Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kampung Janda, Pulau di Kamboja yang Hanya Dihuni Para Janda ini Jadi Tujuan Turis Bule

Tak ada penduduk asli berjenis kelamin pria di pulau itu. Semunya adalah wanita yang kebanyakan janda.

YouTube/Vchannel
suasana pantai di kampung janda di Kamboja 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Siapa tak mengenal Kamboja? Negara Asia Tenggara yang berjuluk 'Neraka Dunia' ini ternyata menyimpan kisah pilu. 

Kisah pilu tersebut tersimpan di sebuah pulau indah yang bernama Dao Koh Rong.

Tak heran jika pulau ini jadi tujuan turis asing.

Pulau itu terletak lebih dari 30 kilometer selatan ibu kota Kamboja, Phnom Penh. 

Tak ada penduduk asli berjenis kelamin pria di pulau itu. Semunya adalah wanita yang kebanyakan janda.

Sebab itu pulau ini juga dijuluki sebagai kampung janda.

Saat ini ada sekitar 40 perempuan dan 107 anak-anak, tinggal bersama di satu desa.

Kampung Janda jadi tujuan wisata
Kampung Janda jadi tujuan wisata (YouTube/Vchannel)

Semua perempuan yang tinggal di Koh Rong adalah janda, wanita ditinggalkan oleh suaminya, korban pelecehan seksual, beberapa suami meninggal, dan beberapa telah diculik berkali-kali.

Singkatnya, semua perempuan ini pernah berada dalam keadaan yang sangat sulit dan kemiskinan.

Mereka tidak memiliki akomodasi yang layak, hanya mengemis dan mengais-ngais di jalanan.

Berkat dukungan awal dari negara, para perempuan ini memiliki rumah untuk ditinggali dan mulai menjalani kehidupan yang mandiri dan mandiri.

Mereka memproduksi segala sesuatu yang diperlukan untuk kehidupan, bertani sendiri, beternak, menangkap makanan laut, dan membuat tekstil.

Untuk beberapa pekerjaan berat, perempuan di Koh Rong dapat mempekerjakan pria dari luar pulau untuk membantu dan membayar.

Di Pulau Koh Rong, orang hampir tidak memiliki perangkat modern seperti telepon atau televisi.

Satu-satunya hal yang membantu mereka tetap up to date adalah radio.

Anak-anak di sini tumbuh secara alami, benar-benar polos dan murni.

Meski merupakan pulau yang sangat indah, hampir tidak ada pria Kamboja yang muncul di Koh Rong.

Sebagian karena perempuan di sini tidak membutuhkan laki-laki lagi karena mereka telah mengalami banyak luka.

Di sisi lain, pria Kamboja juga merasa bersalah saat menginjakkan kaki di Pulau Koh Rong.

Meski bukan orang yang secara langsung menyebabkan situasi menyedihkan bagi perempuan di sini, pria pasti akan merasa bersalah dan malu.

Hingga kini, Pulau Koh Rong semakin berkembang di bidang pariwisata, menyambut banyak pengunjung setiap tahun.

Orang-orang di pulau itu juga mulai mengembangkan ekonominya, menciptakan produk yang bisa diekspor.

Akibatnya, ekonomi dan standar hidup perempuan dan anak-anak di pulau itu meningkat.

Desa Haus Suami di Brazil

Desa Noiva do Cordeiro di Brasil merupakan desa yang dipenuhi dengan gadis-gadis cantik, muda sekaligus kaya serta mandiri.

Wanita-wanita muda di sana memiliki lahan pertanian dan peternakan yang cukup luas.

Namun, perempuan-perempan di negeri Samba tersebut kesulitan untuk mendapatkan suami.

Sebab itu desa nan indah ini dijuluki desa haus suami.

Pendiri kota Noiva do Cordeiro adalah Maria Senhorinha de Lima.

Setelah diusir dari rumahnya karena meninggalkan suaminya, yang dipaksakan oleh orang tuanya, Maria memutuskan untuk mencari tanah baru untuk ditinggali.

Dari sana, desa didirikan untuk menyambut perempuan yang dijauhi, ibu tunggal, atau perempuan yang kurang beruntung.

