Lebih dari 30 mutasi virus corona dideteksi menciptakan 19 mutasi atau sekitar 60 persennya adalah mutasi virus baru.
Mutasi baru ini menyebabkan perubahan fungsional pada spike protein virus, memungkinkan struktur unik di atas selubung virus mampu mengikat sel manusia.
Parahnya, strain paling agresif dari SARS-CoV-2 mampu menghasilkan viral load 270 kali lebih banyak dibanding jenis virus paling lemah.
"Itu adalah hasil tak terduga dari sedikitnya selusinan pasien yang menunjukkan perbedaan dari strain virus yang sebagian besar masih diremehkan," jelas Prof Li, dikutip dari Kompas.com.
Li dan timnya juga menemukan mutasi langka tri-nukleotida pada pasien berusia 60 tahun.
Yakni mutasi langka dengan tiga perubahan yang terjadi secara berturut-turut.
Ilmuwan mengklaim hal itu tak biasa sebab umumnya sebuah gen bermutasi hanya pada satu situs di satu waktu.
Mutasi yang ditemukan pada pasien itu mengakibatkan feses pasien menjadi sangat menular dengan strain virus tetap hidup.
"Menyelidiki dampak fungsional dari mutasi tri-nukleotida ini akan sangat menarik," kata Prof Li.
Gen virus corona yang bermutasi saat ini juga sangat berbeda dengan gen yang ditemukan kali pertama di Wuhan.
Ilmuwan menyebutkan virus corona umumnya berubah dengan kecepatan rata-rata satu mutasi per bulan.
Namun hingga hari Senin (21/4/2020), lebih dari 10.000 strain yang diurutkan, mengandung sebanyak 4.300 mutasi, lapor China National Centre for Bioinformation.
Temuan studi tersebut menjelaskan adanya perbedaan mortalitas regional.
Virus corona memberikan ketidakpastian dimana tingkat kematian antar negara diketahui sangat bervariasi.
Hal ini akan mempengaruhi upaya pengembangan vaksin, sehingga Prof Li dan rekannya menyarankan agar kemungkinan mutasi virus corona di suatu wilayah dipertegas demi menentukan tindakan yang tepat.