Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Pemijat Tunanetra di Pekanbaru Kehilangan Penghasilan, Butuh Bantuan di Tengah Pandemi Covid-19

kondisi biasa, penghasilan rata-rata Rp 150 ribu/hari untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.

Penulis: Theo Rizky | Editor: M Iqbal
Tribunpekanbaru.com/Theo Rizky
Rumah Suparman, seorang penyandang tunanetra yang berprofesi sebagai pemijat 

TRIBUNPEKANBARU.COM -  Pandemi tidaknya menyebabkan orang yang terinfeksi menjadi sakit bahkan meninggal dunia.

Namun, wabah ini juga telah mematikan penghasilan sebagian warga masyarakat, apalagi bagi mereka yang bekerja menyediakan jasa.

Untuk bekerja mereka mengharuskan berinteraksi dan bersentuhan langsung dengan pengguna jasa.

Mereka adalah warga tunanetra yang bekerja sebagai pemijat. Dampak ekonomi dari Covid-19 sangat mereka rasakan.

Terutama sejak adanya anjuran pemerintah pada warga masyarakat untuk tinggal di rumah, bekerja, belajar dan beribadah di rumah serta mengurangi kegiatan di luar rumah hingga menjaga jarak fisik.

Hal ini sebagai cara ampuh memutus mata rantai penyebaran Covid-19 .

Disampaikan seorang perempuan tunanetra yang berprofesi sebagai pemijat di Kota Pekanbaru, Eliza Tania, dalam kondisi biasa, penghasilan rata-rata Rp 150 ribu/hari untuk menghidupi dirinya dan keluarganya.

“Namun, dengan adanya wabah Virus Corona, saya hanya mampu menghasilkan 240 ribu/minggu”, ungkap Eliza belum lama ini.

Menurutnya, sejak keluarnya peraturan mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ia tidak lagi menerima panggilan untuk memijat di rumah pelanggan.

“Saya hanya bisa menunggu pelanggan datang di rumah, dan itu rata-rata hanya empat orang per minggu, dengan tarif per orang Rp 60 ribu,” tambah Eliza yang merupakan anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Kota Pekanbaru tersebut.

 Sementara itu, Ketua Pertuni Kota Pekanbaru, Suparman yang juga berprofesi sebagai pemijat mengatakan bahwa langganan layanan pijat nya juga terus berkurang semasa wabah.

"Bulan Januari saya bisa dapat panggilan 80 orang, bulan Februari turun jadi 60 orang, bulan April turun tinggal 15 orang, dan bulan Mei ini baru satu orang," katanya. 

Menurutnya, tunanetra yang menjadi tukang pijat sudah sangat berhati-hati dalam menangani pelanggan agar tidak tertular Virus Corona .

Mereka mengenakan masker dan mengukur suhu tubuh pelanggan untuk mendeteksi kemungkinan pelanggan sakit sebelum memijat.

"Kalau badannya panas kita lebih baik tidak memijatnya," kata Suparman.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved