Benjamin Netanyahu Lengser, Nasib Rakyat Palestina Bakal Semakin Parah Di Tangan Bennett
Pemerintahan baru Israel saat ini adalah yang terluas (secara ideologis) dalam 73 tahun sejarah “Negeri Zionis.”
Beberapa pihak diyakini ingin melonggarkan pembatasan agama lebih luas daripada yang mungkin diizinkan Yamina, sebagai partai religius nasional.
Selain itu tantangan juga bisa muncul dalam pembentukan kebijakan sosial.
Jika beberapa pihak ingin memajukan hak-hak gay, seperti mengakui pernikahan sesama jenis, Raam (sebuah partai Islam) menentangnya.
Konflik perbatasan Raam sebagai Partai Arab independen pertama, yang menjadi bagian dari koalisi penguasa, disebut mungkin akan berpotensi punya dampak paling signifikan.
Dimasukkannya Raam dan partai sayap kiri Israel non-Arab berarti mungkin ada gesekan pada isu-isu seperti kebijakan Israel terhadap Palestina.
Yamina dan partai sayap kanan lainnya, New Hope, adalah pendukung setia pemukiman Yahudi di wilayah Barat yang diduduki Israel. Tepi Barat, misalnya.
Sementara itu, pemimpin partai Islam konservatif Ra’am, Mansour Abbas menyatakan akan merebut kembali semua tanah Palestina.
"Kami akan merebut kembali tanah yang diambil alih dari orang-orang kami," kata Abbas dalam pidatonya di depan sidang pleno Knesset, 13 Juni kemarin.
Abbas menolak klaim yang menyebut bahwa pemerintah yang akan datang akan “menjual bagian selatan Israel” pada partainya.
Perwakilan dari Palestina telah bereaksi meremehkan pemerintah baru Israel.
"Ini urusan internal Israel. Posisi kami selalu jelas, yang kami inginkan adalah negara Palestina dengan perbatasan 1967 dan Yerusalem sebagai ibu kotanya," kata juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas melansir BBC.
"Ini adalah pendudukan dan entitas kolonial, yang harus kami lawan dengan paksa untuk mendapatkan kembali hak kami," kata juru bicara Hamas, kelompok Islam yang menguasai Jalur Gaza.
(*)