Media Asing Sorot Kelakuan Alina, Bule Cantik Asal Rusia yang Berpose Polos Tanpa Busana di Bali
Media asing soroti kelakuan influencer Rusia yang berpose tanpa busana di pohon keramat di Bali belum lama ini.
Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: Ilham Yafiz
TRIBUNPEKANBARU.COM - Media asing soroti kelakuan influencer Rusia yang berpose tanpa busana di pohon keramat di Bali belum lama ini.
Influencer Rusia itu bernama Alina, merupakan seorang influencer Yoga yang aksinya mendapat perhatian karena nekat berpose telanjang atau tanpa busana di sebuah pohon keramat di Bali.
Media Asing, dailystar menyoroti kelakuan Influencer Rusia itu yang kini menjadi perhatian publik dalam negeri, khususnya Bali.
Dalam pemberitaannya, dailystar mengungkapkan jika Alina bisa diberikan sanksi hukuman penjara.
Alina membagikan foto cabul tanpa busana, alias tampil polos di pohon di Bali di medis sosial miliknya.
Pohon itu terletak di Pura Babakan di Kabupaten Tabanan di pulau surga Indonesia Bali dan dianggap suci bagi penduduk setempat.
Belakangan foto itu dihapus dan ia pun menyampaikan permintaan maaf.
Alina kemudian menyerahkan diri ke Polres Tabanan, Rabu (4/5/2022).
Dia menyerahkan diri ke polisi seusai videonya di pohon kayu putih yang berlokasi di kawasan suci Pura Babakan, Desa Adat Bayan, Desa Tua, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Bali, ramai di dunia maya.
Video tersebut viral setelah diunggah ulang oleh perancang asal Bali Ni Luh Djelantik melalui akun Facebook dan Instagram, kemudian mendapat teguran keras dari berbagai pihak, terutama masyarakat setempat.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun, perilaku wisatawan tersebut sangat bertentangan dengan nilai masyarakat Bali dan akan ditindak tegas.
"Hal seperti ini sudah bertentangan dengan nilai-nilai Bali. Apalagi dengan visinya Gubernur, menjaga wisata Bali yang berkualitas yakni Nangun Sat Kerthi Loka Bali," kata Tjok Bagus Pemayun kepada Kompas.com, Kamis (5/5/2022).
"Saya sudah berkoordinasi dengan Kadispar Tabanan, saya sudah diinformasikan juga oleh imigrasi bahwa yang begini harus dideportasi saja, dicekal, sudah tidak main-main lagi ya. Ini memang sudah menyinggung perasaan masyarakat Bali," tambah dia.
Tjok Bagus juga menjelaskan, dia telah bersurat kepada dinas pariwisata di daerah-daerah Bali, terkait dengan persiapan dan kesiapan menerima wisatawan.
Ia berpesan agar hal-hal seperti ini dapat ditindak tegas, agar tidak terulang kembali ke depannya.
"Saya mengingatkan kembali kepada teman-teman yang mengelola daya tarik wisata agar menjaga, supaya wisatawan domestik dan mancanegara harus mengikuti aturan desa itu sendiri.
Jadi ikuti adat budaya Bali, karena dasarnya budaya Bali seperti ini yang berlandaskan agama Hindu," ujar Tjok Bagus.
Pengamat pariwisata sekaligus Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana Bali, I Gde Pitana, mengatakan bahwa kejadian ini merupakan pelanggaran terencana yang sulit dimaafkan.
Selain karena mencemari kawasan yang suci, kejadian ini ia harapkan dapat ditelusuri karena menyangkut berbagai pihak.
"Menurut saya, pelanggaran yang terjadi ini adalah pelanggaran yang terencana. Coba dilihat, dari Denpasar ke lokasi itu siapa yang mengantar? Lalu siapa yang memfoto? pelanggaran terencana seperti ini, sesuatu yang tidak bisa saya maafkan," tutur Pitana kepada Kompas.com, Kamis.
Wajib minta maaf dan ruwatan
Menurut Pitana, harus ada permintaan maaf dari wisatawan maupun pihak yang bersangkutan, serta upacara pembersihan kawasan tersebut.
"Dibuat acara Ruwatan, di Bali, namanya Caru, meruwat (membersihkan atau memulihkan) lokasi. Ini sudah menjadi kejadian yang berulang-ulang dengan bentuk dan gaya yang berbeda. Oleh karena itu, sudah saatnya Bali ini ketat dengan berbagai aturan," kata Pitana.
Secara singkat, ia menjelaskan, prosesi pembersihan tersebut harus dilakukan oleh pelaku dengan cara mendatangi masyarakat setempat, kemudian mengikuti arahan dari tokoh agama di sana.
Adapun biaya yang harus dikeluarkan, menurut Pitana, sekitar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.
"Tapi itu harus dilakukan karena menunjukkan iktikad dan rasa bersalah, apalagi ke tempat suci. Jadi permintaan maafnya tidak hanya nyata, tapi juga secara sekala (duniawi) dan niskala (spiritual), tidak bisa salah satu," papar dia.
Lebih lanjut, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali mengatakan, tindak lanjut dan detail dari prosesi pembersihan masih dalam tahap koordinasi dengan tokoh setempat.
"Saat ini saya masih berkoordinasi dengan majelis desa adat, karena itu pedomannya dari PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia) Bali," terang Tjok Bagus.
Kemudian, untuk selanjutnya, ia mengatakan, akan terus berkoordinasi dengan dinas pariwisata Tabanan dan imigrasi mengenai tindakan terhadap wisatawan tersebut.