Lapor Pak Kapolri! Polisi di Soppeng Tangkap Kakek yangTebang Pohon Jati, Padahal Ditanam Sendiri
Tiga pria yang masih dalam satu keluarga ini bukanlah perampok, pengedar narkoba atau juga koruptor.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Malang nian nasib seorang kakaek di Ale Sewo, Kelurahan Bila, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng.
Niat ingin membangun rumah anaknya dari kayu jati yang ia tanam sendiri, ia malah ditangkap Polisi.
Ia tak sendiri, pria tua yang bernama Natu bin Takka ini ditangkap Polisi bersama Ario Permadi bin Natu, dan Sabang bin Beduu.
Tiga pria yang masih dalam satu keluarga ini bukanlah perampok, pengedar narkoba atau juga koruptor.
Mereka dintangkap dan disidang usai menebang pohon jati yang mereka tanam sendiri.
Mereka menjalani sidang di Pengadilan Negeri Watansoppeng, Selasa (29/9/2020).
Ketiganya dituding menebang pohon dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat berwenang, sebagaimana ketentuan dalam pasal 82 ayat 1 dan 2 junto pasal 12 hurup B Undang-undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengerusakan Hutan (UU P3H).
Menurut pendamping hukum ketiganya dari YLBHI-LBH Makassar, Muhammad Ridwan, ketiga petani tersebut dikriminalisasi.
Pasalnya, Natu cuma menebang pohon jati yang ia tanam sendiri di kebunnya, yang tak jauh dari kediamannya, pada Februari lalu.
"Ia berniat membangun rumah untuk anak laki-lakinya, Ario Permadi. Natu kemudian menebang jati yang ia tanam di kebun milikinya yang lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya. Jati tersebut untuk dijadikan bahan membangun rumah," katanya.
Di kebun itu, Natu juga bercocok tanam berupa jahe, lengkuas, kemiri dan pangi.
Kebun tersebut sudah ia kuasai secara turun temurun dari keluarganya.
"Setiap tahunnya ia membayar pajak atas tanah tersebut. Natu kaget, tiba-tiba ia dipanggil Polisi karena menebang jati yang ia tanam sendiri," lanjutnya.
Ketiganya tak menyangka, bahwa kebunnya masuk dalam kawasan hutan dan gara-gara menebang jati yang ditanamnya sendiri membuatnya berurusan dengan hukum.
Sidang perdana tersebut berlangsung dengan agenda pembacaan dakwaaan dari penuntut umum.
Selanjutnya, sidang kedua akan kembali digelar Selasa (6/10/2020) pekan depan dengan agenda pembuktian.
Ditangkap Polisi karena panen sawit yang ditanam sendiri
Abdul Manan (55), petani yang tinggal di kelurahan Sungai Mempura, kecamatan Mempura, kabupaten Siak duduk termenung di depan rumahnya, Jumat (11/9/2020).
Ia terpana melihat selembar surat pemanggilan dirinya dari Polda Riau.
Informasi petani kebun sawit ini dipanggil Polda Riau menyebar di kampung tersebut.
Sejumlah petani lainnya, kologenya sehari-hari, datang menemui Manan.
Mempertanyakan apa benar Manan dipanggil Reskrimum Polda Riau dengan tuduhah mencuri sawit?
Manan tidak terlalu banyak cerita, ia sodorkan saja surat yang dari pagi dipegangnya itu.
Para petani itu kesal setelah membaca surat itu.
Lagi-lagi PT Duta Swakarya Indah (DSI) yang mencari pasal.
Manan telah dituduh menguasai lahan PT DSI serta mencuri buah sawit perusahaan itu.
Padahal, sepengetahuan masyarakat kampung, Manan hanya berjuang mempertahankan haknya yang telah dirampas perusahaan itu sejak lama.
"PT DSI itu benar-benar keterlaluan. Satu persatu mereka melaporkan kami ke Polda Riau, tuduhannya sangat jahat, yakni mencuri sawit padahal itu dilahan kami sendiri," ujar Sofian, Sekretaris JKP Mempura.
Kepada Tribunpekanbaru.com, Manan membuka suara. Pada 1996, ia mempunyai lahan perkebunan seluas 8 Ha.
Lahannya tersebut diambil oleh PT DSI. Dari 8 Ha itu, baru 4 Ha yang diganti rugi PT DSI pada 2013 lalu.
"Itupun ganti rugi yang membuat saya rugi. Hanya Rp 10 juta digantinya untuk 1 Ha lahan. Saya baru terima Rp 40 juta dengan dua kali bayar. Artinya tanah saya yang digantiruginya hanya 4 Ha," kata dia.
Manan meluruskan, ganti rugi itu diterimanya pada 2013. Sedangkan pada surat pemanggilan yang dilayangkan Polda Riau, ganti rugi itu dituliskan pada 2011.
"Pada 2008, saya sudah menanami lahan saya itu dengan karet, sawit dan lain-lain. Tetapi dibersihkan oleh pihak perusahaan," kata dia.
Manan masih merasa berhak menguasai lahan seluas 4 Ha yang tersisa.
Di atas lahan itulah ia berharap bisa bercocok tanam untuk penopang hidupnya.
Setiap kali Manan ingin memanen sawitnya di atas kebun itu, ia dituduh sebagai pencuri dan menguasai lahan yang telah diganti rugi.
"Saya dilaporkan oleh orang PT tersebut, hingga saya dipanggil Polda pada Selasa mendatang. Ini yang membuat saya merasa tidak adil dengan keberadaan perusahaan ini di kampung kami ini," kata dia.
Nasib Manan ibarat jatuh tertimpa tangga. Setelah tanahnya dirampas, tiba-tiba dia dilaporkan pula sebagai pencuri buah sawit.
Derita seperti ini ternyata tidak hanya dirasakan Manan seorang. Rata-rata petani di Mempura yang mempunyai lahan di Dayun bermasalah dengan PT DSI.
Sejak PT DSI masuk ke Siak, 2016 lalu, sudah belasan orang petani kecil terpanggil ke Polda Riau.
Tuduhannya penyerobotan, penguasaan lahan yang telah diganti rugi dan pencurian buah sawit.
Azizah (48), lahannya bersempadan dengan lahan Abdul Manan. Lahannya seluas 8 Ha di kecamatan Dayun dengan berbeda hamparan juga berada dalam kawasan PT DSI. Ia justru tidak pernah menerima ganti rugi hingga sekarang.
"Kami tetap memperjuangkan lahan kami, agar yang menjadi penopang hidup kami bisa kembali ke kami. Tapi orang PT itu kadang memakai aparat untuk menghalangi kami," kata dia.
Murat (50), warga Mempura mempunyai 2 Ha di sana. Ia pertama menanam sawit pada 2003 lalu. Pada 2008, PT DSI membenamkan sawit yang ia tanam hingga rata semuanya. Harapannya hilang saat perusahaan itu merampas hak miliknya.
"Dulu oknum polisi yang menjaga perkebunan perusahaan itu, sekarang oknum tentara angkatan udara. Statusnya entah apa di sana dan oknum itu namanya Sodik," ujar Murat.
Hal serupa juga dirasakan Siti Aminah dan Umar (alm). Padahal suami istri yang saat ini perjuangannya dilanjutkan oleh ahliwarisnya itu memegang SKT, seluas 4 Ha.
"Sejak 2008 kami tidak bisa kuasai lahan itu. Kami selalu dituduh mencuri sawit. Kami saja yang berkoar-koar tidak ada pejabat pemeruntah yang membantu kami," kata dia.
Begitu juga cerita Pendi (52), yang telah membeli lahan kepada Sangkut Dalimunte pada 2003 lalu di kecamatan Dayun seluas 2 Ha. Ia membeli lahan itu dalam keadaam terdapat sawit.
"Setelah saya sisip dan saya rawat, pada 2008 datanglah si DSI ini yang mengatakan itu tanah dia. Tentu saya tidak terima. Saat malam hari, dia ratakan seluruh tanaman saya, kemudian dia kuasai dan dia katakan itu tanah dia," kata dia.
Padahal Pendi memegang SKGR atas lahannya tersebut. Namun PT DSI memaksa agar Pendi mengalah saja dan dapat bantuan ganti rugi.
"Saya tidak mau sama sekali, tetapi mereka tetap menguasai. Saya sudah kemana -mana, mengadu ke DPRD pun sudah, tapi tidak ada juga hasiknya," kata dia.
Mantan anggota komisi II DPRD Siak Ariadi Tarigan mengemukakan, pihaknya sudah mencoba memperjuangkan masyarakat namun PT DSI terlalu superior. Karena itu, PT DSI di Siak termasuk korporasi yang semena-mena kepada petani.
"Perusahaan itu sudah lama tidak mempertimbangkan hajat hidup petani lokal. Perusahaan itu tidak sadar telah melakukan praktek yang tidak benar di Siak sehingga menimbulkan banyak korban," kata dia.
Ariadi juga meminta agar aparat penegak hukum seperti Polda Riau dan Kejaksaan bijak dalam melihat perkara ini. Jika seluruh petani yang bermasalah dengan PT DSI dituduh mencuri sawit akan mengakibatkan dampak sosial baru di tengah masyarakat.
"Meskipun hari ini saya tidak anggota dewan lagi saya akan terus berjuang untuk masyarakat," kata dia.
Untuk diketahui, PT DSI memperoleh Izin Lokasi (Inlok) seluas 8.000 hektare di Kabupaten Siak pada 2006 lalu.
Selanjutnya pada 2009 PT DSI memperoleh IUP yang diterbitkan Pemkab Siak. Inlok dan IUP PT DSI ini sama luasannya yakni 8000 Ha.
Padahal PT DSI hanya mampu menggarap lahan itu seluas 2.600 hektare. Selain itu, hingga saat ini PT DSI tidak mempunyai Hak Guna Usaha (HGU).
Di dalam izinnya tersebut juga terdapat lahan masyarakat sebagai biang konflik perusahaan dengan petani setempat.
Hingga sekarang, konflik warga dengan PT DSI itu tak pernah berakhir. PT DSI juga kerap melaporkan warga masyarakat ke polisi dengan berbagai tuduhan.
(*)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tebang Pohon Jati yang Ditanam Sendiri demi Bangun Rumah Anak, 3 Petani Ditangkap Polisi & Disidang.
