TRIBUNPEKANBARU.COM, TELUK KUANTAN - Jaksa Penutut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Kuansing menuntut 4 bulan pidana bagi Kepala Desa (Kades) Pangkalan Indarung, Ilut.
Ilut diduga tidak netral dalam Pilkada Kuansing 2020 yang lalu.
"Tuntutan kita (JPU) empat bulan pidana," kata kepala Kejari Kuansing Hadiman SH, MH melalui Kasi Pidum Samsul Sitinjak, SH, Kamis (17/12/2020).
Sidang tuntutan sendiri digelar secara daring, Kamis (17/12/2020) oleh Pengadilan Negeri (PN) Teluk Kuantan.
Selain tuntutan 4 bulan pidana tersebut, Ilut juga dituntut denda Rp 5 juta dengan subsider 3 bulan pidana.
Jaksa sendiri menjerat Ilut Pasal 188 Jo Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Dalam pasal tersebut, maksimal tuntutan 6 bulan penjara. Denda maksimal Rp 6 juta.
Kasus yang menjerat Ilut ini berawal pada Jumat, 6 November 2020 lalu.
Kala itu, Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 1 Andi Putra dan Suhardiman Amby melaksanakan kampanye di Desa Pangkalan Indarung, Kecamatan Singingi. Berdasarkan surat STTP KAMPANYE/ 172/XI/YAN.2.2/2020/INTELKAM, 5 November 2020, kampanye digelar di rumah milik warga bernama Siamri dengan jadwal pukul 13.00 WIB sampai dengan 22.00 WIB.
Kegiatan kampanye sendiri dimulai dari pukul 16.30 WIB sampai 18.00 WIB di rumah Siamri. Paslom Andi Putra dan Suhardiman Amby hadir saat itu beserta tim pemenangan.
Kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan malam harinya mulai pukul 20.00 WIB - 23.00 WIB di sebuah lapangan sepakbola.
Pada pukul 22.25, Ilut datanh ke lokasi hiburan dan saat itu Cawabup Suhardiman masih ada dilokasi. Saat itu Ilut bersama peserta lainnya berjoget-joget sembari mengancungkan satu jari.
Kehadiran Ilut dan jogetnya lah yang jadi soal.
Perbuatan Ilut dinilai menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Sebab Ilut seorang Kepala Desa yang diharuskan bersikap netral terhadap semua pasangan calon.
"Sore ini pledoi dan besok putusan," kata Samsul Sitinjak. (Tribunpekanbaru.com/Palti Siahaan)
Tinggi Kasus Pelanggaran Netralitas ASN pada Pilkada di Riau, Ini Penyebabnya
Kasus pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) masih tinggi di Pilkada 2020 ini.
Bahkan ada calon yang terancam dibatalkan karena terlibat kasus netralitas ASN.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan sosialisasi sudah gencar dilaksanakan hanya saja ASN-nya yang membuat persoalan.
"Jadi bukan tidak ada sosialisasi, baik kepada calon dan ASN saya rasa gencar disosialisasikan agar tidak terlibat politik pilkada dan menjaga netralitas, pun masih terjadi juga ya mau gimana lagi,"ujar Komisioner KPU Riau Divisi Hukum Firdaus kepada Tribunpekanbaru.com Jumat.
Menurut Firdaus, ada kecenderungan ASN ingin terlibat terutama membantu calon petahana, karena takut kehilangan jabatan jika si petahana nantinya terpilih lagi.
Masalah inilah yang membuat ASN terlibat dan melanggar netralitas mereka di Pilkada.
Begitu juga dugaan calon terutama petahana sering memanfaatkan peluang untuk intervensi bawahannya.
"Jadi ini sangat rentan sekali terjadi, ada kekhawatiran ASN tidak diberi jabatan setelah terpilih calon nantinya,"ujar Firdaus.
Banyak modus kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN yang ditemukan di lapangan, terlibat langsung dan secara diam-diam juga di belakang.
"Seperti di Pelalawan adanya oknum ASN yang ikut membagikan sembako bantuan pemerintah, namun di bantuan tersebut ada foto satu calon,"ujar Firdaus.
Begitu juga kasus di Kota Dumai yang melibatkan ASN dan calon yang bersangkutan sudah ditetapkan tersangka dan terancam batal pencalonannya.
Hal serupa juga terjadi di Kabupaten Kuansing, satu calon bupati dilaporkan karena dugaan pelanggaran netralitas ASN yang tidak lain adalah istri calon tersebut.
Sebagaimana diketahui, berdasarkan data yang ada di Bawaslu Riau, jumlah pelanggaran terbanyak yang ditangani saat ini soal pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
Setidaknya ada 11 kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN di saat kampanye Paslon Pilkada.
Keseluruhan dugaan pelanggaran selama pelaksanaan kampanye sebanyak 23 pelanggaran.
Ini meliputi dugaan pelanggaran netralitas ASN terbanyak, dugaan pelanggaran administrasi, serta dugaan pelanggaran pidana.
Untuk dugaan pelanggaran netralitas ASN ditemukan di Kabupaten Rokan Hilir 1 pelanggaran, di Kabupaten Siak 1 pelanggaran netralitas ASN.
Berikutnya Kabupaten Pelalawan 2 pelanggaran netralitas ASN, di mana pelanggarannya melalui media sosial dengan postingan di akun resmi pemerintah daerah (pemda) yang menandai satu Pasangan Calon (Paslon).
Hal tersebut diduga dilakukan ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pelalawan.
Selanjutnya di Kabupaten Kepulauan Meranti, terdapat 2 pelanggaran netralitas ASN, untuk Kota Dumai, terdapat 3 pelanggaran netralitas ASN.
Kemudian Kabupaten Kuantan Singingi terdapat 2 pelanggaran netralitas ASN dalam bentuk postingan yang dibuat oleh kaur pemerintah.
Dan adanya anggota BPD yang memberikan izin kedainya atau warungnya dijadikan posko salah satu Pasangan Calon (Paslon).
Ketua Bawaslu Riau, Rusidi Rusdan mengatakan akan memproses seluruh pelanggaran tersebut sampai tuntas.
Dan apabila akibat dari pelanggaran itu terdapat sanksi pembatalan terhadap paslon, Bawaslu akan merekomendasikannya ke KPU agar dilakukan diskualifikasi calon.
"Semua pelanggaran tersebut akan kita proses. Apabila dari pelanggaran tersebut berakibat pembatalan paslon, kita akan rekomendasikan KPU untuk mendiskualifikasi paslon," tegasnya.