Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Najwa Shihab Tanggapi Vonis Ringan Penyerang Novel Baswedan, Bayangkan Kondisi 10 Tahun Mendatang

Dua terdakwa penyerang Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis masing-masing divonis 2 tahun penjara dan 1 tahun 6 bulan penjara.

Editor: Ariestia
KOMPAS.com/NAJWA SHIHAB
Presenter Najwa Shihab diabadikan saat ditemui pada acara Panggung Para Perempuan Kartini, di Museum Bank Indonesia, Jakarta Barat, Selasa (11/4/2017). 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Vonis terhadap penyerang air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menjadi perhatian banyak pihak.

Presenter Najwa Shihab pun mengkritisi soal vonis terhadap kedua terdakwa tersebut.

Diketahui, dua terdakwa penyerang Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis masing-masing divonis 2 tahun penjara dan 1 tahun 6 bulan penjara.

Vonis ini lebih tinggi dari tuntutan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut satu tahun penjara.

Menurut Najwa, putusan tersebut tergolong ringan, namun terdengar seperti hukuman seumur hidup bagi pemberantasan korupsi.

Pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan
Pelaku penyiraman air keras ke Novel Baswedan (Kompas.com)

Sebab, sudah tiga tahun kasus tersebut bergulir, berbagai pihak telah menuntut pengusutan dan pemburuan pelaku.

Bahkan, pemerintah juga telah membentuk tim ad hoc pencari fakta untuk membongkar kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK itu.

"Namun semua hanya berakhir dengan putusan yang tak memberi efek jera," kata Najwa.

Lantaran hal itu, Najwa menilai, setelah adanya vonis itu, maka tuntutan dan perlawanan membongkar aktor intelektual di balik kasus ini akan dimentahkan begitu saja.

"Dengan dalil 'sudah diproses secara hukum'," lanjutnya.

Najwa menyebut, Novel hanya satu dari sekian penegak hukum di Indonesia, namun kasus yang menimpanya tidak berdiri sendiri.

"Ia menjadi bagian dari rentetan gejala kasat mata," ujar Najwa.

Lebih lanjut, Najwa menjelaskan, dengan adanya perspektif, maka masyarakat bisa menghadapi dan mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi di masa depan.

"Itulah yang memungkinkan kita membayangkan kondisi 10 tahun mendatang, gejalanya jelas ada, indikasinya juga nyata, ini memang sebuah distopia."

"Mungkin akan ada yang menganggapnya berlebihan tapi apa yang salah dengan kecemasan?" katanya.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved