CATATAN TRIBUNERS
Dari Deep Learning hingga MIKiR, Membekali Generasi Era Disrupsi dengan Pendidikan Berkualitas
Perubahan teknologi yang begitu cepat dan kompleks menuntut individu memiliki keterampilan yang tidak hanya relevan, tapi juga mampu bertahan.
Oleh:
Yusriwiati Yose
Project Management Unit Tanoto Foundation
Di tengah derasnya arus disrupsi digital, dunia pendidikan menghadapi tantangan yang tak ringan. Perubahan teknologi yang begitu cepat dan kompleks menuntut individu memiliki keterampilan yang tidak hanya relevan, tapi juga mampu bertahan dalam situasi tak terduga.
Kecakapan seperti kreativitas, orisinalitas, inisiatif, kemampuan berpikir kritis, kolaborasi, belajar mandiri, dan problem solving, menjadi keterampilan utama yang dibutuhkan di abad ke-21. Dalam Future of Jobs Report 2020 yang dirilis World Economic Forum, kompetensi-kompetensi ini menempati posisi teratas dalam kebutuhan dunia kerja di 26 negara, termasuk Indonesia. Ditambah lagi, literasi teknologi serta kemampuan beradaptasi menjadi bekal penting bagi siapa pun yang ingin bertahan, bahkan unggul, di masa depan.
Sayangnya, sistem pendidikan kita belum sepenuhnya mampu menjawab tantangan ini. Banyak siswa masih kesulitan mengaitkan pengetahuan dengan situasi nyata, atau memahami konsep secara mendalam. Pembelajaran sering kali masih bersifat hafalan, belum cukup mendorong eksplorasi ide, refleksi, atau penerapan pengetahuan dalam konteks yang lebih luas.
Padahal, inilah saatnya pendidikan bergerak lebih jauh: bukan hanya mengajar, tetapi menumbuhkan pemahaman yang menyeluruh dan berakar. Yang dibutuhkan adalah pembelajaran yang mengaktifkan cara berpikir kritis, menghubungkan ide-ide, menumbuhkan kreativitas, dan mampu menginspirasi siswa untuk menyelami makna dari setiap proses belajar.
Kebutuhan Deep Learning
Pendekatan ini bukanlah sesuatu yang sepenuhnya baru. Sejak tahun 1970-an, negara-negara seperti Swedia, Norwegia, dan Australia telah menerapkan deep learning—sebuah pendekatan yang menekankan pada penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran berkesadaran (mindful), bermakna (meaningful), dan menggembirakan (joyful), melalui olah pikir (intelektual), olah hati (etika), olah rasa (estetika), dan olah raga (kinestetik) secara holistik dan terpadu.
Di Indonesia, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti belakangan mewacanakan konsep ini bertolak dari pengalamannya belajar di Australia. Dalam forum akademik di Universitas Muhammadiyah Purworejo (22 Mei 2025), ia menekankan bahwa deep learning mampu mengatasi learning loss selama pandemi Covid-19.
Pembelajaran mendalam ini mendorong siswa untuk:
· menganalisis informasi, data, gambar dan lainnya
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.