Riau Siaga Darurat Virus Corona
Nasi Sagu Rempah dari Riau Dipercaya Bisa Menangkal Virus Corona, Hadir di Festival Sagu Nasional
Sagu sebagai salah satu alternatif makanan pokok selain nasi, ternyata bisa diolah menjadi berbagai jenis varian makanan yang nikmat dan juga sehat
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nolpitos Hendri
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Sagu sebagai salah satu alternatif makanan pokok selain nasi, ternyata bisa diolah menjadi berbagai jenis varian makanan yang nikmat dan juga sehat.
Misalnya saja nasi sagu rempah, yang diperkenalkan di kegiatan Festival Sagu Nasional di Desa Sungai Tohor, Kecamatan Tebing Tinggi Timur, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, Minggu (15/3/2020) kemarin.
Adalah Dr. Saptarining Wulan, Akademisi Universitas Trisakti sebagai pencetus ide pembuatan nasi sagu rempah ini.
Bumbu dan rempahnya pun sangat mudah didapatkan.
Mulai dari garam, bawang putih, jahe, kunyit, pala, ketumbar, jinten, lada/merica, kayu manis, bunga lawang, cengkeh, kapulaga, dan lengkuas.
Nasi sagu berempah ini disebutkan Nining, memang mirip dengan nasi briyani asal India dan Pakistan.
Tambahan rempah diungkapkannya, sebenarnya merupakan kreasi tambahan untuk mengurangi bau asam yang biasanya muncul pada sagu.
Menurut Nining, nasi sagu rempah ini dipercaya bisa menangkal berbagai macam potensi penyakit, termasuk virus corona atau covid-19 yang sedang mewabah di Indonesia saat ini.
"Nasi berempah ini, rempahnya asli dari Indonesia. Kenapa kita pakai rempah? Pertama akan mempengaruhi aroma, kedua rasa dan ketiga sebagai antioksidan bagi tubuh kita. Apalagi sekarang sedang marak wabah corona," jelas Nining.
Dia menuturkan, bahan dasar untuk membuat sajian kuliner ini, sagunya berasal dari Kepulauan Meranti.
Pati sagu, akan diolah menjadi beras sagu.
Barulah dimasak, hingga menjadi bulir-bulir seperti layaknya nasi.
Penemuan ide ini, berawal dari proses penelitian terkait lingkungan yang dilakukan Nining.
Berlanjut dengan penelitian terhadap sagu.
Barulah pada tahun 2017, dia mulai melakukan pengembangan dan merambah ke bisnis olahan sagu.
"Kita sudah punya teknologi, bantuan dari BBPT untuk mengolah pati sagu menjadi beras. Sekarang masalahnya bagaimana mengolah beras sagu tersebut. Harus punya teknik. Sagu ini seperti tanah liat, kebanyakan air dia larut, kurang air dia bisa pecah," jelasnya.
Dr. Nining memaparkan, kandungan dalam sagu juga sangat menyehatkan.
Sagu memiliki kadar gluten dan glukosa yang rendah, namun tinggi serat.
Kini, diterangkan Nining, beras sagu telah dipasarkan.
Terutama di daerah Jakarta dan sekitarnya.
Untuk satu kilogram beras sagu dipasarkan Rp50 ribu.
Dia menyatakan, beras sagu sangat baik dijadikan pengganti beras padi.
Untuk itu, dia berkomitmen untuk terus berupaya mendorong sagu sebagai bahan makanan utama dan diterima masyarakat Indonesia dengan baik.
Sementara itu, Deputi IV Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Restorasi Gambut (BRG) Haris Gunawan mengungkapkan, Festival Sagu menjadi salah satu kegiatan penting untuk menunjukkan jika ekosistem gambut, sebenarnya bisa memberikan keuntungan ekonomi yang lebih bagi masyarakat.
Salah satunya potensi sagu di lahan gambut.
