Bukan Sinovac atau Pfizer, AS Berjanji Akan Berbagi 60 Juta Vaksin AstraZeneca yang Sudah Disimpan
Laporan dan gambar orang yang sekarat di trotoar menunggu perawatan telah menggarisbawahi parahnya lonjakan tersebut.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Amerika Serikat (AS) sedang membuat rencana untuk membagikan jutaan dosis vaksin Covid-19 AstraZeneca dengan dunia, dan mempersiapkan upaya besar untuk membantu India melawan kebangkitan virus.
Rencana ini datang setelah muncul seruan agar AS berbuat lebih banyak untuk membantu negara-negara berkembang dalam menghadapi pandemi.
Wall Street Journal melaporkan, Gedung Putih mengatakan Senin (26/4/2021) akan membagikan sebanyak 60 juta dosis vaksin AstraZeneca dengan seluruh dunia.
Pejabat AS juga mengatakan mereka sedang menjajaki opsi untuk segera mengirimkan oksigen dan pasokan terkait ke India.
Presiden AS, Joe Biden berbicara dengan Perdana Menteri India Narendra Modi ketika negara Asia Selatan itu melaporkan 352.991 kasus virus corona baru pada Senin (26/4/2021).
Kondisi tersebut menandai hari kelima berturut-turut negara itu mencetak rekor global, untuk peningkatan infeksi dalam satu hari.
Pemerintahan Biden telah menghadapi tekanan yang semakin besar untuk membagikan dosis vaksin.
Terutama untuk India dan negara berkembang lainnya, yang terpukul pandemi virus corona, dan jauh di belakang negara-negara kaya dalam pengadaan dan pemberian dosis vaksin.
Baca juga: Sudah Pulang ke Rumah, Intip Momen Manis Sule Bangunkan Nathalie Holscher saat Sahur
Baca juga: TERUNGKAP KECURANGAN Rapid Antigen di Bandara Kualanamu: Alat Tes Ternyata Sudah Kedaluwarsa
Baca juga: Polemik Gaji Guru Honorer Belum Dibayar, Arnita Sari Minta Pemda Perbaiki Regulasi Birokrasi
Rumah sakit India kewalahan, karena negara tersebut mencatat satu juta kasus baru hanya dalam tiga hari.
Tempat tidur dan oksigen dalam persediaan sedikit dan krematorium kehabisan ruang pembakaran.
Laporan dan gambar orang yang sekarat di trotoar menunggu perawatan telah menggarisbawahi parahnya lonjakan tersebut.
Biden dan beberapa pejabat tinggi pemerintahannya tidak mengeluarkan pernyataan publik tentang krisis tersebut hingga akhir pekan, sehingga menimbulkan protes.
Pada Minggu (25/4/2021), Gedung Putih mengatakan akan mengirim terapi, alat tes diagnostik cepat, ventilator dan alat pelindung untuk membantu India.
Pada Senin (26/4/2021), para pejabat mengatakan mereka juga akan mengirim pengobatan antivirus “remdesivir,” dan mengerahkan tim ahli kesehatan masyarakat AS ke India.
Baca juga: Kapal Selam Indonesia Kini Tinggal 4 Setelah KRI Nanggala-402 Tenggelam
Baca juga: Junta Militer Semakin Haus Darah, Pemberontak Malah Dianggap Pahlawan Bagi Rakyat Myanmar
Namun Gedung Putih tidak menyetujui sumbangan pasokan vaksin ke India, dengan mengatakan bahwa mereka akan menyediakan sumber bahan mentah untuk membantu India memproduksi lebih banyak vaksin.
Gedung Putih mengatakan sebanyak 16 juta dosis AstraZeneca dapat tersedia untuk negara lain dalam dua bulan ke depan. Tetapi tidak mengidentifikasi penerima atau mengatakan apakah India akan termasuk di antara mereka.
Izin AstraZeneca
Vaksin AstraZeneca belum diizinkan untuk digunakan di AS.
Gedung Putih mengatakan dosis masih dapat diekspor ke negara lain, setelah Food and Drug Administration (FDA) menganggap vaksin tersebut telah memenuhi harapan "kualitas produk" tertentu, sebagai bagian dari tinjauan berkelanjutan oleh regulator dari pabrik tempat vaksin diproduksi di AS
AstraZeneca menolak berkomentar apakah telah dikonsultasikan terkait keputusan tersebut.
Baca juga: Sempat Kirim Pesan Tolong, Gadis 22 Tahun di Aceh Hilang Sejak Sebulan Lalu, Keluarga Cemas
Baca juga: Ferdinan Anak Sule Girang, Nathalie Holscher Akhirnya Pulang, Sambut Sang Bunda di Pintu Gerbang
"Dosis tersebut merupakan bagian dari komitmen pasokan AstraZeneca kepada pemerintah AS," kata juru bicara AstraZeneca dalam email.
“Keputusan untuk mengirim pasokan AS ke negara lain dibuat oleh pemerintah AS.”
Seorang pejabat senior India mengatakan New Delhi tidak secara khusus meminta pasokan dosis AstraZeneca yang tidak terpakai. Tetapi dengan senang hati akan menerima sebagian dari mereka jika ditawarkan.
"Yang mengejutkan kami adalah respons yang lambat dari AS. Hal itu menimbulkan keraguan dalam opini publik, dan terkadang menimbulkan komplikasi," kata pejabat itu.
"Saya tidak berpikir itu adalah tindakan yang disengaja, rencana yang dipikirkan dengan baik untuk menghina India. Seseorang baru saja membuat kesalahan.”
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price membantah tuduhan bahwa AS lambat merespons, meski mengakui lebih banyak bantuan diperlukan.
"Kami menyadari bahwa wabah saat ini telah sangat mengkhawatirkan di India, sehingga masih banyak yang bisa kami lakukan," kata Price pada Senin (26/4/2021).
Meskipun demikian, para kritikus mengatakan tanggapan AS yang tertunda harus berfungsi sebagai pengingat, bahwa New Delhi tidak bisa terlalu bergantung pada Washington.
India dan AS juga tetap berselisih tentang dorongan New Delhi, untuk mengesampingkan hak kekayaan intelektual perusahaan farmasi atas vaksin yang menyelamatkan nyawa.
Pemerintahan Biden telah meningkatkan hubungan dengan India sebagai salah satu tujuan utama kebijakan luar negerinya. New Delhi dilihat sebagai sekutu potensial penting melawan China di kawasan Indo-Pasifik.
Bulan lalu, Biden secara virtual bertemu dengan para pemimpin India, Jepang dan Australia untuk membahas produksi lebih banyak vaksin untuk wilayah tersebut, sebuah langkah yang dimaksudkan untuk menandai prioritas AS.
Lonjakan di India, yang dimulai pada Maret, membawa total infeksi di negara itu menjadi lebih dari 17 juta sejak dimulainya pandemi.
Korban tewas negara itu mencapai lebih dari 195.000 pada Senin, tetapi para ahli kesehatan masyarakat mengatakan angka tersebut kemungkinan lebih tinggi.