Armada Tak Jalan Selama Pandemi, Giliran Pengusaha Bus Angkat Bendera Putih : Kekuatanku Wis Entek

Setelah pengusaha hotel dan restoran mengibarkan bendera putih, kini giliran pengusaha bus pariwisata di Salatiga yang protes karena kebijakan PPKM.

Editor: CandraDani
KOMPAS.com/DIAN ADE PERMANA
Pengusaha transportasi pariwisata dan kru mengibarkan bendera putih dan aksi lempar kunci karena terdesak leasing. 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Pengusaha perusahaan otobus (PO) pariwisata di Kota Salatiga dan sekitarnya mengadakan aksi pasang bendera putih dan melempar kunci armada karena mereka tidak bekerja selama pandemi Covid-19.

Aksi lempar kunci dilakukan secara simbolik karena bus mereka tidak pernah beroperasi selama kurang lebih 1,5 tahun.

Dalam aksi pasang bendera putih itu mereka juga memasang tulisan di badan bendera yang berbunyi : Kekuatanku Wis Entek (tenaga ku sudah tak ada lagi, red). Mungkin tulisan itu dimaksudkan menggambarkan kondisi mereka secara ekonomi sudah tak berdaya lagi.

Akibatnya, pengusaha dan kru bus tidak memiliki pendapatan.

"Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kami juga memiliki kewajiban untuk membayar angsuran setiap bulan ke leasing karena hampir semua bus ini masih kredit," kata koordinator aksi Danang Ragil Santoso di Jalan Lingkar Salatiga (JLS), Senin (26/7/2021).

Danang mengungkapkan, pekerja transportasi pariwisata selama ini hanya sekadar bertahan hidup dengan mengandalkan tabungan.

Namun, untuk membayar leasing terasa berat.

"Kemarin memang ada wacana restrukturisasi pinjaman, tapi itu malah memberatkan karena setiap bulan per armada diharuskan membayar Rp 4 hingga 8 juta," paparnya.

Dijelaskan Danang, di Salatiga dan sekitarnya ada sekitar 20 perusahaan otobus.

Selain para pengusaha, mereka yang hidupnya bergantung pada transportasi pariwisata adalah kru sopir dan kernet, tour leader, dan bagian perawatan.

Menurut dia, penutupan tempat wisata dan pelarangan beroperasi selama PPKM secara tidak langsung membunuh usaha pariwisata.

"Kami kalau jalan juga tidak mungkin harga normal, meski melayani tapi itu hanya untuk bahan bakar dan uang makan kru yang bekerja. Kru itu terima bayaran kalau berangkat saja, sehingga saat ini sangat terpuruk," kata Danang.

Dia berharap, adanya kebijakan dari pemerintah kepada pelaku transportasi.

"Kami mendukung program pemerintah, termasuk kewajiban protokol kesehatan (prokes) selama perjalanan dan di tempat wisata. Tapi jangan PPKM ini diberlakukan terus hingga membuat ekonomi pelaku transportasi tidak bisa bekerja," paparnya.

Seorang tour leader Yasinta Novianti mengaku, selama tidak bekerja di sektor pariwisata, dirinya mencari nafkah dengan berjualan.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved