Tiga Mantan Anggota DPRD Bengkalis Jadi Saksi di Sidang Lanjutan Dugaan Korupsi Amril Mukminin
Agenda sidang kali ini,pemeriksaan saksi-saksi terkait dengan dugaan rasuah proyek multiyears atau tahun jamak peningkatan jalan Duri-Sei Pakning
Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
Dengan pembuatan Nota Kesepakatan antara Pemkab Bengkalis dengan DPRD, tentang penganggaran kegiatan tahun jamak TA 2017-2019 Nomor 14/MoU-HK/XII/2016.
Dan Nomor 09/DPRD/PB/2016 tanggal 13 Desember 2016 yang ditandatangani terdakwa selaku Bupati Bengkalis dan Abdul Kadir selaku Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis.
Berlanjut pada Februari 2017, Triyanto menemui terdakwa di restoran Hotel Adi Mulya Medan.
Triyanto menjanjikan commitment fee dari PT CGA kepada terdakwa, karena proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning telah dianggarkan dan tinggal menunggu penandatanganan kontrak pekerjaan.
Terdakwa lalu mengarahkan Triyanto agar berkoordinasi dengan Tajul Mudarris, selaku Plt Kepala Dinas PUPR Pemkab Bengkalis merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Triyanto kemudian memberikan amplop coklat berisi uang sebesar 150 ribu Dollar Singapura atau setara Rp1,5 miliar kepada terdakwa yang diterima melalui Azrul, pada saat selesai pertemuan.
Triyanto ditemani rekannya, lalu menindaklanjuti arahan terdakwa untuk menemui Tajul Mudarris dan Ardiansyah di Dinas PUPR Pemkab Bengkalis untuk berkoordinasi.
Setelah beberapa kali berkoordinasi, selanjutnya pada tanggal 24 Mei 2017 bertempat di Hotel Batiqa, Pekanbaru, ditandangani surat perjanjian kontrak Nomor 600/PUPR/SP-MY/V/2017/001.
Untuk pekerjaan pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning, Kabupaten Bengkalis (multiyears), antara Sandi Muhammad Siddiq, yang mewakili pihak PT CGA dengan Tajul Mudarris, selaku PPK Dinas PUPR dengan nilai kontrak sebesar Rp498.645.596.000,00.
Adapun jangka waktu pelaksanaan pekerjaan sejak tanggal 24 Mei 2017 sampai dengan tanggal 20 Desember 2019.
Terima Comitment Fee
Pada bulan Juni 2017, terdakwa memerintahkan Azrol, ajudannya untuk menghubungi Triyanto agar menghadap ke rumah dinas Bupati Bengkalis.
Pada pertemuan itu, terdakwa menanyakan kelanjutan realisasi commitment fee dari PT CGA, dengan alasan untuk keperluan lebaran.
Atas permintaan tersebut, Triyanto melaporkan kepada Ichsan Suadi. Setelah mendapatkan persetujuan, selanjutnya Triyanto membawa uang yang telah disiapkan PT CGA ke Pekanbaru.
"Pada tanggal 27 Juni 2017, Triyanto menghubungi Azrul. Mereka sepakat bertemu di pinggir jalan dekat Hotel Royal Asnof Pekanbaru untuk menyerahkan uang sebagaimana yang diminta terdakwa.
“Selanjutnya, Triyanto memberikan amplop coklat yang berisi uang sebesar 170 ribu Dollar Singapura, atau setara Rp1,7 miliar, untuk diserahkan kepada terdakwa.”
“ Triyanto menjanjikan akan memberikan sisa commitment fee setelah lebaran," tutur JPU.
Selanjutnya, sekitar awal bulan Juli 2017, terdakwa memerintahkan ajudannya Azrul menghubungi Triyanto.
Guna menanyakan realisasi kekurangan commitment fee yang telah dijanjikan.
Seperti sebelumnya, Triyanto melaporkan kepada Ichsan. Setelah mendapatkan persetujuan, barulah Triyanto membawa uang yang telah disiapkan.
Sisa commitment fee itu senilai Rp100 Dollar Singapura. Uang itu diambil ajudan terdakwa di kamar Hotel Grand Elite.
JPU menilai, perbuatan ini bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana ketentuan Pasal 76 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sebagaimana telah diubah dan ditambah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah.
Selain itu bertentangan juga dengan kewajiban terdakwa selaku Penyelenggara Negara sebagaimana ketentuan Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
"Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.”
“Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP," tegas JPU Feby.
( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )