Info Bisnis Sawit Riau
Kelapa Sawit Lebih Subur dengan Ecoenzym, Inovasi yang Dibawa Dosen Abdurrab ke Desa Sei Lembu
Tanaman sawit yang dipupuk dengan ecoenzym tumbuh lebih segar dengan daun yang lebih hijau
TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Limbah organik rumah tangga yang selama ini hanya berakhir di tempat sampah, kini bisa menjadi kunci bagi peningkatan produktivitas kelapa sawit.
Hal ini dibuktikan melalui pemanfaatan ecoenzym, cairan hasil fermentasi sederhana dari sisa buah, sayuran, hingga kulit makanan, yang diperkenalkan kepada masyarakat Desa Sei Lembu Makmur, Kabupaten Kampar.
Inovasi ini dikenalkan oleh tim dosen Universitas Abdurrab melalui program hibah pengabdian masyarakat dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) 2025.
Dengan metode yang mudah dipraktikkan, warga dilatih mengolah limbah organik menjadi ecoenzym yang kaya nutrisi dan berfungsi sebagai pupuk organik cair.
Ketua tim pengabdian, Assoc. Prof. Siti Juariah, S.Pi., M.Si., Ph.D, menjelaskan bahwa manfaat ecoenzym bukan hanya sebatas mengurangi pencemaran lingkungan, tetapi juga mendukung sistem pertanian berkelanjutan.
"Cairan ini mampu memperbaiki struktur tanah, meningkatkan mikroorganisme baik, serta merangsang pertumbuhan tanaman sawit. Hasilnya lebih ramah lingkungan dan menghemat biaya pupuk kimia," kata Prof Siti kepada Tribunpekanbaru.com.
Baca juga: PT KTU Tunjukkan Cara Dongkrak Produksi Sawit hingga 30 Ton per Hektare
Hasil uji coba di lahan perkebunan sawit milik warga menunjukkan respons positif.
Tanaman sawit yang dipupuk dengan ecoenzym tumbuh lebih segar dengan daun yang lebih hijau. Struktur tanah di sekitar tanaman juga tampak lebih gembur sehingga penyerapan air dan nutrisi lebih optimal.
Tidak hanya memberi manfaat langsung bagi lahan pertanian, penggunaan ecoenzym juga memberi keuntungan jangka panjang.
Dengan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, masyarakat bisa menekan biaya produksi sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem. "Ini langkah kecil menuju pertanian berkelanjutan yang sejalan dengan upaya menjaga lingkungan," tambah Prof Siti Juariah.
Rektor Universitas Abdurrab, Prof. Susi Endrini, S.Si., M.Sc., Ph.D, menegaskan bahwa kampus akan terus mendorong inovasi yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
Menurutnya, ecoenzym adalah contoh nyata bagaimana ilmu pengetahuan sederhana bisa menjadi solusi strategis di tingkat desa.
"Kita tidak hanya bicara teori, tetapi langsung mengajarkan teknologi tepat guna yang bisa diterapkan sehari-hari," ujarnya.
Bagi masyarakat Desa Sei Lembu, ecoenzym kini bukan sekadar produk baru, melainkan harapan untuk masa depan perkebunan sawit yang lebih ramah lingkungan.
Kepala Desa setempat menyebutkan bahwa warga sudah mulai mempraktikkan pembuatan ecoenzym di rumah masing-masing.
"Selain mengurangi sampah, hasilnya bisa dipakai untuk kebun sawit kami. Harapannya, produktivitas meningkat tanpa merusak tanah," imbuhnya.
Dengan semangat gotong royong dan pendampingan berkelanjutan, ecoenzym diharapkan menjadi gerakan baru masyarakat desa untuk mengubah limbah menjadi berkah, sekaligus menguatkan kemandirian petani sawit di Kampar.
(Tribunpekanbaru.com/Alexander)
Ampelindo Kampar Laporkan Truk Pembawa CPO dan Cangkang Kelapa Sawit Lebihi Muatan |
![]() |
---|
PT KTU Tunjukkan Cara Dongkrak Produksi Sawit hingga 30 Ton per Hektare |
![]() |
---|
Harga TBS Sawit Plasma Riau Periode 13-19 Agustus, PT Sari Lembah Subur Tertinggi Rp 14.725 per Kg |
![]() |
---|
Harga Terbaru TBS Plasma Periode 13–19 Agustus 2025, Umur 9 Tahun Tertinggi Rp3.631,58 per Kg |
![]() |
---|
Shinrei Raptor, Mesin Potong Rumput 452cc yang Efektif Bersihkan Lahan Sawit |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.