Berita Viral

Cadaver Viral, Pengakuan Mahasiswa Kedokteran tentang Harga Kadaver dan Hukum Kadaver dalam Islam

cadaver atau kadaver viral usai kasus mayat di Unpri, berikut pengakuan mahasiswa kedokteran tentang harga kadaver dan hukum kadaver dalam Islam

Penulis: pitos punjadi | Editor: Nolpitos Hendri
Pixabay
Cadaver Viral, Pengakuan Mahasiswa Kedokteran tentang Harga Kadaver dan Hukum Kadaver dalam Islam. Foto: Ilustrasi mayat atau jenazah 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Istilah cadaver atau kadaver viral usai kasus mayat di Unpri, berikut pengakuan mahasiswa kedokteran tentang harga kadaver dan hukum kadaver dalam Islam .

Selain pengakuan mahasiswa kedokteran tentang harga kadaver dan hukum kadaver dalam Islam juga akan dijelaskan hukum kadaver di Indonesia .

Sebelum masuk ke pengakuan mahasiswa kedokteran tentang harga kadaver dan hukum kadaver dalam Islam , akan dijelaskan dulu apa itu dan arti cadaver atau arti kadaver.

Jadi, cadaver atau kadaver adalah mayat manusia yang telah diawetkan yang digunakan untuk penelitian atau praktikum anatomi mahasiswa kedokteran.

Harga Kadaver

Berdasarkan informasi yang beredar, seorang mahasiswa keperawatan sebut saja Ali, harga kadaver untuk satu jenazah bisa mencapai Rp10 juta-Rp 20 juta. Namun, saat disinggung dari mana dan bagaimana proses membeli kadaver tersebut, ia tak mengetahui secara pasti.

"Kalau sejauh itu, saya tak tahu seluk-beluknya seperti apa," ucapnya. Menurut dia, mahasiswa kedokteran sudah menggunakan kadaver untuk proses pembelajaran anatomi. Pada tahap ini, kata Ali, kadaver sepenuhnya disediakan oleh kampus.

Sementara, untuk dokter yang menempuh koas (asisten dokter) maupun yang sedang menempuh pendidikan spesialisasi, mereka harus menyediakan kadaver sendiri. Memang, tidak secara individu, melainkan urunan atau patungan untuk digunakan satu kelompok.

"Satu kelompok berisi antara enam-sepuluh orang," ucapnya.

Hal berbeda disampaikan oleh Sammy (nama samaran) mahasiswa Fakultas Kedokteran Unissula angkatan tahun 2000. Saat ini, ia telah menjadi seorang dokter dan berpraktik di sebuah klinik. Sammy juga praktik mandiri di kediamannya, di wilayah Kota Semarang.

"Kita nggak pernah beli-beli atau menyediakan mayat sendiri, memang ada mata perkuliahan yang menggunakan kadaver," katanya.

Disampaikan, selama duduk di bangku kuliah, hanya ada satu mata kuliah yang membutuhkan kadaver untuk alat peraga yakni, mata kuliah anatomi 2, yang ditempuh pada semester kedua.

"Saat itu pun kita tidak melakukan pembedahan apa pun terhadap kadaver. Kita hanya mencocokkan anatomi kadaver dengan buku atlas anatomi," terangnya.

Menurut dia, saat mencocokkan dengan anatomi tubuh manusia asli dengan atlas, mahasiswa diperbolehkan memegang kadaver secara langsung. "Hanya sebatas memegang, kalau yang membedah-bedah itu yang boleh dosen," ucapnya.

Diakui, mata kuliah anatomi 2 merupakan mata kuliah yang sulit. Karena itu, ia bahkan harus mengulang selama sembilan kali mata kuliah tersebut.

"Bagi kami dulu, mata kuliah ini, saking sulitnya bagaikan mimpi buruk di siang hari. Ibaratnya ini ya, lebih menakutkan materi ujian anatomi daripada harus tidur bersebelahan dengan mayat," akunya.

Lalu, selama sembilan kali mengulang mata kuliah, apakah kadaver yang digunakan sama ataukah berbeda-beda? Menurut ia, kadaver yang digunakan berbeda-beda, sebab di ruang laboratorium tak hanya ada satu-dua kadaver, tapi ada banyak.

"Kadaver ini kan diawetkan, penggunaannya tak hanya untuk sekali dua kali, tapi bisa bertahun-tahun," terangnya.

Tak tahu-menahu

Disinggung mengenai dari mana asal muasal kadaver, Samuel mengaku tak tahu. Menurut dia, bagi ia semasa mahasiswa dulu, tak pernah berusaha mencari tahu siapa dan dari mana asal sosok mayat tersebut.

"Ya yang penting waktu mau ikut mata kuliah sudah ada. Kita sudah stres soal materi anatomi 2, tak sempat berpikir soal asal-usul kadaver. Yang jelas, itu sudah disediakan fakultas, dan mahasiswa tak mengeluarkan uang sepeserpun untuk membeli kadaver," tandasnya.

Menurut dia, pihak yang lebih tahu soal bagaimana dan siapa sosok kadaver yang digunakan praktik mahasiswa itu adalah FK dan dokter forensik di rumah sakit-rumah sakit. "Ada dealnya seperti apa untuk memperoleh kadaver, itu yang paham mestinya forensik dan fakultas," tutur Samuel.

Sekali lagi ia menandaskan, kebutuhan kadaver hanya untuk mata kuliah anatomi 2. Sementara, saat koas ia sudah langsung praktik terhadap pasien.

"Semisal, menjahit luka atau semacamnya, kita kan punya jejaring rumah sakit, kita mendampingi dokter senior dan seringkali kita juga diminta untuk langsung menangani pasien," ucapnya.

Ditambahkan, sewaktu masih mahasiswa, selain kadaver juga digunakanlah manekin sebagai alat peraga. Terlebih, saat ini dengan kemajuan teknologi, penggunaan kadaver akan semakin minim. Sebab, ada teknologi yang bisa menciptakan manekin dengan struktur anatomi yang sangat mirip dengan tubuh asli manusia.

Bohongi Ortu hingga Rp 20 juta

Pratama Aduhuri langsung mengerutkan dahi ketika ditanya adakah iuran untuk membeli mayat saat menempuh pendidikan kedokteran.

Mahasiswa FK Undip angkatan 2013 yang kini sedang Koas di RSUP Kariadi tersebut kemudian mengingat-ingat.

Sepengetahuannya, tidak pernah ada penarikan biaya yang dilakukan pihak kampus kepada mahasiswanya untuk membeli mayat.

Meski begitu, dirinya tak menampik juga pernah mendengar adanya kampus yang melakukan penarikan biaya untuk membeli mayat guna kebutuhan pendidikan (kadaver).

Hanya saja, mahasiswa asal Jakarta ini tidak mengetahui pasti kampus yang dimaksud.

"Kalau aku sebatas dengar aja dari obrolan teman-teman. Tapi tidak tahu kampus mana, yang jelas selama saya kuliah sarjana kedokteran di Undip tidak ada iuran buat beli mayat," kata Pratama Aduhuri saat ditemui di halaman gedung forensik RSUP Kariadi, Sabtu (18/2).

Hal senada juga disampaikan Hana, mahasiswa semester 6 Fakultas Kedokteran Undip. Di awal masa kuliah atau semester satu dan dua dirinya sudah langsung berhadapan dengan kadaver untuk mata kuliah anatomi.

Menurutnya, tidak ada iuran yang dikeluarkan untuk kadaver. Mahasiswa hanya dikenakan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dirinya tidak mengetahui aturan maupun larangan menjual belikan mayat.

"Ngak ada disuruh bayar apa-apa selain bayar uang kuliah (UKT). Kemungkinan kalau menurut saya beli kadavernya dari uang kuliah tapi saya kurang tahu juga," imbuhnya.

Besaran UKT bervariasi, tergantung tingkatan atau golongan. Selebihnya, tidak ada biaya tambahan yang dikeluarkan mahasiswa.

"UKT ada tingkatan/golongannya, dari golongan satu sampai tujuh, kalau saya dapatnya gol empat UKTnya Rp 10 juta. Kalau ngak salah golongan satu itu Rp 500 ribu, gol tujuhnya 19 juta. Penggolongan kayaknya dari gaji orangtua," imbuhnya.

Kadaver di Undip menurut Hana ada yang usianya lebih dari 10 tahun. Kondisinya ada yang masih baru namun ada yang sudah lama.

Artinya, tidak setiap angkatan mendapatkan mayat baru. Jika dianggap kondisi mayat masih layak maka tetap dipakai untuk beberapa tahun ajaran pendidikan.

Alumni Fakultas Kedokteran Kampus Unissula Semarang, Mitha bercerita bahwa kadaver telah disediakan kampus.

Mahasiswa tidak perlu iuran untuk membeli mayat atau mengikuti mata kuliah praktek kadaver. Sebab segala keperluan termasuk mayat sudah disediakan kampus.

"Kayaknya semester awal langsung mulai pegang kadaver. Contohnya modul saraf nanti belajar dan lihat saraf-saraf pada tubuh manusia. Dulu saya ngak ada iuran beli mayat. Cuma bayar semesteran kok. Mayat sudah disediain sama kampus," ujarnya.

Mitha tidak heran adanya isu yang menyeruak terkait jual beli mayat di kalangan kampus atau mahasiswa. Menurutnya, hal tersebut mungkin disebabkan karena ulah mahasiswa yang memanfaatkan peluang.

"Dulu zaman diriku kuliah juga ada teman yang bohongin orangtuanya. Minta uang tiap semester buat iuran beli mayat. Kayaknya sampai Rp 20 jutaan. Uangnya buat gaya hidup mewah," kata Mitha. sumber TribunManado.co.id

Hukum Kadaver di Indonesia

Mengenai hukum kadaver di Indonesia, tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pada Pasal 120 Ayat (1) disebutkan, "Untuk kepentingan pendidikan di bidang ilmu kedokteran dan biomedik dapat dilakukan bedah mayat anatomis di rumah sakit pendidikan atau di institusi pendidikan kedokteran".

Selain itu, aturan terkait penggunaan kadaver atau jenazah/mayat untuk praktikum bedah anatomis juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 1981, dengan perubahannya yakni PP Nomor 53 Tahun 2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh.

Terkait bedah mayat anatomis tertuang dalam Pasal 1 PP Nomor 18 Tahun 1981. Disebutkan "Bedah mayat anatomis adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pembedahan terhadap mayat untuk keperluan pendidikan di bidang ilmu kedokteran".

Kemudian dalam Pasal 5 disebutkan bahwa untuk bedah mayat anatomis diperlukan mayat yang diperoleh dari rumah sakit dengan memperhatikan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan c. Mayat hanya boleh dilakukan dalam keadaan:

  1. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti;
  2. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24 jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke rumah sakit.

Pada Pasal 6 aturan tersebut juga disebutkan bahwa bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan data bangsal anatomi suatu fakultas kedokteran. Dalam Pasal 7 menyatakan bahwa bedah mayat anatomis dilakukan oleh mahasiswa fakultas kedokteran dan sarjana kedokteran di bawah pimpinan dan tanggung jawab langsung seorang ahli urai.

Adapun perbuatan yang dilarang, sebagaimana diatur dalam Pasal 17-19, yaitu dilarang memperjual-belikan alat dan atau jaringan tubuh manusia, dan dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke dan dari luar negeri. Namun, larangan ini tidak berlaku untuk keperluan penelitian ilmiah dan keperluan lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.

Hukum Kadaver dalam Islam

Dilansir dari repository.umy.ac.id, kadaver dalam Islam atau hukum kadaver dalam Islam pada dasarnya mempunyai dasar hukum seperti jenazah (manusia yang sudah mati atau tidak bernyawa). Walaupun sudah tidak bernyawa, kadaver masih mempunyai hak dan kewajiban moral yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang memanfaatkannya baik sebagai media pembelajaran maupun media penelitian.

Hak dan kewajiban moral tersebut adalah kadaver harus digunakan sebagaimana mestinya yakni sebagai media pembelajaran bukan media bermain. Kadaver harus diletakkan di tempat sebagaimana mestinya dan tidak diperbolehkan menjadikan kadaver sebagai objek sanda gurau apalagi sampai mengatakan hal-hal yang tidak-tidak mengenai kadaver semisal ‘Kadaver ini pasti dulu orang nakal’ atau ‘kadaver ini badannya sudah jelek’ maupun kata-kata lain yang sejenisnya.

Hal ini selaras dengan apa yang pernah disabdakan Rasulullah dalam haditsnya. Rasulullah bersabda “Dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW berkata: “Mematahkan atau menghancurkan tulang orang yang sudah mati itu (dosanya) sama saja dengan memecahkan tulang orang dalam keadaan hidup” (HR. Abu Daud).

Dalam hadits yang lain Rasulullah juga bersabda “Dari Aisyah RA katanya Nabi SAW bersabda “janganlah kamu memaki orang yang telah mati karena sesungguhnya mereka telah menemui apa yang mereka amalkan semasa hidupnya” (HR. Bukhari).

Berdasarkan hadits di atas dapat dipahami bahwa penggunaan kadaver sebagai media pembelajaran harus digunakan sebagaimana mestinya, tidak disakiti maupun dimaki. Pada prinsipnya, di sini almarhum kadaver harus tetap diberikan hak dan kewajiban moral yang seharusnya memang harus didapatkan oleh almarhum kadaver tersebut.

Walaupun pada prinsipnya kita dituntut untuk bersikap demikian, namun menurut hemat peneliti sampai saat ini, pada faktanya hal itu masih jauh dari apa yang ada di lapangan. Masih banyak mahasiswa yang cenderung bercanda saat belajar menggunakan kadaver dan masih banyak pula mahasiswa yang bermainmain tidak semestinya terhadap kadaver.

Inilah yang menjadi sebab bahwa penggunaan mayat manusia untuk tujuan pengajaran maupun pelatihan masih dikelilingi oleh masalah adab yang meyimpang terhadap kadaver. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) merupakan salah satu fakultas yang menyelenggarakan pendidikan dokter.

Di bawah naungan keluarga besar UMY yang notabane termasuk universitas Islam yang bersemboyan unggul dan Islami nyatanya tidak menjadi jaminan terbebasnya FKIK UMY dari masalah adab.

Berdasarkan pengamatan Peneliti selama ini, masih banyak ditemukan mahasiswa kedokteraran di laboratorium anatomi FKIK UMY yang menggunakan kadaver dengan tidak seharusnya, meletakkan kadaver tidak pada tempatnya, berbicara yang tidak baik terhadap kadaver, bercanda gurau berlebihan terhadap kadaver, serta mengambil gambar kadaver untuk keperluan selain keperluan pembelajaran.

Mahasiswa cenderung berpikir individualis untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi lupa sikap akan terimakasih kepada kadaver yang setidaknya disampaikan dengan menunjukan adab yang baik terhadap kadaver. Fakta tersebut menunjukan bukti bahwa penerapan nilai Islami di UMY belum maksimal, terlebih sikap Islaminya ketika berada di laboratorium anatomi. Memang mahasiswa diharuskan untuk berdoa sebelum jalannya praktikum, namun doa itu hanya untuk kelancaran jalannya praktikum bukan untuk arwah almarhum kadaver yang sudah meninggal.

Di bawah naungan UMY seharusnya mahasiswa lebih menerapkan nilai nilai ajaran Islam dalam setiap kegiatan. Ajaran Islam merupakan salah satu ajaran agama yang menjunjung tinggi nilai nilai akhlak terhadap sesama makhluk Allah. Ajaran Islam senantiasa mengajak kita untuk berbuat kebajikan kepada siapa saja.

Allah SWT berfirman dalam al Qur’an surat an Nahl ayat 90:

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebijakan, memberi kepada kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

Adab penghormatan terhadap kadaver dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu dengan melakukan perawatan jenazah secara Islam. Perawatan Jenazah secara Islam biasanya dilaksanakan dengan cara memandikan, mengafani, menyalati, dan mengubur jenazah (Kitab Riyadh al-Badi’ah).

Perawatan semacam ini senada dengan apa yang difatwakan MUI tentang penggunaan jenazah sebagai media penelitian, bahwa sebelum digunakan untuk objek penelitian, hak-hak jenazah harus dipenuhi, seperti dimandikan, dikafani, dan dishalatkan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti melihat bahwa adab mahasiswa terhadap kadaver harus dibangun sejak dini agar terwujud calon-calon dokter yang tidak cuma ilmiah amaliah tapi juga amaliah ilmiah.

Untuk mewujudkan hal itu peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan ingin mengetahui ada tidaknya hubungan antara pengetahuan mahasiswa tentang perawatan jenazah secara Islam dengan adab mahasiswa terhadap kadaver.

Jika terdapat hubungan yang positif, maka bisa jadi untuk meningkatkan adab mahasiswa terhadap kadaver dapat dilakukan dengan melakukan peningkatan pengetahuan mahasiswa terntang perawatan jenazah secara Islam.

Maka dari itu, dengan ini peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Mahasiswa tentang Perawatan Jenzah secara Islam dengan Adab Mahasiswa terhadap Kadaver di FKIK UMY”.

( Tribunpekanbaru.com / Pitos Punjadi )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved