Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

China Muak Terus-menerus Diejek oleh Trump, Tiongkok Olok-olok Bilang AS Tidak Becus: Cukup Sudah

China pada Kamis (24/9/2020), mengecam Amerika Serikat pada pertemuan tingkat tinggi PBB atas kritiknya terhadap virus korona

Tangkapan Layar/Google Images/Intiari
Foto tangkapan layar Donald Trump dan Xi Jinping berjabat tangan. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Konflik atau permasalahan China dan Amerika Serikat, belum menunjukkan tanda-tanda akan usai.

Pemerintah China telah mendapat kecaman dari berbagai pihak terkait pandemi virus corona (Covid-19).

Belum kelar masalah virus corona, China juga dikritik karena klaim mereka di Laut China Selatan.

Di antara banyak negara yang mengkritik, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump paling sering memberi kecaman.

Alasannya karena saat ini AS menjadi negara dengan kasus virus corona terbanyak di dunia.

Selain itu, dalam dunia militer, AS dan China tidak pernah akur.

Berbagai kecaman, kritik, dan bentakan AS pun akhirnya membuat China gerah.

Dilansir dari asiatimes.com pada Sabtu (26/9/2020), China pada Kamis (24/9/2020), mengecam Amerika Serikat pada pertemuan tingkat tinggi PBB atas kritiknya terhadap virus korona.

Dalam acara itu, utusan China menyatakan, "Cukup sudah!".

Pernyataan itu disampaikan utusan China setelah dua hari lalu Presiden Trump menggunakan pidato tahunnya di Majelis Umum untuk menyerang China.

Tak hanya Trump, duta besar AS untuk PBB juga menunjukkan kemarahan yang gamblang kepada China.

“Saya harus mengatakan, cukup sudah cukup! Anda telah menciptakan cukup banyak masalah bagi dunia,"ksts utusan China Zhang Jun pada pertemuan Dewan Keamanan melalui konferensi video yang dihadiri oleh beberapa kepala negara.

“Sekarang AS memiliki hampir tujuh juta kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 200.000 kasus kematian."

"Dengan teknologi dan sistem medis tercanggih di dunia, mengapa AS ternyata memiliki kasus dan kematian yang paling banyak dikonfirmasi?".

"Jika seseorang harus dimintai pertanggungjawaban, itu pasti beberapa politisi AS sendiri."

"AS harusnya memahami bahwa kekuatan besar harus berperilaku seperti kekuatan besar," tambahnya.

"Amerika Serikat 'benar-benar terisolasi'," katanya dalam sambutan yang didukung dengan antusias oleh mitranya dari Rusia.

Juru bicara Majelis Umum, Brenden Varma, mengatakan bahwa dia tahu bahwa permasalahan soal pandemi virus corona akan menjadi topik utama.

Apalagi ketika Trump dalam pidatonya menuntut tindakan terhadap China karena menyebarkan "wabah" Covid-19 ke dunia.

Menurutnya, China menekan berita penyakit pernapasan tersebut ketika pertama kali muncul tahun lalu di Wuhan dan menolak berbagai saran untuk mengecilkan risiko penularan.

Pidato provokatif Trump tersebut langsung mendapat respon dari berbagai kepala negara lainnya.

Khususnya bagi negara yang paling terdampak dan negara miskin.

Misalnya orang-orang di Afrika yang khawatir pandemi Covid-19 tidak akan mengganggu ekonomi, tapi juga akan menghambat perkembangan.

"Negara kami meminta dukungan keuangan karena pandemi ini," kata Presiden Niger Mahamadou Issoufou.

Tak hanya Afrika, negara-negara termiskin di dunia lainnya juga meminta bantuan hingga tahun 2021.

Menurut mereka dampak ekonomi akan sama mengerikannya dengan krisis kesehatan.

Berita Terkait: China Mengganas, Gerakkan 300 Kapal ke Perairan Peru dan Ekuador, Laut Amerika Selatan Memanas

Masih seputar China yang disebut kembali berulah di wilayah perairan negara lain.

Situasi laut Pasifik di sepanjang Amerika Selatan tiba-tiba memanas akhir-akhir ini.

Ternyata memanasnya wilayah lepas pantai Amerika Latin itu dipicu oleh pergerakan China di sana.

Dikabarkan China mengerahkan ratusan kapal penangkap ikan raksasa untuk mengeruk hasil laut di kawasan tersebut.

