Ia mengungkapkan, ada Guru K2 yang nasibnya lebih parah darinya.
"Ada yang gajinya hanya Rp 200 ribu per bulan. Padahal 5 tahun lagi mau pensiun. Sudah 22 tahun mengabdi," ujarnya.
Disinggung soal rencana pemerintah merekrut 100.000 guru CPNS, Rosmaniar berharap lebih mengutamakan guru honorer.
Ia meminta pemerintah mengangkat seluruh guru honorer menjadi ASN.
Rosmaniar menilai guru honorer tidak perlu mengikuti tes CPNS lagi.
Sebab, ia dan temannya sudah mengikuti tes beberapa kali.
Hanya saja, kelanjutan dari hasil tes itu tidak berbuah sampai ke pengangkatan mereka menjadi ASN.
"Kalau nanti harus tes, tentu ada yang baru-baru. Otomatis kami dibuang. Kami mau kemana?" keluh Rosmaniar.
Mestinya, harap dia lagi, pemerintah lebih mengutamakan nasib guru honorer.
Seberangi selat
Kondisi dan harapan yang sama juga dirasakan Herianto, guru yang mengajar di SDN 3 Desa Sialang Pasung, Kecamatan Rangsang Barat, Kepulauan Meranti.
Hampir 12 tahun mengajar di SDN 3 Sialang Pasung, ia hanya mendapatkan honor sebesar Rp 500 ribu per bulan.
Untuk mendapatkan honor Rp 500 ribu tersebut, guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Inggris dan Arab Melayu ini juga harus menyeberangi selat yang memisahkan Pulau Tebingtinggi dengan Pulau Rangsang menggunakan kapal motor ke sekolah tempatnya mengajar.
Ironisnya, ia harus menyisihkan Rp 450 ribu per bulan untuk ongkos kapal motor. Praktis, honornya hanya tersisa sebesar Rp 50 ribu saja per bulannya.
"Rumah saya kan di Desa Gogok Kecamatan Tebingtinggi Barat, kalau mau mengajar ke sekolah saya di Desa Sialang Pasung, Rangsang Barat ya harus menyeberang," ujarnya, Kamis (6/9/2018).