Hukum Islam
Melihat Kemaluan Istri Saat Behubungan Badan, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Islam mengatur tentang tatacara berhubungan badan termasuk di dalamnya tentang melihat kemaluan istri saat berhubungan badan
Penulis: Hendri Gusmulyadi | Editor: Rinal Maradjo
TRIBUNPEKANBARU.COM - Hubungan badan antara suami istri adalah kelumrahan. Namun demikian, Islam mengatur tentang tatacara berhubungan badan termasuk di dalamnya tentang melihat kemaluan istri saat berhubungan badan.
Tentunya, melihat kemaluan istri saat berhubungan badan hal yang kerap dilakukan oleh suami. Dan secara manusiawi hal itu tentunya sangat lumrah sekali.
Lantas, bagaiman Hukum Islam mengatur tentang melihat kemaluan istri saat berhubungan badan.
Dalam perspektif Fiqh ( Hukum Islam ), hubungan suami istri dalam pernikahan adalah wanita diposisikan sebagai mahallu al-istimta’ (tempat bersenang-senang).
Mulai ujung rambut hingga ujung kaki halal (boleh) bagi suami untuk memenuhi kebutuhan biologisnya
dalam rangka menjaga keturunan dan beribadah mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW.
Sebagaimana Firman Allah SWT :
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوْا حَرْثَكُمْ أَنّى شِئْتُمْ
(..Isteri-isteri mu adalah seperti tanah tempat kamu bercocok-tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanam itu bagaimana saja kamu kehendaki…) [QS. Al-Baqarah: 223]
Lantas, apabila istri merupakan tempat untuk mengekspresikan kebahagiaan dan bersenang-senang, apakah kemudian boleh melihat kemaluan istri , dan begitu juga sebaliknya ?.
Dalam sebuah hadis dari ‘Aisyah, ia berkata,
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ بَيْنِي وَبَيْنَهُ وَاحِدٍ ، فَيُبَادِرُنِي حَتَّى أَقُولَ دَعْ لِي ، دَعْ لِي ، قَالَتْ: وَهُمَا جُنُبَانِ
“Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari satu bejana antara aku dan beliau. Kemudian beliau bergegas-gegas denganku
mengambil air, sampai aku mengatakan: tinggalkan air untukku, tinggalkan air untukku.”
Ia berkata, “Mereka berdua kala itu dalam keadaan junub.” (HR. Bukhari no. 261 dan Muslim no. 321).