Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Beginilah Media Asing Menilai Mengapa Sering Terjadi Pesawat Jatuh di Indonesia, Sebut Ini Faktornya

Beginilah media asing menilai seringnya kejadian pesawat jatuh di Indonesia. Di antaranya gara-gara ini faktornya penyebabnya

Editor: Budi Rahmat
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Petugas Basarnas memeriksa benda yang diduga serpihan dari pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta - Pontianak yang hilang kontak di perairan Pulau Seribu, di Dermaga JICT, Jakarta, Minggu (10/1/2021). Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 yang hilang kontak pada Sabtu (9/1) sekitar pukul 14.40 WIB di ketinggian 10 ribu kaki tersebut membawa enam awak dan 56 penumpang. 

Faktor cuaca sendiri juga berdampak pada tertundanya penerbangan Sriwijaya Air SJ 182 selama 1 jam.

Kedua, Bloomberg mengungkap faktor komunkasi sebagai penyebab kenapa pesawat Indonesia sering jatuh.

Contohnya insiden AirAsia pada Desember 2014 yang berangkat dari Surabaya. Pilot Indonesia dan kopilot dari Perancis gagal menangani kendala di auto-pilot, sehingga pesawat terjun ke laut.

Bloomberg menutup pemberitaannya dengan data pesawat Boeing 737-500 yang mengalami 8 kecelakaan dengan total 220 korban tewas, menurut Aviation Safety Network.

Kombinasi faktor ekonomi, sosial, dan geografi

Media AS lainnya, Associated Press atau yang biasa disingkat AP, menyebut ada tiga alasan di balik pesawat Indonesia sering jatuh.

"Ini karena kombinasi dari faktor ekonomi, sosial, dan geografi," tulis AP di artikel berjudul "EXPLAINER: Why Indonesia’s plane safety record is a concern", Senin (11/1/2021).

AP juga menyoroti maraknya Low Cost Carrier (LCC) di Indonesia yang menjadi opsi murah untuk terbang, meski masih banyak wilayah kurang memiliki infrastruktur yang aman.

"Industri ini memiliki sedikit regulasi atau pengawasan pada tahun-tahun awal booming penerbangan Indonesia," tulis AP.

Mengutip data dari Aviation Safety Network, sejak 1945 ada 104 kecelakaan penerbangan sipil di Indonesia dan korban tewasnya sebanyak 2.301, terbanyak di Asia dan di urutan 8 dunia.

Salah satu dampaknya, maskapai Indonesia sempat dilarang masuk AS pada 2007-2016 karena satu atau lebih faktor, seperti keahlian teknis, personel terlatih, prosedur pencatatan dan pemeriksaan.

"Uni Eropa juga menerapkan larangan serupa dari 2007 hingga 2018," lanjut AP.

Meski begitu, media yang berdiri sejak 1846 tersebut juga menerangkan bahwa belakangan ini kondisi mulai membaik di dunia aviasi Indonesia.

"Kemajuan industri ini meningkat signifikan dan pengawasan menjadi lebih ketat," kata pakar penerbangan dan pemimpin redaksi AirlineRatings.com, Geoffrey Thomas, kepada AP.

Kemajuan itu antara lain inspeksi yang semakin intens, regulasi yang lebih kuat, fasilitas dan perawatan yang lebih baik, dan pilot yang semakin terlatih.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved