Pacu Jalur Kuansing 2025

Sehari Semalam Tarik Jalur ke Lokasi Lomba Tepian Narosa Kuansing, Juara pun Tak Balik Modal

Perjuangan Tim Pacu Jalur di Kuansing yang dikorbankan bukan untuk mencari uang sebagai hadiah lomba, melainkan mempertahankan harga diri kampungnya.

|
Penulis: Nasuha Nasution | Editor: Theo Rizky
Tribunpekanbaru.com/Nasuha Nasution
PACU JALUR - Pemimpin Redaksi Tribun Pekanbaru Erwin Ardian (kanan) bersama Tim Mahkota Alam Gunung Ibo di arena Pacu jalur Kuansing 

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Dengan mengenakan seragam serba kuning satu persatu dari mereka menarik sebatang rokok.

Sebagian terlihat kedinginan karena baru saja menyandarkan jalur mereka setelah mencoba pemanasan sebelum lomba.

Puluhan pria berbadan kekar itu terlihat ngos-ngosan saat tiba di tebing sungai Batang kuantan dengan wajah sedikit kecemasan, karena menunggu jadwal untuk bertanding hari itu di puncak festival pacu jalur hari pertama atau pembukaan.

Memang hari itu menjadi sejarah baru dalam pembukaan pacu jalur.

Pasalnya dihadiri banyak tamu penting dari berbagai belahan negara di dunia, dan dihadiri sejumlah pesohor termasuk Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Setelah mendarat di tebing, para pendayung inipun duduk berbaris, melihat tim lainnya, yang sedang persiapan untuk lomba, sambil menghisap beberapa batang rokok dan sebagian memilih ngobrol dengan tim lain.

Mereka ini merupakan rombongan dari tim Mahkota Alam Gunung Ibo dari Pulau Busung Kecamatan Inuman Kuantan Singingi, kedatangan mereka ke arena puncak pacu jalur ini membawa misi juara seperti yang pernah diraih generasi orangtua mereka tahun 1991 silam.

Baca juga: Malam Puncak Penutupan Pacu Jalur Sukses Dihadiri Ribuan Masyarakat, Polisi Terapkan Rekayasa Lalin

Dari kerumunan tim berseragam kuning itu, muncul seorang berseragam Melayu berwarna ungu, yang tidak lain adalah kapten atau ketua rombongan dari 61 orang di jalur tersebut, posisinya berada di tengah untuk mengatur kayuhan pendayung.

Dialah Ridwan, pria kelahiran 1994 itu dipercaya sebagai komandan timnya dan memegang satu tingkat untuk alat memberi kode saat jalur sudah berjalan.

"Generasi ayah kami pernah juara tahun 1991, namanya saat itu Jitu Kuantan, tahun 2017 kami juga pernah jadi juara 5 di Tapian Narosa," ujar Ridwan.

Untuk persiapan sendiri menurut Ridwan, sudah mulai dilakukan sejak perancangan hingga jalur atau perahunya jadi, hingga dua bulan lamanya.

"Kalau ini dari persiapan mulai dari perancangan dua bulan, mulai mencari kayu, atau banan atau pokok jalur dicari ke hutan dua mingguan lamanya, dibawa bersama ke kampung ditarik bersama sama,"ujar Ridwan.

Baca juga: Hari Terakhir Tepian Narosa Jadi Lautan Manusia, Ini Daftar Juara Festival Pacu Jalur Kuansing 2025

Namun dengan kemajuan teknologi sekarang, masyarakat sudah mulai dimudahkan, karena tidak ditarik secara manual lagi, sekarang dibantu dengan alat berat untuk menarik dari hutan dan mobil truk untuk membawanya ke lokasi pengolahan jalur.

Untuk panjang kayu yang diambil dihutan ini mencapai 30 meter, dengan diameter tiga meter lebih, sedangkan untuk yang mengerjakan biasanya sampai empat orang hingga satu bulan lamanya.

"Untuk biaya satu jalur saat ini diperkirakan Rp150 juta satu perahu jalur, dananya biasanya iuran dan swadaya setelah ada kesepakatan kepala desa dengan Ninik mamak di kampung,"ujar Ridwan.

Selanjutnya untuk mencari pendayung yang ikut untuk bertanding, akan dilakukan dengan melakukan seleksi terhadap anak-anak muda yang memiliki tenaga mendayung di kampung.

"Mencari pendayung diupayakan orang kampung itu sendiri, sebanyak 61 orang. Mulai dari anak joki, tukang onjai Dipilih dari warga desa," jelas Ridwan.

Baca juga: Minim Penginapan, Wisatawan Asal Batam Terpaksa Tidur di Teras Masjid Demi Lihat Pacu Jalur Kuansing

Sebelum event biasanya tim mereka melakukan latihan di Sungai Batang Kuantan hingga sebulan lamanya, termasuk mempersiapkan fisik lara pendayung jalur.

Ada yang menarik dari proses perjalanan tim ini hingga ke Tapian Narosa, tempat puncak digelar pacu jalur, mereka membawa jalur hingga sehari semalam lamanya menarik jalur melewati sungai Batang kuantan dari kampung mereka.

"Ditarik pakai speedboat biasanya sampai enam orang yang menjaga jalur itu untuk tiba ke lokasi Tapian Narosa, di jalan sampai sehari semalam,"ujar Ridwan.

Apa yang dilakukan tim ini, tidak lain dan tidak bukan hanya kebanggan terhadap kampung halaman mereka,

Perjuangan yang mereka korbankan bukan untuk mencari uang sebagai hadiah lomba, melainkan mempertahankan harga diri kampungnya.

"Kalau untuk hadiah, uangnya sekitar 60 juta, ada ternak sapi dan kerbau, Kalau pun juara belum tentu balik modal. Tapi karena ini tradisi, suatu kebanggaan bagi kami mengangkat kampung,"jelasnya.

Ia pun berharap, dengan adanya pacu jalur ini terjalin silaturrahmi antara sesama kampung di Kuantan Singingi dan silaturahmi juga dengan warga di Desa-desa yang berasal dari kabupaten tetangga Indragiri Hulu, karena mereka masih satu rumpun satu aliran sungai.

(Tribunpekanbaru.com / Nasuha Nasution)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved