Berita Populer Riau

POPULER RIAU: Mahkota Emas Sultan Siak Dipamerkan & Riau Akan Punya Kodam 19/Tuanku Tambusai

Dua berita populer Riau, Kodam 19/Tuanku Tambusai akan diresmikan dan Mahkota Sultan Siak dipamerkan di Pekanbaru

Editor: Theo Rizky
Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgio
SULTAN SIAK - Mahkota Kesultanan Siak Sri Indrapura dipamerkan. Tiga pusaka agung milik Sultan Siak Sri Indrapura, berupa mahkota, pedang, dan medali akhirnya tiba di bumi Lancang Kuning, Rabu (6/8/2025). 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Ada dua berita populer di Riau yang menjadi perhatian dalam kurun waktu 24 jam terakhir.

Pertama berita mengenai Provinsi Riau yang akan memiliki Kodam 19/Tuanku Tambusai. 

Kodam tersebut yang akan diresmikan Presiden RI Prabowo Subianto dalam waktu dekat ini.

Selanjutnya berita soal Mahkota Sultan Siak dipamerkan di Pekanbaru, sebelumnya mahkota tersebut disimpan selama 80 tahun di Museum Nasional, Jakarta.

Kodam 19/Tuanku Tambusai akan Diresmikan

Provinsi Riau bersiap menyambut babak baru dalam sejarah pertahanan nasional dengan diresmikannya Komando Daerah Militer (Kodam) baru.

Kodam 19/Tuanku Tambusai, yang akan menjadi Kodam mandiri setelah memisahkan diri dari Kodam I/Bukit Barisan, dijadwalkan diresmikan oleh Presiden pada 10 Agustus mendatang.

Keputusan ini menegaskan peran strategis Riau sebagai pilar penting pertahanan di Sumatera.

"Peresmian Kodam ini dilakukan oleh Presiden secara serentak dengan Kodam lainnya pada tanggal 10 Agustus. Untuk Kodam di Riau nanti akan berlokasi di Pekanbaru," ujar Pangdam I/Bukit Barisan, Mayjen TNI Rio Firdianto.

Pangdam I BB Mayjen TNI Rio Firdianto (tengah) saat meninjau Karhutla di jalan lintas di Dusun Karya Nyata, Kepenghuluan Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Babussalam, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Selasa (5/8/2025)
KODAM - Pangdam I BB Mayjen TNI Rio Firdianto (tengah) saat meninjau Karhutla di jalan lintas di Dusun Karya Nyata, Kepenghuluan Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Babussalam, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Selasa (5/8/2025). Mayjen TNI Rio Firdianto mengatakan bahwa peresmian Kodam 19/Tuanku Tambusai dilakukan oleh Presiden secara serentak dengan Kodam lainnya pada tanggal 10 Agustus 2025 (Tribunpekanbaru.com/Rizky Armanda)

Dengan peresmian ini, markas Korem 031/Wira Bima yang saat ini berada di Jalan Mayor Ali Rasid, Pekanbaru, akan bertransformasi menjadi Markas Kodam 19/Tuanku Tambusai.

Perubahan ini juga berdampak pada Korem 031/Wira Bima yang akan dipindahkan dan dibagi menjadi dua markas baru, yaitu di Indragiri Hulu (Inhu) dan Rokan Hilir (Rohil).

Nama "Tuanku Tambusai" sendiri dipilih untuk mengabadikan semangat perjuangan pahlawan nasional dari Riau.

Langkah ini tidak hanya memperkuat pertahanan, tetapi juga menjadi simbol penghargaan terhadap sejarah dan identitas lokal.

Peresmian Kodam baru ini menandai era penting bagi Riau, di mana komando militer akan lebih terfokus dan responsif terhadap dinamika keamanan di wilayah Bumi Lancang Kuning.

Peningkatan status ini diharapkan mampu mengoptimalkan koordinasi militer dan mendukung stabilitas regional secara lebih efektif.

Mahkota Sultan Siak Dipamerkan di Pekanbaru

Tiga benda pusaka Kesultanan Siak Sri Indrapura, mahkota, pin dan pedang peninggalan Sultan akhirnya kembali menginjak bumi Riau, setelah lebih dari delapan dekade tersimpan di Museum Nasional, Jakarta.

Momen langka ini akan menjadi suguhan utama dalam Pameran Kenduri Riau dalam rangka memeriahkan Hari Jadi ke-68 Provinsi Riau yang digelar pada 7–10 Agustus 2025 di Jalan Sultan Syarif Kasim, tepat di depan Masjid Raya Annur, Pekanbaru.

“Pameran tahun ini sangat luar biasa karena untuk pertama kalinya tiga benda pusaka, berupa mahkota, pin, dan pedang Sultan Siak dipamerkan langsung di hadapan masyarakat Riau,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rahmat, Rabu (6/8/2025).

Mahkota Sultan Siak Sri Indrapura
Mahkota Sultan Siak Sri Indrapura (Foto/Museum Nasional Indonesia)

Menurut Roni, pihak Museum Nasional Indonesia telah memberikan izin peminjaman dengan pengawalan keamanan ketat.

Ketiga benda ini akan disambut dalam prosesi adat Melayu di Balai Adat LAMR pada Rabu (6/8/2025) sore.

Dibuat pada abad ke-19, Mahkota Kesultanan Siak adalah simbol kejayaan kerajaan Melayu yang megah.

Terbuat dari emas, bertahtakan berlian, rubi, zamrud, dan mutiara, mahkota ini memiliki berat 1.803,3 gram, diameter 33 cm, dan tinggi 27 cm.

Mahkota ini terakhir kali berada di Riau sebelum tahun 1945, saat Sultan Syarif Kasim II menyerahkannya kepada Republik Indonesia, sebagai bentuk dukungan terhadap kemerdekaan.

Tak hanya menyerahkan simbol kebesaran kerajaan, sang sultan juga menyumbang satu juta gulden untuk perjuangan negara yang baru lahir.

Selain mahkota, dua artefak lain yang ikut dipamerkan adalah pin, simbol kebangsawanan dan otoritas, serta pedang Sultan, yang diyakini menjadi bagian dari perlengkapan upacara dan simbol kekuatan Kesultanan.

Keduanya ikut menjadi bagian dari warisan sejarah yang merepresentasikan identitas dan martabat Melayu.

“Benda-benda ini bukan sekadar artefak, tetapi juga penanda ingatan kolektif kita sebagai masyarakat Melayu Riau,” tambah Roni.

Kehadiran tiga pusaka ini dalam pameran tidak hanya menyedot perhatian, tetapi juga memicu kebanggaan tersendiri di tengah masyarakat.

Untuk pertama kalinya, generasi baru Riau akan dapat menyaksikan langsung simbol kejayaan leluhur mereka, bukan hanya lewat foto dan literatur.

Pameran dibuka setiap hari pukul 14.00 hingga 20.00 WIB, dan terbuka untuk umum.

"Kami berharap pameran ini menjadi momentum memperkuat kembali jati diri budaya Melayu, serta menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga dan menghargai sejarah," katanya.

Mahkota Kerajaan Siak yang kini menjadi pusaka berharga di Museum Nasional Indonesia, ternyata dibuat oleh seorang ahli dari Jawa.

Terbuat dari emas nyaris dua kilogram, mahkota ini juga bertabur intan dan batu rubi.

Ketua Dewan Pimpinan Harian LAM Riau, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, mengungkapkan hal ini saat menyambut kedatangan tiga benda pusaka Kerajaan Siak di Gedung LAM Riau, Rabu (6/8/2025).

“Mahkota ini dibuat di Siak, tapi ahlinya didatangkan langsung dari Jawa. Namanya Raden Mas Singo Sarwaki,” ujarnya.

Sang pengrajin kemudian diberi gelar kehormatan oleh Sultan dan dikenal dengan nama Pangeran Ali.

Bahkan namanya diabadikan sebagai nama jalan di Kota Siak.

Menurut Taufik, Pangeran Ali datang bersama anak-anaknya, seperti Karto, Sarbuni (atau Karsuni), dan lainnya.

Mereka merupakan bagian dari suku Hamba Raja Dalam, kelompok pengabdi istana yang memiliki keterampilan khusus.

Bahan pembuatan mahkota pun luar biasa. Emas murni seberat hampir 2 kilogram.

Dipadukan dengan taburan intan dan batu rubi.

Kemewahan ini mencerminkan kejayaan dan kemegahan Kerajaan Siak di masa lampau.

Namun lebih dari itu, mahkota ini juga sarat makna spiritual.

“Di bagian depan ada hiasan kuncup teratai dengan simbol Bala Ruh Tajalli,” jelas Taufik.

Simbol itu berasal dari bahasa Arab.

Balaruh berarti pengakuan ruh atas keesaan Allah.

Tajalli bermakna pancaran ilham Tuhan kepada hamba-hamba pilihan.

“Maknanya sangat dalam. Mahkota ini adalah lambang keabsahan seorang raja. Bahwa ia adalah khalifah Tuhan di muka bumi, berkuasa secara adat dan Islam,” ujarnya.

Selain itu, mahkota juga dihiasi tiga bunga teratai atau seroja.

Dalam budaya Melayu, teratai melambangkan kesucian jiwa.

Meskipun tumbuh di lumpur, bunga ini tetap bersih dan mekar indah.

“Itulah gambaran pemimpin yang luhur. Tetap bersih meski berada di lingkungan yang buruk,” ujar Taufik lagi.

Mahkota megah ini dibuat pada masa Sultan Syarif Kasim I, menjelang penobatan Sultan Syarif Hasyim pada tahun 1864.

Kini, mahkota tersebut menjadi pusaka kerajaan yang dilindungi, dan telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Tak Benda Nasional.

“Mahkota ini bukan sekadar benda bersejarah. Ia adalah warisan spiritual, kebudayaan, dan simbol kekuasaan yang sah. Pusaka yang sangat langka dan harus terus kita jaga,” kata Taufik. 

Sejarah dan Makna Mahkota

  • Mahkota ini dikenakan oleh Sultan Siak sebagai lambang kekuasaan, kemuliaan, dan legitimasi kerajaan.
  • Dibuat pada abad ke-19, mahkota ini menjadi simbol warisan budaya Melayu yang sangat berharga.
  • Pada tahun 1945, Sultan Syarif Kasim II menyerahkan mahkota ini kepada Pemerintah Republik Indonesia sebagai bentuk dukungan terhadap kemerdekaan Indonesia2.

Bahan dan Desain Artistik

  • Terbuat dari emas murni seberat 1.803,3 gram.
  • Dihiasi berlian, rubi, zamrud, dan mutiara.
  • Ukuran: diameter 33 cm, tinggi 27 cm.
  • Menggunakan teknik filigree (kerawang), yaitu motif sulur dan bunga yang dibuat dari kawat emas tipis yang dipilin dan disatukan secara manual3.
  • Di bagian kening terdapat inskripsi Arab bertuliskan “mahkota emas”.

Status dan Lokasi

  • Mahkota ini telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional melalui SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 248/M/2013.
  • Selama lebih dari 80 tahun, mahkota disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta.
  • Pada Agustus 2025, mahkota dibawa kembali ke Riau untuk dipamerkan dalam rangka Hari Jadi ke-68 Provinsi Riau.

Nilai dan Keistimewaan

Diperkirakan bernilai lebih dari Rp1 triliun karena bahan dan nilai sejarahnya.

Mahkota ini bukan sekadar benda, melainkan lambang marwah dan jati diri masyarakat Melayu Riau.

(Tribunpekanbaru.com/Syaiful Misgiono/Rizky Armanda)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved