Berbelit-belit Saat Bersaksi di Sidang Korupsi, Anggota DPRD Kuansing Ditegur Hakim
Bukan hanya teguran dari hakim, Azrori juga dapat ancaman dari penasehat hukum terdakwa.
Penulis: Dian Maja Palti Siahaan | Editor: Ariestia
TRIBUNPEKANBARU.COM, TELUK KUANTAN – Anggota DPRD Kuansing, Azrori Analke Apes mendapat teguran dari hakim kala bersaksi dalam sidang dugaan korupsi Bagian Umum Sekretariat Daerah (Setda) Pemkab Kuansing anggaran APBD 2017, Kamis (5/11/2020).
Bukan hanya teguran dari hakim, Azrori juga dapat ancaman dari penasehat hukum terdakwa.
Pengadilan Tipikor Pekanbaru kembali menggelar sidang dugaan korupsi secara daring yang dipimpin majelis hakim Faisal.
Lima terdakwa tersebar di Puskesmas Sentajo Raya dan Mapolsek Kuantan Tengah, Kuansing. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan saksi di Kejaksaan Negeri Kuansing.
Sidang sendiri untuk semua terdakwa. Yakni mantan Plt Sekda Kuansing Muharlius selaku pengguna anggaran (PA), M Saleh ; mantan Kabag umum dan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Verdy Ananta; mantan bendahara pengeluaraan rutin; Hetty Herlina; mantan Kasubag kepegawaian dan selaku PPTK serta Yuhendrizal; mantan Kasubag tata usaha dan selaku PPTK.
Baca juga: Fakta Sidang Dugaan Korupsi Makan Minum Setda Kuansing, Pola Mark Up Terungkap, Saksi Kunci Absen
Baca juga: Warga Meranti Tersengat Listrik Mesin Gerinda, Sebelum Tewas Sempat Teriak Minta Tolong ke Istri
Teguran dari hakim dan penasehat hukum terdakwa diberikan pada Azrori karena dinilai berbelit-belit dalam bersaksi.
Politisi PPP ini dihadirkan sebagai saksi bukan sebagai anggota dewan.
Namun sebagai pihak ketiga yang terkait dengan dugaan korupsi.
Ia memiliki usaha percetakan. Nah, beberapa pesanan terkait baliho dan lain-lain, ada dilakukan terdakwa ke usaha Azrori.
Kwitansi atas nama usaha juga ada dalam pembayaran yang juga dijadikan JPU sebagai bukti.
Awalnya, Azrori menegaskan seluruh pesanan ke usahanya hanya bernilai Rp 75 juta lebih. Ternyata, ada kwitansi-kwitansi fiktif lainnya yang dibuat tersangka.
Nilai Rp 75 juta tersebut ada dalam 69 kwitansi. 69 kwitansi inilah yang diklaim merupakan kwitansi yang dikeluarkan perushaan Azrori.
Nah, ternyata para terdakwa melampirkan kwitansi lebih banyak atas nama usaha Azrori dalam proses pertanggungjawaban.
Kwitansi lainnya inilah yang diklaim sebagai kwitansi fiktif.
"Kalau kwitansi yang Rp 75 juta lebih tidak masalah. Yang junlahnya 69 kwitansi itu sesuai. Kalau kwitansi lainnya, saya tidak tau itu. Totalnya (nominal) juga saya tidak tau,” katanya.
Soal kwitansi yang sesuai dan yang tidak sesuai inilah yang dipertanyakan pengacara terdakwa M Saleh dan Verdy Ananta. Pengacara dua terdakwa ini sama.
Sang pengacara mempertanyakan apakah Azrori melihat 69 kwitansi dan kwitansinya lainnya tersebut. Azrori kadang menjawab melihat dan kadang tidak melihat.
Begitu juga kala ditanya apakah saat pemeriksaan di Kejaksaan, apakah jaksa menunjukkan kwitansi atau tidak. Terdesak dengan pertanyaan tersebut, Azrori menjawab, “tidak ingat”.
Azori pun terus dicecar pertanyaan.
“Bagaimana Anda mengatakan 69 kwitansi itu adalah benar. Padahal anda tidak melihat kwitansinya,” cecar sang pengacara. “Apa patokan mengatakan 69 kwitansi ini benar dan yang lain tidak benar?” tanya sang pengacara lagi.
“Laporan dari staf saya. Saya dapat dari staf saya,” kata Azrori.
Sang pengacara pun meminta agar Azrori berkata jujur dalam menyampaikan kesaksian. Sebab ada ancaman pidana bila menyampaikan kesaksian palsu.
“Ini berarti ketarangan bapak (dalam BAP) berasal dari staf bapak ya?”, tanya pengacara terdakwa.
“Iya Pak,” jawab Azrori.
“Tadi iya. Sekarang tidak. Sekarang lupa. Tadi lihat. Sekarang tidak lihat,” ucap sang pengacara dengan nada kesal.
Melihat plin plannya saksi, hakim ketua dalam persidangan tersebut, Faisal memberi teguran pada Azrori.
“Saksi harus baca seluruh berita acara. Harus jelas. Jangan plin plan. Jangan mencla mencle,” kata hakim Faisal.
Faisal juga mengingatkan kesaksian Azrori dicatat. Bukan hanya majelis hakim namun juga ada malaikat di kanan kiri sang saksi.
“Ada malaikat kiri kanan itu yang mencatat. Jadi jujur atau bohong itu dicatat. Ini nasib orang,” tegas Faisal.
Dalam sidang tersebut, JPU menghadirkan enam saksi. Azrori menjadi saksi ketiga yang bersaksi.
Atas plin plannya Azrori, saksi lainnya pun menggerutu.
“Ini memperlama. Seharusnya kami sudah bersaksi. Ini belum lagi. Jawab sajalah iya atau tidak,” keluh seorang saksi.
Sidang sendiri memang sampai malam. Selain karena kesaksian Azrori yang berbelit-belit, sidang juga beberapa kali diskor akibat suara dari JPU dan para saksi yang kurang jelas didengar.
Enam saksi yang dihadirkan dalam persidangan Kamis (5/11/2020) merupakan pihak ketiga.
Yakni Murliati, pemilik kurnia catring, kantin di kantor bupati Kuansing; Japrimal pemilik percetakan ATK, Azrori Analke Apas - pemilik percetakan dan anggota DPRD Kuansing serta Laden Aryono, Nurliana juga dari pihak ketiga dan Helfy Gusrinan dari pihak teller bank.
Dalam kasus ini, dugaan kerugian negara sebesar Rp Rp 10.462.264.516. Dari kerugian negara tersebut, sudah dikembalikan sebesar Rp 2.951.910. Sisa kerugian negara yang belum dibayarkan sebesar Rp 7.451.038.606.
Dugaan korupsi ini pada enam kegiatan.
Yakni kegiatan dialog atau audiensi dengan toko-tokoh masyarakat, pimpinan/anggota organisasi sosial masyarakat; Penerimaan kunjungan kerja pejabat negera/dapertemen/lembaga pemeringah non dapeetemen/luar negeri; Rapat koordinasi unsur muspida; Rapat koordinasi pejabat pemerintah daerah; Kunjungan kerja/ inspeksi kepala daerah/wakil kepala daerah dan terakhir Penyediaan makan dan minum (rutin).
Total nilai enam kegiatan tersebut pada Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) dan Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) yakni sebesar Rp 13.300.600.000.
Sedangkan realisasi anggaran sebesar Rp 13.209.590.102. (Tribunpekanbaru.com/Palti Siahaan)