Kasus Vina Cirebon

8 Tahun Kasus Vina Tak Kunjung Tuntas, Ahli Usul Polri Pakai Penyidik Import, Ini Kata Eks Wakapolri

Menurut pakar hukum justru ada dua nama yang paling bertangungjawab di kasus Vina Cirebon. 

Editor: Muhammad Ridho
Instagram
8 Tahun Kasus Vina Tak Kunjung Tuntas, Ahli Usul Polri Pakai Penyidik Import, Ini Kata Eks Wakapolri 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Ahli hukum Universitas Jenderal Sudirman, Prof Hibnu Nugroho mengusulkan adanya penyidik import untuk menuntaskan kasus Vina Cirebon.

Diketahui kasus Vina Cirebon ini sudah berlarut selama 8 tahun dan tak kunjung menemukan titik terang.

Hal itu diungkapkan Prof Hibnu Nugroho setelah melihat perdebatan penyebab tewasnya Vina dan Eky karena kecelakaan tunggal atau pembunuhan berencana. 

Menurut Prof Hibnu Nugroho, perdebatan itu akan selesai ketika dihadirkan penyidik import, apakah dari FBI Amerika Serikat atau dari Australia. 

Menurut Hibnu, usulan ini bukan untuk menghina polisi tapi demi obyektifitas, karena sampai saat ini diskusi apakah ini pembunuhan atau kecelakaan lalu lintas belum tuntas.

 "Ini adalah ilmu pengetahuan. Siapa tahu penyidik kita kurang, Mungkin Amerika Serikat atau Australia bisa membantu. Oh keren," kata HIbnu dikutip dari tayangan dialog di Nusantara TV pada Selasa (27/8/2024).

Hibnu mengibaratkan kepolisian laiknya perguruan tinggi dengan adanya dosen atau guru besar terbang serta kolaborasi dengan luar negeri.   

Hibnu meminta Polri tidak alergi dengan usulan ini, karena kasus Vina sudah berlangsung 8 tahun dan sampai saat ini hanya berdebat soal dua kemungkinan, pembunuhan atau kecelakaan lalu lintas.

"Ini bagian pembelajaran, siapa tahu IT, alat, deteksi kita tidak secanggih dari Australi atau Amerika. Perspektifnya bukan malu tidak malu, tapi sebagai bentuk pembelajaran. Bahka polisi juga perlu pembelajaran, siapa tahu alat kita salah," katanya. 

Menurut Hibnu, aspek pembelajaran ini penting sehingga tidak terjadi masalah di kemudian hari. 

"Kalau tidak bisa tarik ulur  terus," tukasnya. 

Mantan Wakapolri Komjen (Purn) Oegroseno yang hadir di acara ini mengatakan kolaborasi dengan asing biasanya jika ada korban dari negara yang bersangkutan, seperti bom bali.

Untuk kasus Eky dan Vina ini, Oegroseno lebih sepakat kalau penyidik-penyidik senior Polri yang pernah sekolah di luar negeri seperti di FBI, Jerman hingga Belanda bisa diturunkan untuk menangani kasus ini. 

"Kalau mereka rapat 3 hari, seminggu, atau paling tidak 2 minggu, bisa ditentukan kasus ini arahnya," kata Oegroseno

Oegroseno lebih menyarankan kepada Kapolri untuk membentuk tim independen yang didatangkan ke Cirebon, bukan hanya bekerja di Jakarta.  

Selain itu, Oegroseno juga meminta laboratorium forensik polri hadir untuk menemukan bukti scientifik crime investigation.

"Kolaborasi dengan asing ada. Tapi kalau penyidik import, saya rasa penyidik kita tidak kalah kualitasnya. Mudah-mudahan dengan pernah sekolah FBI,  Jerman atau di Mega Mendung lulusan terbaik, ngumpul di CIrebon, perhatian kasus ini bisa terungkap secara utuh. Ini akan membawa nama baik polri," tukasnya.

Seperti diketahui, perdebatan apakah kasus Vina ini kecelakaan atau pembunuhan masih sengit. 

Pihak keluarga Vina hingga kini bersikukuh gadis 15 tahun itu tewas karena pembunuhan berencana disertai pemerkosaan.   

Kuasa Hukum Keluarga Vina, Raden Reza Pramadia mengatakan sampai saat ini pihaknya meyakini ini pembunuhan berencana disertai pemerkosaan, karena mengacu pada putusan yang sudah inkrah. 

Keyakinan keluarga beralasan karena motor yang digunakan Vina dan Eky hanya ada goresan sedikit di sebelah kanan, ponsel masih utuh dan bukti chat hilang. 

"Pihak keluarga diwakili Iptu Rudiana terkait masalah hukumnya, mengatakan  ditemukan bukti chat ada rencana pembunuhan berencana. Ditambah putusan pengadilan inkrah, jadi kita meyakini ada pembunuhan berencana disertai pemerkosaan," katanya. 

Sementara itu, kuasa hukum mantan terpidana Saka Tatal, Edwin Partogi meyakini kasus ini hanya kecelakaan. 

"Terlalu abnyak kejanggalan dari proses kasusnya. Perkara berjalan tanpa didahului proses penyelidikan. 
Penangkapan langsung ditingkat penyidikan, sampai persidangan.  Terjadi penyiksaan terhadap 8 terpidana ketika menjadi tersangka di polres maupun polda jabar," kata Edwin.  

Selain itu, di TKP utama belakang showroom juga tidak ditemuykan jejak seperti darah, kendaraan bermotor, tanah dan rumput di tubuh korban hingga sidik jari korban di pakaian pelaku. 

Justru, ada bukti dari ekstraksi ponsel Vina yang menyebut jam sebelum VIna ditemukan tergeletak masih berpesan dengan temannya.

Bukan Iptu Rudiana yang Paling Bertanggungjawab 

Selama ini, mantan Kanit Narkoba Polres Cirebon Kota, Iptu Rudiana menjadi pihak yang dianggap paling bertanggungjawab dalam kasus tewasnya Vina Dewi Arsita atau Vina Cirebon dan Muhammad Rizky alias Eky. 

Namun, menurut pakar hukum Universitas Jenderal Sudirman, Prof Hibnu Nugroho, justru ada dua nama yang paling bertangungjawab di kasus Vina Cirebon

Pendapat Prof Hibnu Nugroho ini berkebalikan dengan pernyataan Wakapolri Komjen (pur) Oegroseno yang  terus mendesak agar Iptu Rudiana bertanggungjawab terkait carut marut penanganan kasus Vina Cirebon.

"Saya pernah membaca beberapa dokumen. Dari kasus yang terjadi sebetulnya yang bertanggungjawab itu bukan Iptu Rudiana," sebut Hibnu Nugroho dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Selasa (27/8/2024). 

Menurut Hibnu, yang paling bertanggungjawab di kasus ini adalah Kasat Reskrim dan Kapolres Cirebon Kota pada saat itu yakni Agustus 2016. 

Baca juga: Eks Wakapolri Sentil Propam Agar Tak Terlalu Banyak Lindungi Iptu Rudiana: Udah Jahat, Dapat Pensiun

Menurutnya, tidak mungkin pengungkapan kasus ini hanya dilakukan oleh Iptu Rudiana seorang diri. 

Iptu Rudiana sebagai seorang polisi memang diperbolehkan untuk menangangani dan melaporkan ketika ada kasus.

Dan, setelah itu akan ada pertanggungjawaban komando dan pertanggungjawaban struktural.

Hal ini lah yang akan terkait dengan Kasat Reskrim dan Kapolres Cirebon Kota pada saat itu.

"Ini seolah-olah Rudiana semua, itu salah menurut saya. Tapi kasatreskrim waktu itu siapa?  kapolresnya siapa?

"Ini yang tidak ditemukan," sebut Hibnu Nugroho  

Menurut Hibnu, tidak mungkin anak buah bertindak tanpa ada suatu perintah.

"Ini kesesatan pikir pengungkapan," tegas Hibnu Nugroho. 

Sementara itu, Oegroseno yang menjadi narasumber di acara serupa menyebut dominasi Iptu Rudiana di kasus ini sangat besar.

"Ini seorang Aiptu (pangkat Iptu Rudiana saat peristiwa terjadi) bisa melakukan hal sendirian dengan tim di bidang narkotika, menghasilkan 8 orang terpidana dan 3 DPO," sebut Oegroseno

Oegroseno pun mengibaratkan saat 2016 itu, Polres CIrebon Kota dipimpin oleh seorang Aiptu  di kasus ini. 

Menurutnya, seharusnya penanganan kasus ini dilaporkan ke Kapolres Cirebon Kabupaten dan Kapolresta Cirebon.

"Laporan 1 x 24 jam harus selalu ada. Kasus ini sudah masuk dalam media lokal. Kenapa tidak ada perhatian sekali," kata Oegroseno

Seharusnya, lanjut Oegroseno, di kasus ini semua harus turun tangan.

"Saya heran, pejabat saat itu seharusnya ini dirapatkan bersama, kemudian digelar," katanya. 

Meski pun biasanya gelar perkara pembunuhan kerap dianggap kurang menarik. namun hal itu tetap harus digelar secara internal. 

Oegroseno menduga perkara ini kemungkinan besar tidak pernah digelar di Polres Cirebon Kota. 

"Polisi anggap peran aiptu sangat hebat di polres. Kemungkuinan aiptu ini, terkenal membongkar kasus. 
Biasanya jarang dilihat dari sisi negatif," sindirnya. 

Oegroseno tetap bersikukuh, pengungkapan kasus ini kuncinya harus berangkat dari Iptu Rudiana, dan Kasat Reskrim. 

"Harusnya diundang, kenapa jadi kasus yang blunder. Karena keterangan palsu Aep dan Dede. 
Ini diproses saja, keputusannya jadi novum untuk keluarkan 7 terpidana," tegasnya. 

( Tribunpekanbaru.com )

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved