Nasib Pilu TKI Ilegal Indonesia Saat Lockdown di Malaysia, Tak Digaji Hingga Terpaksa Makan Tikus
Sejak pemberlakuan kebijakan tersebut, para migran ilegal tak mendapat gaji penuh dari para majikannya. Bahkan, di antara mereka terpaksa makan tikus.
Ia mengatakan, otoritas setempat juga memberlakukan kebijakan di mana warga hanya memperbolehkan belanja berlangsung pada pukul 07.00 sampai 09.00 waktu setempat dan sore pukul 17.00 sampai jam 19.00 waktu setempat.
"Jadi jalan menuju pasar atau permukiman selalu dijaga polisi dan tentara. Jadi kalau tidak ada kepentingan yang mendesak tidak diperbolehkan keluar," katanya.
Perlindungan hak
Koordinator Bantuan Hukum Migrant Care Nur Harsono telah mendesak pemerintah dapat menggunakan protokol dalam penjemputan pekerja migran Indonesia di Malaysia.
• Perawat Pasien Corona 2 Minggu Tidur di RSUD AA Pekanbaru, Cuma Bisa Video Call Anak: Rindunya Berat
"Baik Tenaga Kerjaan, Kementerian Luar Negeri, perwakilan RI di negara tujuan mempunyai protokol pemetaan dan deteksi data pekerja migran baik yang documented maupun yang undocumented," ujar Nur ketika dihubungi Kompas.com, Senin (6/4/2020).
Selain itu, pihaknya juga mendorong adanya kerja sama antara kedua negara guna menerapkan protokol rapid test terhadap pekerja migran.
Termasuk dengan memberikan jaminan perlindungan hak-haknya.
Dia mengatakan, rapid test tersebut dapat dilakukan sebelum dilakukan penjemputan. Dengan begitu, setibanya di tanah, pekerja migran tersebut dipastikan dalam kondisi sehat.
"Sebelum kepulangan untuk memastikan kondisi kesehatan pekerja migran," katanya. Di sisi lain, pihaknya juga mendorong supaya pemerintah dapat mengedukasi pekerja migran akan pentingnya pencegahan Covid-19.
"Serta memberikan program jaminan sosial untuk pemberdayaan pekerja migran purna," terang dia.
Dia menambahkan, pekerja migran di Malaysia diharapkan dapat menjadi prioritas penjemputan pemerintah.
"Pekerja migran di Malaysia mestinya menjadi prioritas karena banyak yang undocumented dan mereka kesulitan bahan pokok," terang dia. (*)
(Achmad Nasrudin Yahya)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dan Intisari Online