Selain itu tak kalah penting, adalah bagaimana agar gambut juga terus terpelihara dan jauh dari kata kebakaran.
Terkait dengan inovasi yang dilakukan Dr. Nining disebutkan Haris, juga bisa menjadi contoh dalam pengembangan bisnis sagu.
"Kita juga tidak berhenti bagaimana proses hulu hingga ke hilirnya, bisa berjalan dengan baik. Untuk di hulu, bagaimana sekitar 36 ribu (hektare) kebun sagu di kesatuan hidrologis gambut (KHG) di Meranti terus terjaga, tidak ada lagi kebakaran, dipantau optimal. Bagaimana produktifitas," urainya.
"Untuk di hilirnya, kita juga berupaya untuk berinovasi. Produk sagunya bisa variatif dan beragam. Bisa familiar dengan lidah kita. Ini yang perlu kita kerjasamakan dengan mitra kita, khususnya peneliti dan inovator. Sehingga masyarakat bisa dapat manfaat dan keuntungannya secara ekonomi," imbuhnya lagi.
Haris menyebutkan, sagu tak ubahnya bak intan mutiara di Kabupaten Kepulauan Meranti. Untuk itu pengelolaannya mesti diperhatikan.
Jika masyarakat merasa punya tanggungjawab menjaga kebun sagu mereka, melakukan pemantauan berkala setiap saat, secara otomatis lahan gambut sebagai tempat tumbuh sagu, juga akan terjaga.
Masyarakat tentu akan berupaya, bagaimana agar gambut bisa tetap basah, supaya sagu juga bisa tumbuh optimal. Hal ini sangat efektif mencegah gambut dari kebakaran.
Sejak intervensi BRG ke Pulau Tebing Tinggi dan Meranti secara keseluruhan pada 2016 hingga 2017 silam, pengelolaan gambut di wilayah itu semakin baik dari waktu ke waktu.
Sebelumnya, wilayah tersebut terbilang sangat parah jika terjadi kebakaran lahan gambut, misalnya pada tahun 2015.
Sampai akhirnya BRG datang ke wilayah itu menggunakan pendekatan 3R (rewetting, revegetasi, revitalisasi).
Rewetting atau pembasahan kembali gambut yang mengering akibat turunnya muka air gambut dilakukan dengan pembuatan sekat kanal, penimbunan kanal yang terbuka, dan pembangunan sumur bor.
Sekat kanal bertujuan untuk menaikkan daya simpan (retensi) air pada badan kanal dan sekitarnya dan mencegah penurunan permukaan air di lahan gambut. Sehingga lahan gambut di sekitarnya tetap basah dan sulit terbakar.
Sementara itu, penimbunan kanal dilakukan untuk meningkatkan sedimentasi dan pendangkalan badan kanal, dengan tujuan agar daya kuras airnya dapat dikurangi dan muka air di badan kanal dapat dipertahankan.
Kemudian sumur bor bertujuan untuk mengatasi kelangkaan sumber air permukaan yang umumnya terjadi pada musim kemarau.
Pendekatan berikutnya adalah revegetasi, yakni upaya pemulihan tutupan lahan pada
Ekosistem gambut melalui penanaman jenis tanaman asli pada fungsi lindung atau dengan jenis tanaman lain yang adaptif terhadap lahan basah dan memiliki nilai ekonomi pada fungsi budidaya.
Terakhir implementasi program revitalisasi sumber-sumber mata pencaharian masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang ada di dalam dan sekitar areal restorasi gambut melalui budidaya yang cocok di lahan gambut.
Oleh karena itu dikatakan Haris, tak heran jika restorasi gambut di Kabupaten Kepulauan Meranti, khususnya Desa Sungai Tohor, menjadi model atau percontohan, untuk pemulihan gambut di lokasi lainnya di Indonesia.
Riau Siaga Darurat Virus Corona - Tribunpekanbaru. com / Rizky Armanda.
