Polemik Rektor UI Ari Kuncoro Langgar Aturan Rangkap Jabatan, Statuta Direvisi, Ini Kata BEM UI
Rektor UI menjadi sorotan karena dianggap mendapat pembelaan dari pemerintah, setelah sebelumnya melanggar statuta.
Namun, kondisi ideal tersebut hanya dapat terwujud apabila dalam praktiknya hukum memang benar-benar ditegakkan. Kenyataannya, hukum seringkali hanya menjadi alat bagi penguasa untuk memenuhi hasratnya.
Tak jarang, hukum dibelokkan, dibengkokkan, bahkan dipatahkan demi kepentingan kekuasaan. Salah satu kasus yang dapatdijadikan refleksi terhadap hal tersebut adalah kasus rangkap jabatan Prof. Ari Kuncoro. S.E., M.A., Ph.D. Pada 4 Desember 2019, Saleh Husin, Ketua Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia (MWA UI) melantik Prof. Ari sebagai Rektor UI periode 2019-2024.
Kejadian ini juga beriringan dengan serah terima jabatan dari Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis, M. Met kepada Prof. Ari.
Polemik kemudian timbul ketika pada tanggal 18 Februari 2020, Prof. Ari dikukuhkan sebagai Wakil Komisaris Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BRI). Kemudian, pada 15 September 2020, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan kelulusan penilaian fit and proper test terhadap Prof. Ari sebagai calon Wakil Komisaris BRI.
Dengan demikian, Prof. Ari telah menjadi pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. Peristiwa inilah yang menjadi pelanggaran hukum terhadap aturan yang berlaku pada saat itu, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI. Pasal 35 huruf c PP tersebut menyatakan bahwa Rektor dan Wakil Rektor UI dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Prof. Ari, berbagai hal telah diusahakan oleh berbagai pihak untuk menindaklanjuti permasalahan ini.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyatakan bahwa Prof. Ari sebagai Wakil Komisaris BUMN telah melanggar Pasal 35 huruf c PP No. 68 tentang Statuta UI.
Ombudsman menilai bahwa ditemukan adanya maladministrasi dari pengangkatan Prof. Ari sebagai Rektor UI dan Prof. Ari seharusnya tidak lagi menjadi pejabat di BUMN tersebut.
Terkait hal ini, Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia Unsur Mahasiswa (BK MWA UI UM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) juga telah menyuarakan keresahannya dengan menulis kajian terkait rangkap jabatan yang dilakukan oleh Prof. Ari dan menyerahkannya pada MWA UI.
Hal tersebut dilakukan dengan harapan akan ada tindak lanjut terkait pelanggaran Prof. Ari terhadap Pasal 35 huruf c Statuta UI. Namun, tidak pernah ada tindak lanjut maupun pertanggungjawaban yang konkret mengenai hal ini.
Pada akhir Juni 2021, kembali terjadi eskalasi terhadap isu rangkap jabatan yang dilakukan oleh Prof. Ari sebagai Rektor UI.
Kejadian tersebut bermula setelah Rektorat UI melakukan pemanggilan terhadap beberapa fungsionaris BEM UI dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Indonesia (DPM UI) terkait publikasi BEM UI yang viral karena menyuarakan kritiknya terhadap Presiden Joko Widodo.
Pemanggilan tersebut mengakibatkan perhatian masyarakat terpusat kepada Rektorat UI yang pada akhirnya turut menyebabkan kembali disorotnya isu rangkap jabatan Prof. Ari sebagai Rektor UI.
Sebagai tindak lanjut dari ramainya perhatian publik terhadap hal ini, pada 30 Juni 2021, sembilan alumni UI membuat petisi berjudul “Rektor UI yang melanggar aturan, bukan BEM UI. Hapus Rangkap Jabatan Rektor UI!”
Dalam penjelasannya, petisi tersebut bertujuan untuk menuntut Prof. Ari untuk mundur dari jabatannya sebagai Rektor UI karena telah melanggar Pasal 35 huruf c PP No. 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI.