Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Kisah DN Aidit, Pentolan Komunis PKI, Pernah Khatam Al Quran Saat Kecil

Aidit kecil ternyata pernah belajar agama Islam. Ia juga pernah menamatkan bacaan Al Quran, atau khatam Al Quran.

Editor: Ilham Yafiz
Wikipedia.org
DN Aidit saat memberikan sambutan pada ulang tahun ke-5 Partai Persatuan Sosialis Jerman (Sozialistische Einheitspartei Deutschlands) di Berlin (1958). 

Pada masa kecilnya, DN Aidit konon juga dikenal di lingkungan dekatnya sebagai pembaca Al Quran yang fasih.  

Sekitar sebulan setelah meletusnya Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), sebagai reporter muda, pada awal November saya mendapat penugasan di Jawa Tengah.

Pada penugasan pertama di luar kota tersebut, saya harus meliput operasi RPKAD membersihkan Gestapu dalam tubuh Kodam Diponegoro.

Beratnya tugas Sarwo Edhie sebagai Komando Operasi akan mudah disadari kalau kita tahu bahwa dari tujuh Batalion Diponegoro yang waktu itu berada di Jawa Tengah, lima sudah dikuasai para perwira beraliran kiri.

Juga dari tiga Komando Resort Militer (Korem) telah pula mereka pengaruhi.

Komandan Korem Yogyakarta, Kolonel Katamso, dan wakilnya, Letnan Kolonel Sugiono, malah diculik, dan dengan sadis dibantai sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam lubang yang dangkal.

Aneh memang, pasukan-pasukan yang tidak berkecenderungan kiri waktu itu justru sedang ditugaskan di Kalimantan Utara dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia.

Dibekali dengan surat pribadi Jenderal Soegandhi kepada Kolonel Sarwo, saya berangkat ke Solo dengan kereta api.

Kolonel Sarwo Edhie sudah berada di Solo waktu itu setelah menyelesaikan tugas di Semarang. 

Apa isi surat, saya tidak pernah tahu.

Tapi, sejak itu, saya selalu diminta berada dekat dengan Komandan, dalam perjalanan darat maupun penerbangan dengan helikopter, ke berbagai kota di wilayah Jawa Tengah.

Kesempatan ini memberi peluang kepada saya menjadi akrab dengan Kolonel Sarwo dan sekaligus mengikuti jalannya operasi dari pusat komando.

Persahabatan saya dengan Pak Sarwo Edhie itu berlangsung terus hingga beliau jatuh sakit sebelum akhirnya meninggal pada 1989.

Kedekatan saya dengan Komandan RPKAD itu tampaknya menimbulkan perasaan tidak senang seorang asistennya.

Mayor Gunawan Wibisono, Asisten Operasi Komandan RPKAD dan teman sependidikan LB Moerdani di Bandung, pernah memperingatkan saya agar menjaga jarak dengan komandannya.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved