Data Pemilih Indonesia Dijual di Situs Forum Hacker, DPT Bocor? Ini Kata Pemerintah dan KPU
Data Pemilih Tetap atau DPT Pemilu 2014 diduga bocor hingga diperjual belikan di forum hacker dan persoalan ini menjadi pembicaraan di media sosial
Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
Secara umum, dalam berbagai kasus kebocoran data sebelumnya, data pribadi yang bocor dapat digunakan untuk mengakses rekening bank orang tersebut, mengumpulkan data pribadi lebih lanjut tentang orang tersebut, melakukan pemerasan, dan masih banyak lagi.
Dalam skala kecil, kasus-kasus penipuan dan pemalsuan data dapat terjadi akibat dari kebocoran data ini.
Selain itu potensi penambangan data lanjutan juga sangat besar, yang berakibat pada praktik eksploitasi data dengan glanuralitas besar, yang berdampak pada hilangnya kontrol subjek data pada data pribadinya.
Sebagai contoh, di Korea Selatan sekitar 20 juta orang penduduk Korea Selatan, termasuk presiden Korea Selatan saat itu, Park Geun-hye, menjadi korban pencurian data pribadi dari tiga perusahaan kartu kredit.
Maraknya kasus pencurian data pribadi dan identitas tersebut bahkan menyebabkan Pemerintah Korea Selatan mempertimbangkan untuk memberikan nomor ID baru untuk setiap warga negara Korea Selatan, dengan estimasi biaya mencapai miliaran dolar.
Menyadari kerentanan dan dampak negatif yang tinggi dari kebocoran data kependudukan ini, negara-negara yang mengalami kebocoran data kependudukan yang masif seperti Ekuador kemudian mempercepat pengesahan undang-undang pelindungan data pribadi yang komprehensif di negaranya.
Khusus terhadap data Pemilu, beberapa negara juga telah melakukan penyelarasan antara UU Pemilu dengan UU Perlindungan Data Pribadi mereka, misalnya di negara-negara Eropa dengan mulai berlakunya EU GDPR (General Data Protection Regulation).
Penyelarasan ini khususnya terkait dengan status dari data pemilih, kontennya, serta kewajiban dari partai politik, apakah bertindak sebagai data controller atau data processor?
Keberadaan UU Perlindungan Data Pribadi ini nantinya akan mengatur secara lebih jelas kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi, tidak hanya sektor privat, namun juga badan publik-lembaga negara.
Secara umum, badan publik yang bertindak sebagai pengendali data memiliki kewajiban untuk menjaga infrastruktur keamanan data pribadi pengguna layanannya, yang meliputi:
(1) penerapan pseudonymization dan enkripsi data pribadi,
(2) memberikan jaminan kerahasiaan, integritas, ketersediaan, dan ketahanan yang berkelanjutan dari sistem dan layanan pemrosesan,
(3) memiliki kemampuan untuk memulihkan ketersediaan dan akses ke data pribadi dalam waktu yang tepat (tidak menunda-nunda) dalam hal terjadi insiden fisik atau teknis (i.e. kebocoran data),
(4) menerapkan proses pemantauan dan evaluasi secara teratur serta audit terhadap efektivitas langkah-langkah teknis dan organisasi untuk memastikan keamanan pemrosesan data (termasuk menerapkan Privacy by Design dan Data Protection Impact Assessments (DPIAs)).
Menimbang situasi di atas, terutama dalam situasi kekosongan hukum perlindungan data pribadi yang komprehensif saat ini, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) merekomendasikan hal-hal berikut:
Kementerian Komunikasi dan Informatika segera melakukan proses investigasi, guna mendapatkan data dan informasi lebih lanjut perihal jumlah DPT yang terdampak, data apa saja yang bocor, dan langkah-langkah apa saja yang telah diambil oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku penyelenggara sistem elektronik pelayanan publik, untuk menangani dan mencegah terulangnya insiden kebocoran data pribadi;
Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengoptimalkan keseluruhan regulasi dan prosedur yang diatur di dalam PP No. 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, juga Permenkominfo No. 20/2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, untuk mengambil langkah dan tindakan terhadap pengendali data selaku penyelenggara sistem dan transaksi elektronik, termasuk mitigasi dan memastikan pemulihan bagi para pemilik data;
Pemerintah dan DPR untuk segera melakukan proses pembahasan bersama RUU Pelindungan Data Pribadi, dengan tetap mempertimbangkan situasi pandemik COVID-19 dan tetap menjamin partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan. Akselerasi proses pembahasan ini penting mengingat banyaknya peristiwa dan insiden terkait dengan eksploitasi data pribadi, baik di sektor publik maupun privat.
Tribunpekanbaru.com / Pitos Punjadi.