Keinginan Jokowi yang Terkabul, Ini Kerugian yang Dialami Buruh Usai Sahnya Omnibus Law Cipta Kerja
Semua kerugian itu meliputi masifnya kerja kontrak, outsourcing pada semua jenis pekerjaan, dan jam lembur yang kian eksploitatif.
Padahal, pada saat yang sama, banyak aktivitas masyarakat yang diminta pemerintah untuk dikurangi mengingat tengah menghadapi situasi pandemi Covid-19.
Pembahasan RUU itu, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan, sempat ditunda oleh Presiden setelah serikat buruh mengancam akan mogok nasional pada akhir April 2020.
Meski demikian, penundaan tak berlangsung lama.
Pemerintah akhirnya melanjutkan kembali pembahasannya.
Bahkan, DPR mengakui proses pembahasan memakan waktu 7x24 jam hingga menggunakan masa reses mereka.
Berpotensi Dibatalkan MK
Omnibus Law UU Cipta Kerja telah disahkan DPR pada Senin (5/10/2020).
Sahnya UU tersebut memicu kemarahan di sejumlah elemen masyarakat.
Sebab, UU ini tak hanya berdampak pada buruh saja, melainkan sektor lainnya.
Namun ada kabar baik di tengah demo dan aksi mogok saat ini.
Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menyebut Mahkamah Konstitusi (MK) dapat membatalkan seluruh isi dari Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
"Omnibus law itu, otomatis jelas melanggar kontstitusi karena prinsipnya dalam negara demokrasi itu, merampas hak undang-undang, itu tidak boleh," kata Fahri dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (7/10/2020).
"Pembuatan undang-undang harus mengacu pada tata cara pembuatan undang-undang, bukan hanya soal sosialiasi, tapi harusnya pakai Perppu dan diuji di DPR," sambung Fahri.
Menurut, UU Cipta Kerja bukan undang-undang hasil revisi atau amandemen, melainkan undang-undang baru yang dibuat dengan menerobos banyak undang-undang.
Selain melangggar konstitusi, kata Fahri, UU Cipta Kerja juga merampas hak publik dan rakyat, sehingga jelas-jelas melanggar HAM.