Bahkan kapal-kapal berbendera Tiongkok itu sangat nekat lantaran menangkap ikan di kawasan cagar laut Galapagos sampai ke perairan Peru.

Setidaknya sekitar 300 kapal penangkap ikan besar tersebut disebut-sebut telah melanggar hukum internasional.

Mengutip dari Los Angeles Times, pada Selasa sore kemarin, dalam pidatonya di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Presiden Amerika Serikat (AS) mengecam tindakan tersebut.

Bahkan Aksi pengerukan sumber daya laut besar-besaran oleh warga Xi Jinping itu disoroti oleh Donald Trump.

Selain itu, Tiongkok diklaim telah mencemarkan laut karena disebut-sebut membuang jutaan ton sampah plastik ke lautan.

Termasuk juga menangkap ikan dalam jumlah besar di kawasan negara lain dan perusakan terumbu karang.

Tak lama setelah itu, Kedutaan Besar AS di Peru mengeluarkan tweet yang mengatakan mega-armada China berada di lepas pantainya.

Kedutaan AS di Peru menuduh armada tersebut mengubah nama kapal dan menonaktifkan pelacakan GPS untuk membatasi pengawasan aktivitas armada.

"Penangkapan ikan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan ekologi dan ekonomi yang sangat besar," kata tweet itu. Peru tidak bisa menanggung kerugian seperti itu.

Apa yang dituduhkan pemerintah AS pada TIongkok itupun langsung dibantah oleh Kedutaan Besar China di Peru.

Bahkan mereka menyebut AS berbohong tentang integritas lingkungan dan maritim armada.

“Kami berharap masyarakat Peru tidak tertipu oleh informasi yang tidak benar,” demikian bunyi pernyataan yang ditulis dalam bahasa Spanyol seperti yang dilansir LA Times.

Melansir dari World Bank, Peru dan Ekuador adalah negara yang bergantung pada makanan laut.

Bahkan kedua negara ini memiliki armada-armada laut berukuran besar.

Setidaknya kedua negara dapat menangkap ikan kisaran 4,5 juta metrik ton ikan.

Hal tersebut sama hampir sama dengan apa yang dilakukan oleh nelayan asal AS.

Namun jumlah tersebut ternyata hanya seperempat dari apa yang dipanen China di lautan.

Kedua negara mendapat manfaat dari Arus Humboldt, arus air yang dingin dan kaya nutrisi di lepas pantai Pasifik Amerika Selatan yang membantu memberi makan salah satu daerah penangkapan ikan paling produktif di dunia.

Tahun ini, armada penangkapan ikan China telah mengancam keamanan sumber makanan.

Ini menjadi konflik terbaru yang melibatkan dorongan China untuk memanen makanan laut dari lautan di seluruh dunia.

Mulai Juli, pemerintah Ekuador dan kelompok lingkungan internasional mulai melacak armada besar, yang diparkir di tepi Cagar Laut Galapagos, situs Warisan Dunia UNESCO, dan taman nasional Ekuador.

Cagar alam ini mencakup lebih dari 51.000 mil persegi lautan yang dilindungi di sekitar nusantara, yang terletak sekitar 600 mil di lepas pantai Ekuador.

Lebih dari 20% spesies yang ditemukan di dalam cagar ini adalah spesies unik nusantara.

LA Times memberitakan, menurut laporan yang dikeluarkan oleh Oceana, yang melacak armada tersebut, armada penangkapan ikan China tercatat melakukan sekitar 73.000 jam penangkapan ikan antara 13 Juli dan 13 Agustus dan menyumbang 99% dari aktivitas penangkapan ikan di perimeter cadangan.

Pada 2 Agustus, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa AS mendukung upaya Ekuador untuk mencegah China terlibat dalam penangkapan ikan ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur.

Dia menambahkan bahwa AS mendukung negara-negara yang ekonomi dan sumber daya alamnya terancam oleh kapal berbendera RRC.

Belakangan bulan itu, Penjaga Pantai Amerika Serikat mengirim salah satu kapalnya, Bertholf, ke daerah itu, berkoordinasi dengan angkatan laut Ekuador.

Pasukan gabungan berpatroli lebih dari 3.000 mil di perairan internasional dan Ekuador untuk memantau armada besar tersebut.

Menurut sumber pemerintah dan advokasi, armada besar telah bergerak ke selatan dalam beberapa hari terakhir menuju perairan Peru. (*)

Sumber IntisariSosok.grid.id dan Kontan

Sumber: Grid.ID
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved