TRIBUNPEKANBARU.COM - Ahli Tsunami Dr. Eng. Hamzah Latief dari Kelompok Keahlian Oseanografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung melakukan pengamatan langsung ke lokasi tsunami yang terjadi di Palu dan sekitarnya, Rabu (10/10/2018).
Tsunami Palu terjadi 6-8 menit setelah gempa.
Lewat survei, ahli ITB mengungkap peristiwa dalam perpektif geologi yang terjadi sebelum tsunami menerjang.
Hamzah menyebut, proses terjadinya tsunami diawali dengan gempa yang dipicu strike slip Patahan Palu Koro.
Guncangan itu menyebabkan longsoran sedimen yang oleh aliran sungai dikumpulkan di muara.
Baca: Kisah Nyata Korban Gempa Palu Selamat, Sempat Saksikan Ibunya Meninggal Ditelan Bumi
Baca: Gempa Situbondo dan Gonggongan Anjing - anjing yang Lantang, Kebetulan atau . . .?
Baca: Bayi Usia 2 Bulan Ditemukan Selamat di Atas Pohon Usai Terseret Tsunami Palu Sejauh 600 Meter
Ketika lempeng bergerak, sedimen tersebut meluncur jatuh dan menimbulkan tsunami.
"Teluk palu ini punya kemiringan dari dangkal sampai ke kedalaman 500 meter. Karena faktor tersebut (longsoran sedimen) telah menambah kenaikan tinggi muka air laut. Tapi penyebab longsoran sedimen belum jelas dari Pantai Talise atau dari mana," ujarnya dikutip di halaman ITB, Senin (15/10/2018).
Hal tersebut terungkap dalam pengamatan yang dilakukan Hamzah saat meninjau beberapa lokasi kejadian tsunami dari mulai Pantai Watusepu, Buluri dan Talise, Sulawesi Tengah, bersama tim ITB, Pusat Studi Gempa bumi Nasional (Pusgen), LIPI, dan Kementrian PUPR.
Hamzah juga berkesempatan langsung bertemu warga yang menjadi saksi dan berbincang langsung dengan mereka.
Dikatakan, tsunami terjadi begitu cepat dan tiba-tiba setelah gempa terjadi.
"Tsunami ini menjalar ke segala arah, 6 menit kemudian tercatat di Pantoloan berdasarkan pasang surut dan juga 4 menit di daerah Watusepu," ungkapnya Hamzah pun melakukan pengukuran ketinggian tsunami di beberapa lokasi seperti di bawah jembatan Punulele Kota Palu yang ambruk.
Ketinggian air bisa diketahui dari sisa-sisa sampah yang menyangkut di dinding tembok jembatan dengan ketinggian sampai lima meter.
Di beberapa lokasi lain, ketinggian tsunami bervariasi ada yang tiga meter dan empat meter.
"Lokasi kejadian tsunami yang parah berada di Talise, lebih dari 200 mayat ditemukan," kata Dr. Hamzah.
Baca: 3 Pria di Pelalawan Bonyok Diamuk Massa, Kecurigaan Warga Terbukti Usai Lihat SMS
Baca: Nikita Mirzani Terlibat twitwar dengan Fadli Zon, Seru!
Baik di titik tertinggi maupun titik terendah, tsunami menerjang pantai, menghantam permukiman, hingga gedung-gedung dan fasilitas umum.
Hamzah melihat ada penurunan muka tanah terutama di daerah jembatan Panulele dan di masjid terapung di pinggir laut yang saat ini terendah air.
"Kemungkinan di sana juga terjadi lateral spreading," katanya.
Banyak studi penelitian tentang Sesar Palu Koro.
Menurutnya, sesar tersebut merupakan patahan aktif di Indonesia dengan pergerakan sekitar 44 milimeter per tahun.
Patahan Palu Koro memotong wilayah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
ITB sendiri memulai fokus penelitian tentang sesar Palu Koro pada 2012, hasilnya telah disampaikan kepada Pemerintah Daerah setempat, BNPB, dan staf ahli kepresidenan.
Secara historis, kata Dr. Hamzah penduduk setempat sudah mengetahui tentang gempa, tsunami dan likuefaksi dengan bahasa-bahasa lokal di sana.
"Setelah survei ini, perlu dilakukan kajian pemetaan bahaya tsunami dan dipertimbangkan dalam penataan ruang. Dibangun suatu bangunan yang akrab terhadap bahaya tsunami," jelasnya.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pulang Survei, Ahli ITB Ungkap Kejadian 6 Menit Jelang Tsunami Palu