Video Berita
Video: Tetap Dukung Kartun Nabi Muhammad, Ribuan Warga Bangladesh Protes Terhadap Presiden Perancis
Sekitar 10.000 orang melakukan protes terhadap Presiden Perancis Emmanuel Macron terhadap hukum sekuler yang melindungi kartun Nabi Muhammad
TRIBUNPEKANBARU.COM- Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan tidak akan mencegah penerbitan kartun yang menghina Nabi Muhammad dengan dalih kebebasan berekspresi.
Pernyataan tersebut langsung memicu kemarahan oleh dunia Arab dan dunia Muslim.
Jalal Chahda, seorang pembawa acara senior dari saluran berita Al Jazeera, menolak segala bentuk pencelaan terhadap Nabi Muhammad.
Baca juga: Mulut Pedas Presiden Prancis Emmanuel Macron Pancing Aksi Protes Umat Muslim di Belahan Dunia
Baca juga: Emmanuel Macron Sebut Islam Sebagai Teroris, Recep Tayyip Erdogan: Akal Sehatnya Hilang
"Saya Jalal Chahda, seorang Kristen Levantine Arab, dan saya dengan keras menolak dan mencela penghinaan terhadap Nabi Islam, Utusan Tuhan #Muhammad,” tulisnya di Twitter.
Dia mengunggah tulisan tersebut bersama dengan kaligrafi Nabi Muhammad sebagaimana dilansir dari Anadolu Agency, Senin (26/10/2020).
Unggahan tersebut direspons komentar dari rekan Muslimnya dan memuji twit tersebut.
Ghada Owais, presenter Al Jazeera lainnya yang juga beragama Kristen, me-retweet unggahan Chahda.
Aksi protes di Bangladesh
Sekitar 10.000 orang berkumpul di Dhaka, Bangladesh pada Selasa (27/10/2020) melakukan protes terhadap Presiden Perancis Emmanuel Macron dan dukungannya terhadap hukum sekuler yang melindungi kartun Nabi Muhammad di bawah naungan kebebasan berbicara.
Para demonstran berasal dari kelompok konservatif Islam, Andolon Bangladesh yang membawa banner juga plakat bertuliskan
"Seluruh Muslim Sedunia Bersatu" dan "Boikot Perancis".
Demonstrasi itu, menurut laporan Associated Press (AP) merupakan yang terbesar dalam kasus penerbitan kartun Nabi Muhammad beberapa waktu terakhir.
Beberapa demonstran membawa gambar guntingan Presiden Macron dengan tanda silang (X) di wajah.
Salah satunya membawa poster besar presiden Perancis itu dengan kalung sepatu sebagai tanda penghinaan.
Isu itu merupakan buntut dari kasus pemenggalan seorang guru di Perancis yang dibunuh oleh seorang remaja berusia 18 tahun etnis Chechen, Abdoullakh Anzorov dari Rusia yang ditembak mati aparat.
Guru yang dipenggal, Samuel Paty sebelumnya mengajar kelas kebebasan berpendapat yang menunjukkan kartun Nabi Muhammad.
Dia merupakan simbol cita-cita sekuler Perancis yang kokoh dan penolakan terhadap interupsi atas nama agama di ruang publik.
Macron dan anggota pemerintahannya telah berjanji untuk terus mendukung karikatur nabi besar umat Islam yang dilindungi oleh kebebasan berekspresi.
Politisi muslim, ulama dan mayoritas masyarakat muslim mengutuk penggambaran semacam itu dan menganggapnya sebagai ujaran kebencian serta penghinaan pada kesakralan simbol Islam.
Sebagai respons, muslim yang berdemo menyerukan boikot produk Perancis.
Lima tahun yang lalu, ekstremis Al Qaeda kelahiran Perancis membunuh 12 karyawan majalah mingguan satir Perancis, Charlie Hebdo sebagai respons keras atas penerbitan karikatur yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Kartun-kartun itu juga memicu protes massal di negara-negara mayoritas Muslim, dengan beberapa di antaranya menjadi kasus yang mematikan.
Para demonstran di Bangladesh berkumpul di depan Masjid Baitul Mokarram utama di pusat kota Dhaka Selasa pagi waktu setempat.
Mereka berjalan menuju kedutaan besar Perancis, namun polisi menghalangi demonstran yang protes dan mengakhiri tanpa kekerasan.
Rezaul Karim, ketua kelompok Islami Andolon di Bangladesh, meminta Perancis menahan diri untuk tidak menampilkan karikatur nabi.
“Kami umat Islam tidak pernah membuat karikatur pemuka agama lain,” ujarnya.
"Allah mengutus Nabi Muhammad sebagai pembawa perdamaian...
Macron dan rekan-rekannya tidak belajar apa pun dari sejarah," tambahnya, sebelum menyerukan umat Islam untuk memboikot barang-barang keluaran Perancis.
Karim juga mengatakan Macron harus dirawat karena "penyakit mental"-nya, pernyataan senada dengan yang dibuat beberapa hari sebelumnya oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan paling gencar dalam kritiknya di antara para pemimpin politik dengan mengatakan bahwa Macron perlu diperiksa kepalanya dan telah tersesat.
Namun, tidak seperti yang dilakukan Turki, Pakistan, dan negara-negara mayoritas Muslim lainnya, pemimpin politik Bangladesh tidak menyerukan protes.
Bangladesh sendiri negara berpenduduk 160 juta jiwa yang sebagian besar beragama Islam, diatur oleh konstitusi yang sekuler. (*)