Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Warga Tuding Triliunan Hasil Sawit TORA dari Jokowi di Senama Nenek Kampar Riau Tak Transparan

Polemik perkebunan Kelapa Sawit Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu seakan tak berujung.

Penulis: Fernando Sihombing | Editor: Ariestia
Istimewa
Konflik TORA Senama Nenek. Polemik perkebunan Kelapa Sawit Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu seakan tak berujung. 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KAMPAR - Polemik perkebunan Kelapa Sawit Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) di Desa Senama Nenek Kecamatan Tapung Hulu seakan tak berujung.

Warga menuding uang triliunan rupiah tak jelas pertanggungjawabannya. 

Tudingan ini dikemukakan melalui kuasa hukum warga, Suroto dari Tim TAPAK Riau, Jumat (18/10/2024).

Dialamatkan kepada Koperasi Nenek Eno Senama Nenek (KNES) yang mengelola lahan TORA seluas 2.800 hektare dari Presiden Joko Widodo itu. 

"Uang hasil panen yang dikelola oleh KNES, angkanya sangat fantastis mencapai 1 triliun lebih," ungkapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunpekanbaru.com. 

Ia mengungkap nilai fantastis itu mulai dari kepemilikan perkebunan Kelapa Sawit itu diserahkan kepada masyarakat pada Desember 2019.

Baca juga: Hasil Panen Kebun Sawit TORA Senama Nenek Kampar dari Presiden Cuma Rp300 Ribu, Ini Respon Pj Bupati

Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang membagikan TORA sebagai bentuk penyelesaian konflik dengan PTPN 5.

Menurut dia, dari total 2.800 ha areal itu, seluas 2.100 ha di antaranya kebun kelapa sawit produktif. Warga menerima pembagian 1,8 ha per kepala keluarga dan mulai dikelola secara kolektif oleh KNES sejak 2020.

"Entah bagaimana caranya. Sejak awal sudah aneh. Lahan dikelola oleh KNES, padahal masyarakat tidak pernah mendaftar menjadi anggota koperasi," katanya. 

Merujuk hitung-hitungan, kata dia, produksi sawit sebanyak 3 ton per bulan per hektare.

Dikali 2.100 ha, menjadi 6.300 ton. Sementara Harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dirata-ratakan Rp2.800 per kilogram. 

Maka produksi kebun sekitar Rp17,64 miliar. Sehingga selama lima tahun, totalnya mencapai Rp1.058.400.000.000.

"Sangat disayangkan, uang sebanyak itu tidak dapat mensejahterakan masyarakat Senama Nenek," katanya. 

Ia mengatakan, KNES yang diketuai Alwi Arifin malah berhutang Rp68,555 miliar pada 2021.

Pembayaran hutang dibebankan kepada hasil panen yang mestinya untuk masyarakat. 

"Masyarakat tidak pernah tahu untuk apa kegunaan uang hutang tersebut dan masyarakat tidak pernah diberikan rincian hutang oleh Ketua KNES, meskipun sudah berkali-kali diminta," ungkapnya. 

Oleh karena ketidaktransparanan itu, lanjut dia, Ninik Mamak Datum Bandaro mengadu ke Pemerintah Kabupaten Kampar, Kepolisian Resor Kampar hingga Kepolisian Daerah Riau dan Pemerintah Provinsi. 

Suroto mengisahkan, pada 2023 lalu, masyarakat nekat memanen sendiri karena desakan ekonomi.

Tindakan ini juga didorong bagi hasil yang mereka peroleh tidak wajar. 

"Jumlahnya terlalu kecil rata-rata hanya 900.000,- per bulan per kapling (1,8 ha ). Bahkan pada September 2023, masyarakat pemilik kebun cuma menerima bagi hasil 350.000," katanya.

Menurut dia, nilai bagi hasil ini kontras dengan idealnya. Mestinya masyarakat menerima Rp4 juta sampai Rp4,5 juta per bulan. 

Ia mengemukakan, kontrak kemitraan dengan PTPN akan berakhir pada Desember 2024. Warga menolak jika PTPN memperpanjang kerjasama pengolahan kebun dengan KNES. (Tribunpekanbaru.com/Fernando Sihombing)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved