Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Berita Regional

Gadis 15 Tahun Tergiur Gaji Rp 125 per Jam, Malah Jadi Korban TPPO, Kini Hamil 5 Bulan

Tergiur gaji Rp 125.000 per jam, seorang wanita remaja berusia 15 tahun inisial SHM tak sadar telah dijebak.

Editor: Muhammad Ridho
TribunPekanbaru/Ikhwanul Rubby
ILUSTRASI TEMPAT KARAOKE - Seorang pengunjung tengah mengganti lagu karaoke melalui smartphone 

TRIBUNPEKANBARU.COM - Tergiur gaji Rp 125.000 per jam, seorang wanita remaja berusia 15 tahun inisial SHM tak sadar telah dijebak.

Ia kini tengah mengandung janin 5 bulan.

Ternyata SHM dijadikan pemandu karaoke atau LC di sebuah bar di kawasan Jakarta Barat.

LC adalah singkatan dari Lady Companion.

Yaitu seorang wanita yang bekerja sebagai pemandu karaoke atau pendamping tamu di bar atau tempat hiburan malam.

Tugasnya adalah menemani tamu bernyanyi, berbincang, dan menciptakan suasana menyenangkan selama sesi hiburan.

Sayangnya, dalam beberapa kasus, istilah LC kini dikaitkan dengan praktik eksploitasi seksual dan perdagangan orang, seperti yang terjadi dalam kasus tragis di Jakarta.

Kasus ini bermula saat korban berkenalan dengan salah satu tersangka berinisial RH di media sosial Facebook. 

Saat itu, korban ditawari bekerja di Jakarta sebagai LC.

"Korban dijanjikan bekerja sebagai pemandu karaoke dengan upah Rp 125 ribu per jamnya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi dalam keterangannya, Minggu (10/8/2025).

Karena tergiur, korban akhirnya menerima tawaran tersebut dan dibawa ke Jakarta oleh tersangka.

Lalu, korban ditampung di salah satu apartemen.

Tragisnya, korban tak hanya bekerja sebagai LC.

Dia ternyata juga diminta untuk melayani nafsu pria hidung belang hingga saat ini korban hamil lima bulan.

"Kemudian anak korban diantar ke sebuah bar di wilayah Jakarta Barat yang bernama Bar Starmoon. Setelah mulai bekerja, korban selain sebagai pemandu lagu, juga diminta untuk melayani beberapa pria untuk melakukan hubungan seksual dengan upah bayaran Rp 175.000 sampai dengan Rp 225.000," tuturnya.

10 Tersangka Ditangkap

Mengetahui hal itu, orang tua korban pun melaporkan ke Polda Metro Jaya hingga terdapat 10 orang tersangka berhasil ditangkap.

Ade Ary merinci delapan tersangka di antaranya adalah wanita yakni TY alias BY, RH, VFO alias S, FW alias Mak C, EH alias mami E, NR alias mami R, SS dan OJN.

Sementara, dua orang tersangka lainnya yakni RH dan satu orang anak berhadapan dengan hukum (ABH) adalah pria.

"Untuk tersangka ada 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, namun satu orang anak berhadapan dengan hukum (ABH) tidak ditahan karena masih berusia anak dan hanya dikenai wajib lapor," jelasnya.

Adapun peran para tersangka pun berbeda-beda. 

TY alias BY dan RH perannya sebagai penampung dengan menyediakan apartemen bagi korban. 

Sedangkan VFO alias S sebagai perantara perekrutan.

Lalu, FW alias Mak C, EH alias Mami E dan NR alias Mami R berperan mami/marketing. 

Kemudian, SS berperan sebagai accounting Bar Starmoon, RH sebagai pihak yang merekrut korban.

Sementara ABH mempunyai peran mengantar jemput korban dan OJN berperan pemilik Bar Starmoon. 

Polisi pun masih memburu dua tersangka lainnya, yakni Z yang turut merekrut korban dan FS alias F alias C sebagai pengantar jemput korban.

Sanksi TPPO

Atas perbuatannya, mereka dikenakan Pasal 76D Juncto Pasal 81 dan/atau Pasal 76E Jo Pasal 82 dan/atau Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Lalu, mereka dijerat Pasal 12 dan/atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) serta Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.

TPPO atau Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu kejahatan yang melibatkan eksploitasi manusia melalui cara-cara seperti perekrutan, pengangkutan, penampungan, atau pemindahan seseorang dengan tujuan eksploitasi.

Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, TPPO adalah setiap tindakan yang memenuhi unsur perdagangan orang, termasuk:

  • Ancaman atau penggunaan kekerasan
  • Penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan
  • Penjeratan utang atau pemberian bayaran kepada pihak yang mengendalikan korban
  • Tujuan eksploitasi, seperti kerja paksa, eksploitasi seksual, atau perdagangan organ tubuh
  • Pasal 15 UU TPPO mengatur sanksi pidana bagi pengurus dan korporasi yang terlibat dalam TPPO.

Pengurus dapat dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Korporasi dapat dikenai pidana denda paling sedikit Rp360 juta dan paling banyak Rp1,8 miliar, serta sanksi tambahan seperti pencabutan izin usaha.  

Selain itu, ada juga sanksi pidana untuk tindakan yang terkait dengan TPPO, seperti percobaan, permufakatan jahat, dan membantu melakukan TPPO, yang diatur dalam Pasal 7 UU TPPO.  

Penerapan sanksi pidana ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelaku TPPO dan melindungi korban dari kejahatan perdagangan manusia. 

Profesi LC termasuk bagian dari industri hiburan, namun ada sisi gelap yang perlu diwaspadai:

Beberapa kasus menunjukkan bahwa LC dijadikan kedok untuk eksploitasi seksual, terutama terhadap perempuan di bawah umur.

Modus perekrutan sering dilakukan melalui media sosial dengan iming-iming bayaran tinggi.

Korban bisa terjerumus dalam praktik TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) dan mengalami kekerasan atau pelecehan.

( Tribunpekanbaru.com )

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved