TRIBUNPEKANBARU.COM - Lengsernya Benjamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri (PM) Israel tak bakal membuat nasib rakyat Palestina berubah.
Nasib rakyat Palestina malah bakal semakin parah dengan Israel di bawah PM Israel yang baru.
Naftali Bennett (49), sebagai PM pengganti Netanyahu merupakan pendorong pencaplokan di Tepi Barat yang membuat ribuan rakyat Palestina terusir dan tak memiliki rumah.
Pencaplokan tersebut juga membuat rakyat Palestina kehilangan nyawa anggota keluarga.
Setelah menjadi PM Irsael, ia berjanji untuk menyatukan bangsa, yang dilanda empat pemilihan dalam dua tahun kebuntuan politik.
PM baru Israel itu mengatakan pemerintahnya "akan bekerja demi semua orang."
Prioritasnya adalah reformasi di bidang pendidikan, kesehatan dan pemotongan birokrasi.
Nasionalis sayap kanan ini akan memimpin koalisi partai yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan dukungan tipis anggota parlemen dalam pemungutan suara 60-59 pada Minggu (13/6/2021).
Dia menggantikan Benjamin Netanyahu yang dipaksa keluar dari jabatannya setelah 12 tahun.
Setelah anggota parlemen memberikan suara dalam pemerintahan koalisi baru, Netanyahu berjalan ke arah Bennett dan menjabat tangannya.
"Ini bukan hari berkabung. Ada perubahan pemerintahan dalam demokrasi. Itu saja.” kata Bennett.
"Kami akan melakukan semua yang kami bisa sehingga tidak ada yang harus merasa takut ... Dan saya katakan kepada mereka yang berniat merayakan malam ini, jangan menari di atas penderitaan orang lain.”
“Kami bukan musuh, kami adalah satu orang," ujar Bennett melansir BBC pada Senin (14/6/2021).
Bennett, pemimpin partai Yamina, akan menjadi perdana menteri hingga September 2023, sebagai bagian dari kesepakatan pembagian kekuasaan dalam koalisinya.
Dia kemudian akan menyerahkan kekuasaan kepada Yair Lapid, kepala sentris Yesh Atid, untuk menyelesaikan dua tahun sisa pemerintahan.