Di Noiva do Cordeiro, penduduknya hampir secara eksklusif adalah feminis.

Perempuan mengurus semua aspek kehidupan mulai dari bertani hingga konstruksi, perencanaan, hingga ritual agama.

Bersama-sama mereka membangun kota yang berkembang pesat tanpa laki-laki.

Kaum perempuan warga Desa Noiva do Cordeiro mengurus sendiri segala kebutuhan mereka, termasuk bercocok tanam.

Tentu saja ada beberapa pria yang tinggal di sini, tetapi sangat sedikit, yang tidak melakukan pekerjaan penting.

Beberapa adalah suami tetapi hanya muncul di rumah beberapa kali dalam setahun.

Karena kurangnya pria di desa itulah, para perempuan di Noiva do Cordeiro selalu merindukan seorang suami.

Seorang gadis bernama Nelma Fernandes mengaku: "Di sini, gadis-gadis kami hanya bertemu pria atau kerabat yang sudah menikah, hampir semua orang bersaudara. Sudah lama sekali. Saya tidak tahu apa itu ciuman pria."

Nelma melanjutkan: "Kami semua ingin mencintai dan menikahi pria tertentu. Tapi kami hanya ingin tinggal di kota yang damai ini dan tidak ingin pergi dari sini untuk mencari seorang suami."

Setelah informasi tentang kota "haus suami" ini diposting di media, banyak pria mencoba peruntungan dengan mendatangi desa tersebut.

Alih-alih menemukan jodoh, kebanyakan pria ini justru memilih mundur teratur ketika mengetahui bahwa para perempuan di desa tersebut menerapkan konsep kesetaraan gender di semua aspek, termasuk dalam mengurus rumah sehari-hari.

Perempuan muda Noiva do Cordeiro terbiasa mengemudikan sendiri traktor pertanian.

Mereka juga mengurus anak, menyapu, hingga mencuci piring ternyata masih asing bagi sebagian pria di Brasil. 

Dihuni 600 wanita

Seperti dikutip dari laman Daily Mail, lebih dari 600 wanita tinggal di kota itu dan sebagian besar dari mereka berusia 20 hingga 35 tahun.

Beberapa wanita Noiva de Cordeiro sudah menikah dan memiliki keluarga, namun suami mereka harus bekerja jauh dari rumah dan hanya diperbolehkan kembali di akhir pekan.

Begitu pula dengan setiap anak laki-laki yang sudah berusia di atas 18 tahun.

Alhasil, para wanita tersebut memiliki kekuasaan terhadap aturan yang berlaku di Noiva de Cordeiro.

Para wanita itu bertanggung jawab untuk segala aspek kehidupan, mulai dari pertanian, perencanaan kota, bahkan acara keagamaan.

Dan para penduduk setempat mengatakan bahwa hal tersebut membuat kotanya jadi jauh lebih baik.

"Ada banyak hal yang lebih baik dilakukan wanita daripada pria. Kota kami lebih cantik, lebih terorganisir, dan jauh lebih harmonis," kata Rosalee Fernandes, penduduk setempat.
"Sewaktu masalah atau perselisihan timbul, kami mnegatasinya dengan cara wanita, berupaya mencari kesepakatan ketimbang konflik," tambahnya.

Rosalee menjelaskan bahwa para penduduk wanita di sana berbagi segalanya, bahkan tanah tempat mereka bekerja.

Ia juga mengatakan bahwa tidak ada persaingan apapun di kota itu.

"Semua untuk satu, dan satu untuk semua," kata Rosalee.

Meski demikian, salah seorang penduduk bernama Nelma Fernandes mengaku bahwa mencari pasangan di kota tersebut cukuplah sulit.

"Kebanyakan pria yang kami temui di sini sudah menikah atau memiliki hubungan darah, semuanya adalah sepupu," katanya.

Namun, Nelma mengatakan bahwa senang tinggal di kota itu dan tidak ingin meninggalkan kota tersebut jika untuk mencari pasangan.

(*)

Sumber: Intisari-Online.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved