Berita Viral

Temuan Dinsos Bandung, Miris, Satu Keluarga Konsumsi Ayam Kedaluwarsa dan Makanan yang telah Dibuang

Dinsos Bandung telah turun melihat satu keluarga yang konsumsi ayam kedaluwarsa dan makanan yang telah dibuang. Terungkap fakta ini

Editor: Budi Rahmat
YT KDM
MAKAN BANGKAI AYAM - Satu keluarga makan bangkai ayam ditemukan Dedi Mulyadi 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Temuan satu keluarga yang mengkonsumsi bangkai ayam menjadi perhatian publik. Satu keluarga tersebut tinggal di di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB.

Awal temuan satu keluarga yang makan bangkai ayam setelah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melakukan kunjungan. Ditemukankan satu keluarga yang ternyata tengah memasak ayam bangkai atau ayam yang telah bekas dan penuh lalat.

Temuan tersebut sempat membuat Dedi Mulyadi syok hingga berucap miris. Ia kemudian gercep dnegan memberikan bantuan.

Baca juga: CERITA Istri Polisi Dilaporkan Gelapkan Uang Arisan Online, Berakhir Damai usai Polisi Lakukan Ini

Kini sosok satu keluarga yang makan bangkai ayam telah didatangi dinas sosial Kabupaten Bandung. Dan dari kunjungan tersebut didapatkan fakta-fakta berikut

Ya, Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Bandung, Jawa Barat, membenarkan bahwa pemulung yang viral karena memasak bangkai ayam di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat (KBB), merupakan warga Kabupaten Bandung.

Pemulung tersebut diketahui berasal dari Kecamatan Majalaya. Informasi ini terungkap setelah Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengunjungi TPA Sarimukti dan bertemu langsung dengan yang bersangkutan.

Dalam video yang diunggah di akun Instagram resmi Dedi Mulyadi pada Minggu (13/7/2025), pemulung tersebut memperlihatkan ayam bangkai yang sedang dimasaknya dan mengaku memang biasa mengonsumsi makanan bekas.

Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinsos Kabupaten Bandung, Miftahussalam, menyampaikan bahwa pemulung itu tercatat sebagai warga Kampung Pasir Luhur RT 001/RW 004, Desa Neglasari, Kecamatan Majalaya.

"Dengan nama kepala keluarga Mimin Hasanudin atau suami dari ibu Iin yang diwawancarai gubernur," kata Miftah melalui pesan singkat, Jumat (18/7/2025).

Pihaknya telah menindaklanjuti kejadian tersebut dengan menerjunkan Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) untuk melakukan assessment terhadap keluarga tersebut.

Mimin diketahui memiliki tiga anak. Anak pertama bekerja sebagai kuli bangunan di Bekasi, anak kedua duduk di bangku kelas dua sekolah dasar, dan anak bungsu masih berusia lima tahun.

Miftahussalam menyebut banyak warga Kampung Pasir Luhur yang memang menggantungkan hidup sebagai pemulung di TPA Sarimukti.

"Jadi memang bertahun-tahun, hingga beregenerasi jadi pemulung di sana," ungkapnya.

Baca juga: Misteri Temuan Jasad Perempuan Muda dengan Kondisi Tangan Diborgol, Polisi Beberkan Fakta Ini

Makanan yang dimasak oleh Mimin dan keluarganya, kata Miftah, kerap berasal dari limbah toko atau supermarket. Mereka biasa mengambil makanan yang sudah kedaluwarsa namun masih tampak layak dikonsumsi.

"Tidak hanya daging ayam atau ikan, ada juga makanan yang dibuang dalam kemasan kaleng atau dus. Daging ayam yang dibuang pun merupakan daging yang disimpan di es beku atau freezer sehingga kondisinya masih relatif segar," jelasnya.

Mimin dan Iin hingga kini belum memiliki rumah dan masih tinggal menumpang di rumah orangtuanya, meskipun sudah memiliki sebidang tanah.

"Tapi belum punya dana untuk membangunnya karena penghasilannya sebagai pemulung sangat minim," ujar Miftah.

Pemerintah Desa Neglasari disebut sudah menyalurkan program rumah tidak layak huni (rutilahu) di kampung tersebut, namun Mimin belum mendapatkan bantuan karena belum memiliki bangunan yang bisa direhab.

"Baru rumah ibunya saja yang sudah direhab rutilahu pada tahun 2010 lalu," ungkapnya.

Meskipun sudah dilakukan assessment, Miftah mengakui bahwa tidak menutup kemungkinan keluarga Mimin tetap kembali bekerja sebagai pemulung di TPA Sarimukti.

Sementara itu, pemerintah desa tidak bisa melarang warga untuk bekerja di sana karena merupakan pilihan masing-masing individu.

"Namun pemerintah desa setempat menyatakan akan terus melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada warganya berupa program pemberdayaan masyarakat, agar bisa merubah stigma atau pandangan negatif bekerja sebagai pemulung," bebernya.

Dedi Mulyadi Syok

Syok, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi tak menyangka satu keluarga makan ayam yang telah jadi bangkai.

Ayam yang dikerubungi lalat tersebut merupakan ayam yang dipungut dari pembuangan sampah. 

Betapa mirisnya Dedi melaihat kenyataan tersebut. Fakta lainnya, keluarga ini juga tinggal di rumah yang kumuh dnegan tidak layak untuk sanitasi dan air bersih .

Baca juga: LIVE Indonesia vs Filipina Asean Cup U23 2025, Kickoff Pukul 20.00 WIB, Link Nonton Lewat Handphone

Dedi berulangkali mempertanyakan soal ayam bangkai yang dimasak sang ibu.

Ia bahkan tak kuasa melihat kenyataan itu dan memberikan bantuan demi hidup yang layak bagi keluarga tersebut.

Ya, baru-baru ini Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi begitu miris melihat langsung satu keluarga pemulung di Bandung Barat, Jawa Barat, memasak bangkai ayam untuk makan.

Saat itu, Dedi Mulyadi mengunjungi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (14/7/2025). 

Ia dibuat syok dengan kondisi Keluarga yang berasal dari Majalaya itu tinggal di gubuk dekat TPA Sarimukti. 

Potret keluarga ini sangat memprihatinkan.

Mereka tinggal di gubuk sederhana dari papan, tanpa dapur layak dan kamar mandi.

Suami mengais rongsokan, dan istri mengurus anak-anak di rumah kayu sederhana penuh lalat.

Betapa mirisnya Dedi Mulyadi melihat ayam yang dimasukan dalam panci itu telah dipenuhi lalat.

"Ya Allah ya Rabbi," ucap Dedi Mulyadi saat melihat ayam yang diambil dari tempat sampah.

"Berarti ini sudah bercampur dengan sampah bu," sambungnya.

Ibu tiga anak itu mengaku terpaksa mengambil bangkai ayam agar bisa mengisi perut keluarga.

“Kan bangkai?” tanya Dedi dengan nada tinggi, terkejut. 

“Iya, anak juga gak mau makan,” balas sang ibu. 

“Masak ibu ngasih makan bangkai!?” ujar Dedi kembali dengan nada tinggi. 

Meski ayam tersebut dicuci dan dimasak ulang, Dedi menegaskan bahwa hal itu sangat berbahaya bagi kesehatan. 

Dedi pun menanyakan penghasilan harian sang ibu yang ternyata sangat kecil.

"Sehari ibu dapat berapa di sini?" tanyanya.

"Cuma Rp20 ribu, paling gede Rp30 ribu," jawabnya lirih.

Sang suami bekerja mengais rongsokan dan hanya menghasilkan sekitar Rp 50.000 sehari.

Dedi pun meminta KTP untuk mengecek alamat mereka dan memastikan apakah keluarga ini mendapatkan bantuan yang layak. 

Saat ditanya kenapa tak tinggal di kampung saja, ia mengaku susah cari kerja di sana.

“Cari nafkah di sini, Pak. Di kampung susah pekerjaan,” kata sang ibu. 

Bahkan untuk makan hari itu, ia mengaku belum punya beras karena belum mendapatkan uang.

Diketahui, sang ibu memiliki 3 anak, anak pertamanya menjadi kuli di Jakarta, yang kedua masih sekolah sd berusia 7 tahun diasuh oleh ibunya, sementara ia tinggal bersama suami dan anak bungsunya di gubuk reyot tersebut.

KDM Beri Bantuan

Melihat betapa mirisnya kondisi satu keluarga itu, Ia menegaskan bahwa pemerintah provinsi akan segera melakukan penataan terhadap pemukiman kumuh di sekitar TPA.

Ia menyampaikan keprihatinannya atas fakta bahwa sebagian besar rumah di sana tidak memiliki akses air bersih, tidak ada sanitasi memadai, dan sebagian bahkan belum teraliri listrik.

"Rumah-rumah di sini kumuh. Nanti dalam waktu tidak terlalu lama semuanya akan saya rapikan, bereskan, dan nanti rumah-rumah kumuhnya akan ditata," ucapnya.

Dedi pun berjanji akan menata kawasan kumuh tersebut, termasuk memperbaiki drainase dan merelokasi warga yang tinggal di lingkungan tak layak huni. 

“Besok ada yang ngebresin ini. Drainasenya mau dirapiin. Kasur-kasur diangkat. Rumah-rumah mau saya tata, jangan begini,” kata Dedi. 

Di akhir kunjungan, Dedi memberikan sejumlah uang kepada keluarga tersebut. 

Si ibu tak kuasa menahan tangis dan mengucapkan terima kasih. 

“Nuhun (terima kasih), Pak,” ucapnya lirih.

"Selama ini ditata, mereka akan cari kontrakan di sekitar sini," pungkasnya.

Tentu saja apa yang dilakukan Dedi Mulyadi adalah bentuk kecintaannya pada warganya. Ia antusias jika sudah berbicara penataan dan bagaimana warganya bisa hidup damai, nyaman dan berkeadilan . (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved