TRIBUNPEKANBARU.COM - RUU Cipta Kerja resmi disahkan menjadi UU oleh DPR RI, dan disebut-sebut mampu mendatangkan investasi.
Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Benny Soetrisno mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Tenaga Kerja sudah sesuai yaitu untuk memudahkan iklim investasi.
Hal tersebut lantaran disampaikan Benny, omnibus law merupakan hasil kerja antara Pemerintah dengan Kadin & Apindo, DPR serta serikat pekerja.
"Sesuai karena ini hasil kerja antara Pemerintah dengan Kadin & Apindo serta DPR plus serikat pekerja," kata Benny saat dihubungi Kontan.co.id pada Senin (5/10).
Disinggung mengenai bagaimana gambaran kemudahan berusaha nantinya usai disahkan RUU Cipta Kerja, Benny menjelaskan, pertama omnibus law menetapkan priority list atas bidang usaha yang didorong untuk investasi.
Kedua, kriteria priority list, diantaranya high-tech/teknologi tinggi, investasi besar, berbasis digital, dan padat karya.
Ketiga adanya bidang usaha yang tertutup untuk kegiatan penanaman modal, yang didasarkan atas kepentingan nasional, asas kepatutan dan konvensi internasional.
Adapun cakupan bidang usaha yang tertutup, yaitu, Perjudian dan Kasino, Budidaya dan Produksi Narkotika Golongan I, Industri Pembuatan Senjata Kimia, Industri Pembuatan Bahan Perusak Lapisan Ozon (BPO), Penangkapan Spesies Ikan yang Tercantum dalam Appendix I, Pemanfaatan (pengambilan) Koral/Karang dari Alam.
Kelima, menghapus ketentuan persyaratan investasi dalam UU sektor. Keenam, status PMA hanya dikaitkan dengan batasan kepemilikan saham asing. Ketujuh, untuk kegiatan usaha UMKM nanti dapat bermitra dengan modal asing.
• UPDATE! Pengakuan Mahasiswa Edit Video Masjid di Bandung: Setel Musik Kencang, untuk Tambah Follower
Ketuk Palu
Rapat paripurna DPR mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi undang-undang, Senin (5/10/2020).
Hal itu ditandai dengan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin yang mengetuk palu tanda pengesahan.
Pengesahan dipastikan setelah mendapatkan persetujuan dari semua peserta rapat.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas dalam pemaparannya di rapat paripurna menjelaskan, RUU Cipta Kerja dibahas melalui 64 kali rapat sejak 20 April hingga 3 Oktober 2020.
RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 174 pasal.
"Baleg bersama pemerintah dan DPD telah melaksanakan rapat sebanyak 64 kali: dua kali rapat kerja, 56 kali rapat panja, dan enam kali rapat timus/timsin yang dilakukan mulai Senin sampai Minggu, dimulai pagi hingga malam dini hari," ujar Supratman.
"Bahkan masa reses tetap melakukan rapat baik di dalam maupun luar gedung atas persetujuan pimpinan DPR," tutur dia.
Sembilan fraksi di DPR kembali menyampaikan pandangan mereka terhadap RUU Cipta Kerja dalam rapat paripurna.
Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat tetap menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Hasilnya, RUU Cipta Kerja tetap disahkan menjadi undang-undang. Mayoritas fraksi DPR dan pemerintah setuju.
Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja.
Menurut dia, RUU Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah. "Kita memerlukan penyederhanaan, sinkronisasi, dan pemangkasan regulasi.
Untuk itu, diperlukan UU Cipta Kerja yang merevisi beberapa undang-undang yang menghambat pencapaian tujuan dan penciptaan lapangan kerja.
UU tersebut sekaligus sebagai instrumen dan penyederhanaan serta peningkatan efektivitas birokrasi," ujar Airlangga.
Setelah pemaparan Airlangga, Azis Syamsuddin mengambil persetujuan pengesahan RUU Cipta Kerja.
Ia menanyakan kesepakatan para peserta rapat paripurna.
"Apakah RUU Cipta Kerja dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" tanya Azis.
"Setuju," jawab anggota yang hadir dalam rapat paripurna.
• Teller Bank Ria Tamara Kuras Uang Nasabah Rp 1,4 Miliar, Sempat Menolak Berikan data Transaksi
Kontroversi RUU Cipta Kerja
Rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja untuk disetujui menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna.
Dalam rapat tersebut sebanyak tujuh fraksi melalui pandangan fraksi mini telah menyetujui yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.
Sedangkan, dua fraksi menyatakan menolak RUU ini yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.
Pembahasan RUU Cipta Kerja memicu kontroversi. Meski dirundung penolakan dan demo besar-besaran serikat buruh di berbagai daerah, pemerintah dan DPR tak bergeming dan terus melanjutkan upaya pengesahan RUU Cipta Kerja.
• Dua Gadis Ini Jadi Korban Perdagangan Manusia, Dipaksa Layani Kakek-kakek 70 Tahun
Lalu apa itu RUU Cipta Kerja?
RUU Cipta Kerja adalah bagian dari Omnibus Law. Dalam Omnibus Law, terdapat tiga RUU yang siap diundangkan, antara lain: RUU tentang Cipta Kerja, RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Namun demikian, RUU Cipta Kerja jadi RUU yang paling banyak jadi sorotan publik. Selain dianggap banyak memuat pasal kontroversial, RUU Cipta Kerja dinilai serikat buruh hanya mementingkan kepentingan investor.
Secara substansi, RUU Cipta Kerja adalah paket Omnibus Law yang dampaknya paling berpengaruh pada masyarakat luas, terutama jutaan pekerja di Indonesia. Hal ini yang membuat banyak serikat buruh mati-matian menolak RUU Cipta Kerja.
Pemerintah dan DPR kejar tayang
Pemerintah dan DPR juga dianggap kejar tayang menyelesaikan Omnibus Law RUU Cipta Kerja..
RUU ini digadang-gadang dapat menarik minat investor asing menanamkan modal di Tanah Air sehingga bisa mengatrol pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Pemerintah dan Baleg DPR RI memang sempat menunda pembahasan Klaster Ketenagakerjaan ini setelah mendapat perintah resmi dari Presiden Joko Widodo pada 24 April lalu.
Hal ini untuk merespons tuntutan buruh yang keberatan dengan sejumlah pasal dalam klaster tersebut.
Sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law dianggap serikat buruh akan merugikan posisi tawar pekerja. Salah satu yang jadi sorotan yakni penghapusan skema upah minimum UMK yang diganti dengan UMP yang bisa membuat upah pekerja lebih rendah.
Lalu, buruh juga mempersoalkan Pasal 79 yang menyatakan istirahat hanya 1 hari per minggu.
Ini artinya, kewajiban pengusaha memberikan waktu istirahat kepada pekerja atau buruh makin berkurang dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Cipta Kerja.
Jika disahkan, pemerintah dianggap memberikan legalitas bagi pengusaha yang selama ini menerapkan jatah libur hanya sehari dalam sepekan.
Sementara untuk libur dua hari per minggu, dianggap sebagai kebijakan masing-masing perusahaan yang tidak diatur pemerintah. Hal ini dinilai melemahkan posisi pekerja.
"Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," bunyi Pasal 79 RUU Cipta Kerja.
Ketentuan di RUU Cipta Kerja ini berbeda dengan regulasi sebelumnya, UU 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, di mana pengusaha wajib memberi waktu istirahat mingguan, satu dan dua hari bagi pekerjanya.
"1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu," bunyi Pasal 79 UU Nomor 13 Tahun 2003.
Beberapa ketentuan juga dianggap kontroversial antara lain terkait pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.
( Tribunpekanbaru.com )
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DPR Sahkan "Omnibus Law" Undang-Undang Cipta Kerja"
dan Kontan dengan judul
Apindo sebut omnibus law hasil kerjasama berbagai pihak