Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Inhu

Tokoh Adat Inhu Nangis Ceritakan Konflik Lahan dengan PT RPI Sejak 1997, Klaim Tanah Ulayat Moyang

Masyarakat adat di Desa Lubuk Batu Tinggal Kabupaten Inhu Riau berkonflik soal lahan dengan PT RPI sejak tahun 1997

Penulis: Rizky Armanda | Editor: Nurul Qomariah
Istimewa
Ketua LAMR Kecamatan Lubuk Batu Jaya Datuk Setio Kamaro Talang Darat Japura, Zulkifli (tengah) saat bercerita soal konflik lahan. Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda 

 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Masyarakat adat di Desa Lubuk Batu Tinggal, Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), berkonflik soal lahan dengan PT Rimba Peranap Indah (RPI).

Bahkan, konflik sudah berlangsung lama, sejak tahun 1997. Atau dalam artian lain, konflik telah terjadi selama 25 tahun.

Masyarakat pun meminta kepada pemerintah agar memberikan perhatian atas konflik berkepanjangan ini.

Karena masyarakat mengklaim, lahan yang diserobot perusahaan merupakan tanah ulayat yang sudah dikelola sejak zaman nenek moyang mereka.

Ketua LAMR Kecamatan Lubuk Batu Jaya Datuk Setio Kamaro Talang Darat Japura, Zulkifli menuturkan, PT RPI diduga telah menyerobot dan mengolah lahan perkebunan milik warga Desa Lubuk Batu Tinggal seluas 3.550 hektare yang merupakan tanah ulayat.

Lanjut dia, setelah melakukan pengecekan bersama instansi terkait, masyarakat dan perusahaan sempat sepakat bahwa lahan tersebut dalam status quo, dan tidak boleh beraktivitas di area tersebut.

"Namun hingga hari ini PT RPI tidak kooperatif serta diduga dengan sengaja merusak perkebunan dan aset LAMR di area sengketa," kata Datuk Setio Kamaro, dalam kegiatan pertemuan dengan media di Pekanbaru.

"Kami sudah 25 tahun bermasalah, hak kami dirampas, hak kami ditindas. Masyarakat kami dihancurkan, kami juga butuh hidup, kami juga butuh masa depan, anak-anak kami butuh makan. Kalau ada keadilan di Indonesia, tolong buktikan," imbuh dia sambil menangis.

Pihaknya juga sangat keberatan, perusahaan memasang portal di jalan milik warga. Bahkan portal itu disebutkan dijaga.

"Seharusnya portal itu tidak dipasang, itu bukan hak mereka, itu masih dalam desa kami," ucapnya.

Sementara itu, Penasihat Hukum LAMR Inhu Mufir Abdillah mengungkapkan, pihaknya telah mempersiapkan langkah yang akan dilakukan terkait permasalahan sengketa lahan antara warga dengan PT RPI tersebut.

Ia menilai ada unsur tindak pidana yang dilakukan PT RPI kepada warga. Diantaranya yaitu merusak aset-aset dari LAMR Inhu dan merusak tanaman sawit milik masyarakat.

"Ada pula pemutusan jalan yang selama ini digunakan masyarakat untuk beraktivitas ke kebun. Pemutusan jalan ini dilakukan pihak perusahan dengan dibuatnya kanal menggunakan alat berat," bebernya.

Selain itu pembangunan portal yang dilakukan oleh PT RPI, juga berada di jalan masyarakat. Ini menyebabkan aktivitas masyarakat menjadi terganggu.

"Padahal kita telah memasang plang atas petunjuk dari Dinas Kehutanan sesuai SK yang menyatakan supaya tidak ada aktivitas apapun sampai proses selesai. Tetapi plang tersebut diduga dihilangkan oleh pihak perusahaan," ungkapnya.

( Tribunpekanbaru.com / Rizky Armanda )

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved