. Artinya, ini persoalan personality Aparatur Sipil Negara (ASN).

Hanya saja, mereka sebagai abdi negara, akan memiliki efek lain ketika menggunakan narkoba dalam melaksanakan tugas-tugas mereka.

Pemerintah kedepan perlu menyiapkan ASN yang kebih berkarakter, namun sampai saat ini belum ada undang-undang khusus terkait etika ASN tersebut.

Untuk narkoba, sejauh ini, yang ada adalah Peraturan Pemerintah (PP) nomor 53 tahun 2010.

Di situ tidak ada dijelaskan bahwa pemerintah memberhentikan ASN yang terlibat narkoba.

Gubernur Riau Berencana Kurangi Tunjangan Pegawai, Akibat Banyaknya Pegawai Pemprov Positif Narkoba

Yang ada adalah dilakukan pembinaan, rehabilitasi dan lainnya.

Harusnya pemerintah daerah membuat turunan aturan tersebut, sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing.

Misalnya, kalau memang nantinya ASN masih terlibat narkoba setelah diberikan kesempatan akan diberhentikan, harus ada aturan dan landasan yang jelas yang mengatur itu.

Kalau terkait masalah ASN terlibat narkoba di daerah, masalah ini sifatnya masuk ke wilayah yang sangat umum. Paling ini nanti akan masuk ke masalah kedisiplinan, moral dan kinerja pegawai.

Kedepan, pemerintah harus memiliki kerangka dan konsep aturan yang bisa memproteksi pegawai, agar tidak menjamah narkoba.

Jika ada regulasi khusus yang mengatur, tentunya mereka akan lebih berhati-hati dalam bergaul dan berupaya menghindari.

Jika tak ada aturan sama sekali, mereka juga merasa tidak terlalu takut untuk mencoba dan menggunakan.

Apa yang dilakukan Pemprov Riau dalam memperbaiki kinerja melalui pengecekan urine ASN memang sudah bagus.

Tapi kita juga harus akui belum ada dilakukan riset dan pendalaman lebih jauh terkait penggunaan narkoba oleh ASN tersebut.

Selain dilakukan pembinaan oleh badan Kepegawaian Daerah (BKD), juga diperlukan penelitian tentang penggunaan narkoba dan efeknya terhadap kinerja pegawai, dengan melibatkan perguruan tinggi atau lembaga penelitian dan sejenisnya.

Kita kita lihat sejauh ini belum ada yang dilakukan oleh BKD terkait proteksi narkoba untuk ASN. Jangan-jangan BKD belum punya struktur khusus tentang narkoba ini. Saat ini BKD kecolongan, ketika pegawai dikontrol dan diawasi, ternyata ada 38 yang terlibat narkoba.

Ini merupakan kelemahan, pemerintah belum punya standar untuk mengepung masalah narkoba. BKD juga harus melakukan kerjasama dengan pihak lain, misalnya Satpol PP, dalam hal pencegahan tersebut.

Setidaknya Pergub yang harus ada. Kita lihat, apa ada produk DPRD kita yang mengatur hal itu. Ketika ditindak, mereka 38 ini kita belum tahu, mungkin ada yang pintar di antara mereka, kemudian mereka pertanyakan dasar penindakan yang dilakukan terhadap mereka.

Kedepan struktur pemerintah daerah harus lebih responsif dan adaptabel, dan bisa menyesuaikan diri. Sehingga tidak terlambat membaca situasi seperti ini.

Kalau ini misalnya ditangguhkan gubernur 1 tahun kedepan, artinya ini menjadi tangung jawab oleh Pemprov Riau, dalam melakukan pembinaan khusus. Akan dibuatlah tim khusus nanti untuk mengubah prilaku para ASN tersebut. Dan itu khusus untuk 1 tahun itu saja, belum lagi jika ada kasus yang sama setelah itu. Tentunya akan lebih efektif jika ada aturan khusus yang dibuat terkait narkoba tersebut.

Ketika hal ini terjadi, artinya ada fungsi-fungsi yang terabaikan. Jaringan narkoba sudah masuk ke tubuh pegawai, tapi menejemen kepegawaian kita terlambat membaca situasi itu.

Kalau soal jumlah tunjangan, itu tidak ada kaitan dengan prilaku pegawai. Apalagi kalau ada rencana pengurangan tunjangan ASN. Menurut saya, statemen itu kurang pantas. Ketika itu menjadi kesalahan oknum, jangan ikut salahkan ASN yang sudah sungguh-sungguh bekerja. Kasian pegawai yang baik terimbas oleh perilaku segelintir oknum.

Persoalan jangan digenerasilisasi, efeknya justru akan memperparah kinerja pegawai. Jangan orang yang baik dan banyak, terdampak karena pengambilan keputusan yang kurang bijaksana. Karenanya, pemimpin harus hati-hati mengambil keputusan.

Harus kita akui, apa yang dilakukan ASN itu merusak citra pemerintahan. Mereka sudah melakukan pelanggaran etika publik dan etika sosial dalam masyarakat.

Ini juga tidak ada kaitannya sistem rekrutmen CPNS di masa lalu, apakah dilakukan dengan kurang ketat, atau apalah istilahnya, karena narkoba ini siatnya pribadi, endonesme, foya-foya dan bersenang-senang.

Seketat apapun seleksi CPNS dilakukan seperti sekarang, akan kembali lagi ke personal mereka pribadi. Apalagi penggunaan narkoba ini tidak pandang bulu saat ini, mau orang pintar atau tidak, laki-laki, perempuan, remaja ataupun dewasa, tidak tertutup kemungkinan bisa terlibat narkoba. Kembali lagi kepada kesadaran masing-masing mereka. (Tribunpekanbaru.com/Alexander).

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved