Emas, Makanan dan Minuman, Picu Inflasi Riau 0,68 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau mencatat kenaikan ini seiring meningkatnya harga-harga kebutuhan masyarakat di sejumlah sektor pengeluaran.

Penulis: Alex | Editor: Sesri
Tribunpekanbaru.com/Alex
Rilis BPS di kantor BPS Riau, Selasa (8/4/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU – Sejumlah komoditas utama, terutama dari kelompok perawatan pribadi serta makanan dan minuman, mendorong laju inflasi tahunan (year-on-year/y-on-y) Provinsi Riau sebesar 0,68 persen pada Maret 2025. 

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau mencatat kenaikan ini seiring meningkatnya harga-harga kebutuhan masyarakat di sejumlah sektor pengeluaran.

Kepala BPS Provinsi Riau, Asep Riyadi, menyebutkan bahwa inflasi tersebut dihitung berdasarkan hasil pemantauan di empat kabupaten/kota di Riau.

Indeks Harga Konsumen (IHK) pun mengalami kenaikan dari 107,17 pada Maret 2024 menjadi 107,90 di bulan yang sama tahun ini.

"Inflasi month-to-month (m-to-m) pada Maret 2025 tercatat sebesar 1,39 persen. Sedangkan inflasi year-to-date (y-to-d) mencapai 0,86 persen. Ini mencerminkan adanya tekanan inflasi dari perkembangan harga berbagai komoditas selama bulan berjalan," kata Asep saat rilis BPS Riau yang juga dihadiri Gubernur Riau, Abdul Wahid, Selasa sore (9/4/2025).

Dari sisi kelompok pengeluaran, terdapat delapan kelompok yang mengalami kenaikan harga. Kelompok perawatan pribadi seperti emas perhiasan, kemudian jasa lainnya menjadi penyumbang inflasi tertinggi dengan lonjakan mencapai 9,75 persen.

Baca juga: Pastikan Kondisi Ekonomi Riau Masih Stabil, Gubernur Wahid: Tidak Ada yang Perlu Dikhawatirkan

Baca juga: Luas Wilayah Kampar Versi Perda RTRW dan Data BPS Tidak Sinkron, Ini Kata Bappeda dan Tapem

 

Disusul oleh kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran (3,25 persen), kesehatan (1,92 persen), pendidikan (1,17 persen), transportasi (1,12 persen), pakaian dan alas kaki (0,64 persen), rekreasi, olahraga dan budaya (0,33 persen), serta makanan, minuman dan tembakau (0,03 persen).

Namun demikian, tidak semua sektor mengalami kenaikan. BPS mencatat tiga kelompok pengeluaran yang justru mengalami penurunan harga atau deflasi.

Kelompok perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga mencatat deflasi terbesar sebesar 4,44 persen.

Sementara kelompok informasi, komunikasi dan jasa keuangan turun 0,25 persen, serta perlengkapan, peralatan dan pemeliharaan rutin rumah tangga turun 0,08 persen.

Beberapa komoditas yang memberi andil besar terhadap inflasi y-on-y antara lain emas perhiasan, sigaret kretek mesin, minyak goreng, beras, nasi dengan lauk, ikan serai, mobil, udang basah, daging ayam ras, dan sepeda motor. Di sisi lain, cabai merah, tarif listrik, ayam hidup, tomat, jengkol, dan bawang merah tercatat sebagai komoditas penyumbang deflasi.

Untuk inflasi bulanan (m-to-m), tarif listrik, kentang, emas perhiasan, daging ayam ras, ikan serai, dan udang basah merupakan penyumbang inflasi tertinggi.

Sedangkan komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, dan angkutan udara memberi kontribusi terhadap penurunan harga.

Secara kontribusi terhadap inflasi y-on-y, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya menjadi yang terbesar dengan sumbangan 0,66 persen, diikuti oleh kelompok penyedia makanan dan minuman/restoran (0,33 persen) dan transportasi (0,14 persen). Sementara kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga menyumbang deflasi sebesar 0,60 persen.

"Inflasi adalah bagian dari dinamika ekonomi. Yang terpenting bagi kami di BPS adalah menyajikan data secara objektif sebagai landasan bagi pengambil kebijakan dalam menetapkan langkah strategis," tuturnya.

(Tribunpekanbaru.com/Alexander)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved