Pengungkapan 35 Kg Sabu di Riau
Penyelundupan Narkotika di Riau, Mapping dan Monitor Semua Pelabuhan Tikus
Bagi dia (bandar), merekrut orang jadi mudah karena bandar biasanya memiliki modal besar dan jejaring yang kuat.
Penulis: Dian Maja Palti Siahaan | Editor: M Iqbal
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Dalam konteks kasus dalam kejahatan Narkotika, punya nilai ekonomis yang tinggi sekali. Siapa pun akan bisa terpicu melibatkan diri diddalamnya. Baik yang sudah pernah terlibat sebelumnya, belum terlibat dan yang berpotensi terlibat. Karena nilai ekonomis yang tinggi.
Nilai ekonomis tinggi, akan mudah melakukan rekrutmen orang-orang yang bisa dijadikan alat atau kurir. Anggota dilapangan.
Bagi dia (bandar), merekrut orang jadi mudah karena bandar biasanya memiliki modal besar dan jejaring yang kuat.
Seiring dengan situasi masyarakat saat ini yang tidak sedikit mengalami kesulitan ekonomi, apakah karena PHK, bekerja tapi kebutuhan ekonomi tidak terpenuhi dan terlebih yang tidak punya pekerjaan.
Jadi siatuasi ini yang menopang. Gayung bersambut tadi. Ketika ada kejahatan "menabur uang", ketemu dengan orang-orang yang problematik soal ekonomi, nyambung dia.
Ketika berbicara Riau, dalam konteks narkotika, tidak bisa dipungkiri, Riau banyak dikelilingi laut. Nah, pengiriman narkotika lewat jalur laut itu jauh lebih aman dibanding darat apalagi udara.
Riau yang dikelilingi laut, seperti Dumai, Bengkalis, Rohil dan lainnya, jadi destinasi favorit bagi yang punya modal besar tadi. Ditambah jejaring yang luas. Demografi Riau menjadi surga bagi kelompok-kelompok yang ingin memasukkan Narkoba ke Riau. Apalagi Riau dekat dengan negara tetangga Malaysia, Thailand.
Tidak sedikit pula yang dinamakan pelabuhan-pelabuhan tikus di Riau. Jadi pertanyaannya, kalau memang pelabuhan tikus ini jadi masalah, kenapa tetap dibiarkan? Apakah memang pure (murni) masuk lewat jalur tikus? Jangan-jangan ada juga masuk lewat pelabuhan resmi.
Bagi saya, kita sepakatlah dari pelabuhan tikus, kan bisa diidentifikasi. Anggap 100 pelabuhan tikus. Ya tutup minimal 5 dalam setahun. Bertahap. Tapi ada upaya pihak berwenang menutup atau menjaga celah dari pelabuhan tikus tadi. Apakah patroli, pendirian pos penjagaan, monitor lewat drone, pemantauan jarak jauh lewat titik kordinat.
Bagi saya, soal pencegahan, mapping (pemetaan) pelabuhan tikus itu penting.
Yang berkaitan Polairud, Bea Cukai, Bakamla dan lainnya.
Dimapping mana saja pelabuhan tikus yang selama ini digunakan penyelundupan.
Dari 100 pelabuhan tikus itu, misalnya, ya yang berpotensi itu berapa? Itu yang ditutup. Sehingga kasus narkotika ini tidak seperti gunung es. Tinggal meledak saja.
Kalau sekarang kan, bisa kapan saja muncul. Dalam teori di kriminologi itu, ada sebutan dark number, hitam, kelam. Istilah dark number mengacu ke kasus yang tidak terungkap. Bisa jadi yang tertangkap itu jauh lebih sedikit dibanding yang tidak tertangkap.
Kalau mau jujur, Narkoba itu sampai ke pelosok desa. Narkoba ini barang haram, yang dilarang negara. Dicari penggunanya, pemakainya dan penjualnya. Tapi ada dimana-mana. Problematik seperti mainan.
Ada dimana-mana.
Pencegahannya bagaimana? Itu tadi stakeholder terkait harus mapping pelabuhan atau jalur tikus tadi. Gunakan sarana dan prasarana yang ada untuk memonitor pelabuhan tadi.
Sampai ditemukan solusi permanen.
Kalau kita beralasan, pelabuhan tikus terus, ngak akan pernah selesia. Alibi saja jadinya.
Ingat ya, penjahat itu pada intinya, terlebih bandar narkoba, mereka itu cerdas, pintar dan mau belajar. Jangan anggap mereka bodoh. Semakin lalai kita, mereka akan semakin pintar. (Tribunpekanbaru.com/Palti Siahaan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.