Peluang Cuan Minyak Jelantah dari Program Makan Bergizi Gratis, Dijual Rp 7.000 per Liter
Minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat dimanfaatkan dan dijual seharga Rp 7.000 per liter.
TRIBUNPEKANBARU.COM - Minyak jelantah dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat dimanfaatkan dan dijual seharga Rp 7.000 per liter.
Harga itu disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana.
"Rata-rata harganya sekitar Rp 7.000. Jadi lumayan lahir 1 entrepreneur yang bisa mengambil minyak jelantah dari SPPG. Daripada minyak itu dibuang lebih baik ditampung, dan kemudian menjadi pendapatan baru untuk SPPG," kata Dadan saat ditemui di Kantor BP Taskin, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).
Menurut Dadan, satu Sentra Pangan dan Pemenuhan Gizi (SPPG) menggunakan sekitar 800 liter minyak goreng setiap bulan untuk mendukung program MBG.
Baca juga: Dapur MBG di Kalibata Jaksel Ini Berhenti Beroperasi karena Belum Dibayar, Rugi Hampir Rp 1 M
Dari jumlah tersebut, sebanyak 71 persen atau sekitar 550 liter menjadi minyak jelantah.
"Setiap bulan itu, satu SPPG mengkonsumsi kurang lebih 800 liter minyak goreng dan 71 persennya menjadi jelantah, artinya sekitar 550 liter," ucapnya.
Ia menambahkan, minyak jelantah tersebut bisa ditampung dan dijual ke perusahaan yang membutuhkan bioavtur atau bahkan diekspor.
"Ini kalau ada satu pengusaha yang menghubungkan satu kabupaten, minyak jelantah bisa ditampung, dan kemudian bisa diekspor atau bisa dijual untuk bioavtur," paparnya.
Pendapatan dari penjualan minyak jelantah itu nantinya akan menjadi pemasukan tambahan bagi SPPG.
"Jadi itu (dana) tidak dibekukan, karena itu termasuk barang yang sudah selesai, menjadi pendapatan di SPPG," jelas Dadan.
Ia meyakini bahwa pemanfaatan minyak jelantah dari MBG dapat memberikan dampak positif secara ekonomi di daerah.
"Jadi dari aspek menghilangkan kemiskinan ekstrem, alhamdulillah sudah ada yang terentaskan dengan program makan bergizi," kata dia.
Tantangan Penggunaan Bioavtur di Industri Penerbangan
Sementara itu, Pengamat Penerbangan Gatot Rahardjo menilai rencana pemerintah untuk menggunakan bioavtur dari minyak jelantah dalam industri penerbangan sebagai langkah yang ramah lingkungan.
Namun, ia menekankan adanya sejumlah tantangan, khususnya terkait harga dan ketersediaan bahan baku.
“Kalau sudah menjadi bioavtur, itu sudah aman digunakan. Tapi masalahnya adalah harganya yang masih mahal dan jumlah produksinya terbatas. Kalau harga bioavturnya mahal dan jumlahnya terbatas, tentu saja ini tidak worth it bagi maskapai,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/6/2025).
Gatot juga menyoroti potensi dampak ekonomi dari penggunaan bioavtur terhadap harga tiket pesawat.
“Karena akan membuat biaya produksi meningkat dan nantinya harga tiket juga naik. Padahal tarif batas atas tiket pesawat tidak naik. Kalau maskapai pakai bioavtur saat ini, tentu akan rugi bahkan bisa bangkrut,” katanya.
Ia menambahkan, sebelum diwajibkan menggunakan bioavtur, maskapai harus dijamin tidak mengalami kerugian.
“Jadi harus dipastikan dulu maskapai tidak rugi saat pakai bioavtur, terutama terkait harganya harus setara dengan avtur biasa, produksinya kontinyu, dan distribusinya merata di seluruh Indonesia atau tarif pesawat dinaikkan sesuai dengan harga bioavturnya,” sambungnya.
Menurut Gatot, selama ini Singapura menjadi negara produsen bioavtur dari minyak jelantah yang bahan bakunya berasal dari Indonesia, dan hasil produksinya diekspor ke Amerika Serikat.
“Kalau potensi produksinya, bioavtur dari minyak jelantah ini di Indonesia sangat besar karena kita banyak memproduksi minyak jelantah, tapi selama ini belum dikumpulkan secara baik dan yang sudah terkumpul justru diekspor ke Singapura,” jelasnya.
Target Pemerintah Terapkan Bioavtur 5 Persen Tahun Ini
Pemerintah sendiri menargetkan penerapan bahan bakar pesawat ramah lingkungan atau Sustainable Aviation Fuel (SAF) dengan campuran 5 persen bioavtur pada tahun ini.
Target tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun tentang Penetapan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Transportasi.
Inspektur Kelaikan Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Sayuta Senobua, menyebut bahwa target tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 12 Tahun 2015.
Sayuta menuturkan, implementasi bioavtur di Indonesia sebenarnya telah direncanakan sejak lama.
Dalam Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015, disebutkan bahwa campuran bioavtur ditargetkan mencapai 2 persen pada 2016, 3 persen pada 2020, dan 5 persen pada 2025.
(*)
Heboh 5.000 Dapur MBG Diduga Fiktif, BGN Klarifikasi dan akan Tinjau Ulang Usulan |
![]() |
---|
Banyak Keracunan Massal MBG, Istana Minta Maaf Akui Kekurangan dan Janji Evaluasi |
![]() |
---|
Heboh Soal Ulat di Sayur MBG SMAN 6 Solo, Wali Kota Akui Pernah Temukan Daging Tak Sesuai Standar |
![]() |
---|
Wako Agung Nugroho Dampingi Wamen PAN RB Pastikan MBG di Kota Pekanbaru Berjalan Baik |
![]() |
---|
Heboh MBG di Banyumas Roti dan Kacang Rebus, Disdik: Program Dihentikan Sementara untuk Evaluasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.