Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Kuansing

KPK Boyong 2 Ahli di Sidang Praperadilan Bupati Kuansing Nonaktif, Dugaan Suap Perpanjangan Izin HGU

KPK boyong 2 orang ahli di sidang praperadilan Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
Tangkapan Youtube KPK RI
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri. KPK boyong 2 ahli di sidang praperadilan Bupati Kuansing Nonaktif, tersangka dugaan suap perpanjangan izin HGU. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memboyong 2 orang ahli di sidang praperadilan Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra.

Sebagaimana diketahui Andi Putra menjadi tersangka kasus dugaan korupsi berupa suap pengurusan perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit PT Adimulia Agrolestari.

Kasus yang menjerat Andi Putra ini, ditangani tim penyidik KPK.

Andi Putra juga sudah ditahan oleh KPK sejak beberapa waktu lalu.

Selain Andi Putra, KPK juga menetapkan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso sebagai tersangka.

Seiring perkembangannya, Andi Putra mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Andi Putra menggugat KPK terkait penetapan tersangka terhadap dirinya.

Sidang sudah digelar beberapa kali. Pada Kamis (23/12/2021) kemarin, agendanya yaitu menghadirkan saksi dan ahli, baik dari pihak Andi Putra maupun KPK.

KPK dalam hal ini menghadirkan 2 ahli. Keduanya adalah Dr Abdul Fickar Hadjar dari Universitas Trisakti dan Dr Arif Setiawan dari UII Jogjakarta.

Kedua ahli menerangkan terkait ruang lingkup praperadilan, tangkap tangan, bukti permulaan dalam penetapan tersangka, penilaian 2 alat bukti ditahap praperadilan, dan eksistensi Pasal 44 UU KPK yang masih diatur dalam UU 19/2019 tentang KPK.

"Ada ketentuan khusus bagi KPK yang mengatur bukti permulaan ditahap penyelidikan yang berbeda dengan ketentuan umum dalam KUHAP. Penetapan seseorang menjadi tersangka berdasarkan UU KPK serta soal kewenangan penyelidik setelah tertangkap tangan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.

Lanjut Ali, dari keterangan ahli dimaksud, dapat diambil kesimpulan bahwa apa yang dilakukan KPK dalam tangkap tangan, pelaksanaan tugas penyelidik dalam menemukan 2 bukti permulaan, hingga penetapan tersangka Andi Putra, adalah sah dan berdasar atas hukum.

"Keterangan 2 ahli tersebut memperkuat pembuktian bahwa gugatan permohonan praperadilan tersangka AP (Andi Putra, red) dimaksud tidak memiliki landasan yang kuat sehingga memperkuat keyakinan gugatan tersebut akan ditolak hakim," tegas Ali.

Untuk agenda sidang praperadilan berikutnya pada Jumat (24/12/2021) ini, adalah kesimpulan baik oleh pihak Andi Putra, maupun KPK.

Masa Penahanan Diperpanjang

Tim penyidik KPK, memperpanjang masa penahanan Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra.

Penyidik KPK masih akan mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi.

Masa penahanan tersangka Andi Putra, diperpanjang untuk waktu 30 hari, terhitung mulai 17 Desember 2021 sampai 16 Januari 2022 di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih berdasarkan penetapan dari Ketua Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Selain Andi Putra, KPK juga menjerat General Manager PT Adimulia Agrolestari (AA), Sudarso sebagai tersangka yang diduga memberi suap kepada mantan orang nomor satu di Kabupaten berjuluk Kota Jalur tersebut.

Untuk berkas perkara tersangka Sudarso, sudah lebih dulu dinyatakan lengkap.

Saat ini, Sudarso sedang menjalani masa penahanan selama 20 hari, sembari menunggu berkas perkara dan surat dakwaan diserahkan tim KPK ke Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Diperkirakan dalam waktu tak lama lagi, tersangka Sudarso akan segera disidang.

Mencuatnya dugaan suap ini berawal ketika PT AA sedang mengajukan perpanjangan HGU.

Dimana kegiatan usaha dimulai pada 2019 dan akan berakhir di tahun 2024.

Maka, satu di antara persyaratan untuk kembali memperpanjang HGU itu adalah dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU yang diajukan.

Lokasi kebun kemitraan 20 persen milik PT AA yang dipersyaratkan terletak di Kabupaten Kampar, di mana seharusnya berada di Kabupaten Kuansing.

Agar persyaratan ini dapat terpenuhi, Sudarso kemudian mengajukan surat permohonan ke Andi Putra selaku Bupati Kuansing dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar disetujui menjadi kebun kemitraan.

Selanjutnya, dilakukan pertemuan antara Sudarso dan Andi Putra.

Dalam pertemuan tersebut, Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA) untuk perpanjangan HGU yang seharusnya dibangun di Kuansing dibutuhan minimal uang Rp2 miliar.

Sebagai tanda kesepakatan, sekitar bulan September 2021, diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh Sudarso kepada Andi Putra uang sebesar Rp500 juta.

Berikutnya, pada 18 Oktober 2021, Sudarso diduga kembali menyerahkan uang ke Andi Putra sebanyak Rp200 juta.

Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK menemukan bukti petunjuk penyerahan uang Rp500 juta, uang tunai dalam bentuk rupiah dengan jumlah total Rp80,9 juta, mata uang asing sekitar SGD1.680 dan serta i-Phone XR.

Atas perbuatannya tersebut, Andi Putra selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tersangka Sudarso selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved