Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

HUT RI ke 75

Alasan Proklamasi Kemerdekaan RI Digelar Jumat Legi, 17 Agustus 1945, Ada Kesucian Angka 17

Alasan pemilihan tanggal 17 Agustus sebagai hari Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 silam banyak belum diketahui publik.

Editor: Ilham Yafiz
(Dok. Kompas)
Upacara penaikan bendera sang merah putih di halaman gedung pegangsaan timur 56 (Gedung Proklamasi). Tampak antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Let,Kol. Latief Hendraningrat (menaikkan bendera) Ny. Fatmawati Sukarno dan Ny.S.K Trimurti. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Alasan pemilihan tanggal 17 Agustus sebagai hari Proklamasi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 silam banyak belum diketahui publik.

Berikut sejumlah fakta unik tentang upacara proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Salah satu fakta yang terungkap adalah alasan mengapa dipilih tanggal 17 Agustus.

Proklamasi kemerdekaan dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Drs. Mohammad Hatta bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat.

Ada beberapa fakta unik seputar upacara proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945.

Berikut ulasannya dilansir dari Kompas dalam artikel 'Fakta 17 Agustus, dari Mesin Ketik Nazi hingga Mikrofon Kemerdekaan'

1. Alasan dipilihnya tanggal 17 Agustus

Dikutip dari buku 17-8-45, Fakta, Drama, Misteri yang ditulis oleh Hendri F. Isnaeni, Soekarno mengakui sudah merencanakan Proklamasi pada 17 Agustus 1945.

Presiden Soekarno memilih tanggal 177 Agustus 1945 karena ada unsur mistis jika dikaitkan dengan 17 Agustus.

"Aku percaya pada mistik," ungkap Soekarno saat itu.

Ditelaah lebih dalam, jika dikaitkan dengan penanggalan Jawa, 17 Agustus 1945 jatuh pada hari Jumat Legi.

Kata "legi" dalam bahasa Jawa artinya manis.

Tanggal 17 juga diperingati dengan peristiwa diturunkannya Al Quran.

Selain itu, tanggal 17 dapat dikaitkan dengan dengan perintah Nabi Muhamamd SAW kepada umat Islam untuk bersembahyang 17 rakaat dalam sehari.

"Mengapa Nabi Muhammad memerintahkan 17 rakaat, bukan 10 atau 20? Karena kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia," kata Soekarno.

2. Awalnya di Rumah Djiauw Kie Siong

Djiaw Kie Song adalah seorang petani yang tinggal di sekitar Sungai Citarum.

Ia adalah warga keturunan Tionghoa Hakka yang lahir sekitar tahun 1880 di Desa Pacing, Sambo, Karawang.

Djiauw Sie Kiong pernah tercatat sebagai tentara Pembela Tanah Air (PETA).

Pemilihan rumah Djiauw Sie Kiong karena rumahnya jauh dari kepadatan penduduk dan tertutup oleh pohon yang rimbun.

Awalnya, rumah Djiauw Sie Kiong digunakan sebagai lokasi pembacaan teks proklamasi kemerdekaan.

Akan tetapi, rencana ini dibatalkan karena kedatangan Ahmad Subardjo meminta Soekarno dan Hatta membacakannya di Pegangsaan Timur Jakarta.

Foto Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Jakarta.
Foto Presiden Soekarno membacakan naskah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Cikini, Jakarta. (Via Intisari)

Penampakan Upacara Proklamasi Kemerdekaan di Istana Merdeka, Dulu Ratusan Kini Hanya 20 Orang

3. Dicetak dengan mesin ketik milik Nazi

Banyak cerita di balik pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.

Salah satunya, ihwal mesin tik yang digunakan untuk menyusun teks proklamasi.

Mesin tik yang jadi saksi bisu lahirnya Republik Indonesia itu ternyata milik perwira angkatan laut Nazi Jerman yang dipinjam khusus untuk mengetik teks proklamasi.

Saat itu, penyusunan naskah proklamasi dikerjakan di rumah Laksamana Tadashi Maeda. Ketika tulisan tangan naskah proklamasi akan dicetak, ternyata di rumah Maeda tidak ada mesin ketik.

Pembantu Laksama Maeda, Satzuki Mishima, diperintahkan untuk mencari mesin tik.

Dia kemudian pergi ke kantor militer Jerman menggunakan mobil jip untuk meminjam mesin tik.

Di sana, Satzuki bertemu perwira angkatan Laut Nazi Jerman Mayor Kandelar yang bersedia meminjamkan mesin tik.

Sesampainya mesin tik di rumah Maeda, Sayuti Melik ditemani BM Diah mengetik naskah proklamasi.

4. Pemilik Mikrofon

Mikrofon punya peran penting dalam catatan sejarah Proklamasi Kemerdekaan RI.

Dengan adanya mikrofon, pengucapan teks proklamasi bisa diketahui seluruh dunia.

Ada cerita di balik mikrofon yang digunakan Soekarno.

Soekarno sempat menyebutkan dari mana mikrofon yang dia gunakan saat membaca teks proklamasi.

Dari mana asal mikrofon itu?

“Aku berjalan ke pengeras suara kecil hasil curian dari stasiun radio Jepang dan dengan singkat mengucapkan proklamasi itu,” kata Soekarno.

Akan tetapi, pernyataan Soekarno dibantah mantan sekretaris pribadi Menteri Luar Negeri pertama RI Achmad Soebardjo bernama Sudiro.

Pada 6 September 1972, saat menyampaikan pidato di Lembaga Pembinaan Jiwa ‘45 Jakarta, Sudiro menyinggung mikrofon yang dikatakan Soekarno hasil curian.

Menurut dia, pemilik mikrofon itu adalah warga negara Indonesia bernama Gunawan.

Gunawan adalah pemilik Radio Satriya, yang bertempat tinggal di Jalan Salemba Tengah 24 Jakarta (sekarang menjadi rumah sakit MH Thamrin Salemba).

Perjuangan di Balik Foto Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Tak banyak orang tahu, ada perjuangan di balik foto momen proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang sering kita lihat saat ini

Ada dua sosok wartawan yang berjasa mengabadikan momen sakral bagi bangsa Indonesia itu, dan bahkan rela mempertaruhkan nyawa agar bisa mencetaknya

Dilansir dari SOSOK.grid.id dalam artikel 'Mendur Bersaudara, Fotografer Momen Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945', mereka adalah Frans Soemarto Mendur dan Alex Impurung Mendur

Dua wartawan inilah yang berjasa di balik foto proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, sehingga bisa kita lihat sekarang ini

Foto Soekarno yang sedang membacakan teks Proklamasi dan foto dinaikkannya bendera merah putih untuk pertama kali adalah salah satu hasil karya kedua bersaudara ini.

Perjalanan bersejarah mereka memang tidak mudah.

Sebuah perjuangan yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya.

16 Agustus 1945 malam, Frans Mendur yang saat itu merupakan wartawan harian Asia Raya, mendapatkan kabar bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilangsungkan esok hari.

Frans kemudian berangkat menuju rumah Presiden Soekarno dengan berbekal kamera Leica dan sebuah rol film.

Ia sebetulnya pergi dengan penuh keraguan.

"Saya sendiri semula tak percaya," tutur Frans, seperti dituliskan Hendri F Isnaeni dalam buku yang berjudul '17-8-1945: Fakta, Drama, Misteri'

Frans mulai meyakinkan diri mengenai kebenaran informasi itu ketika melihat banyak orang yang berkumpul di depan rumah yang menjadi tempat tinggal Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.

Terlihat juga sejumlah tokoh nasional, yang menurut Frans, terlihat berunding dengan Soekarno dan Mohammad Hatta.

Menjelang pukul 10.00 WIB, Soekarno-Hatta dan tokoh nasional lainnya keluar dari rumah.

Para hadirin diberi aba-aba untuk berdiri.

Teriakan “Hidup Indonesia!” dan “Indonesia Merdeka!” bergemuruh menyambut babak baru bagi Tanah Air.

Kemudian, berkumandanglah teks proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno.

Teriakan "Merdeka!" semakin membahana, bersamaan dengan sorak-sorai hadirin yang menggambarkan semangat pemuda bangsa menyambut kemerdekaan.

Suasana emosional tersebut membuat Frans nyaris lupa mengabadikan momen bersejarah bagi Indonesia karena terbawa emosi.

Selepas momen bersejarah tersebut, mereka belum dapat menghirup napas lega, sebab tentara Jepang memburu mereka.

Hasil foto sang kakak yang merupakan kepala bagian foto kantor berita Domei, Alex Mendur, tidak terselamatkan karena telah dirampas oleh pemerintah Jepang setelah proklamasi.

Berdasarkan pengakuan Frans dalam wawancara dengan wartawan Soebagijo IN pada tahun 1960-an, ia melihat sendiri ketika tustel (perangkat untuk memotret) milik Alex dirampas oleh tentara Jepang.

Beruntung, Frans sempat menyembunyikan negatif film hasil jepretannya.

Menurut Frans dalam wawancara yang sama dengan Soebagijo, ia mengubur rol film itu di kebun kantornya.

Proses mencetak hasil foto tersebut juga harus dilakukan secara diam-diam.

Mereka perlu menyelinap saat malam hari, memanjat pohon, dan melompati pagar di samping kantor Domei demi mencetak foto di sebuah lab film.

Kalau sampai tertangkap, hukuman yang menunggu mereka adalah dijebloskan ke penjara atau hukuman mati.

Kegigihan serta nasionalisme Frans dan Alex ini membuat kita dapat turut menyaksikan momentum ketika Soekarno dan Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menyatakan kemerdekaan.

Frans berhasil menjepret tiga foto yaitu, saat Soekarno membacakan teks proklamasi, pengibaran bendera merah putih oleh anggota Pembela Tanah Air (PETA) Latief Hendradiningrat, dan suasana upacara pengibaran bendera Merah Putih.

Dari jasa-jasa Mendur Bersaudara inilah sampai saat ini kita bisa merasakan dan melihat bagimana perjuangan para pejuang pendiri bangsa dalam usaha untuk memerdekaan Indonesia.

Mendur Bersaudara, Justus Umbas, Frans "Nyong" Umbas, Alex Mamusung dan Oscar Ganda, kemudian mendirikan IPPHOS (Indonesia Press Photo Service) pada 2 Oktober 1946.

( Angga Setiawan/Andreas Chris/Putra Dewangga/Kompas dan Grid.id/Surya.co.id/ Tribunpekanbaru.com )

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Mengapa Dipilih Tanggal 17 Agustus? Simak Deretan Fakta Unik Upacara Proklamasi Kemerdekaan RI 1945, https://surabaya.tribunnews.com/2020/08/17/mengapa-dipilih-tanggal-17-agustus-simak-deretan-fakta-unik-upacara-proklamasi-kemerdekaan-ri-1945?page=all.
Penulis: Putra Dewangga Candra Seta
Editor: Adrianus Adhi

Sumber: Surya
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved