Ini Yang Membuat Ahmadiyah Dinilai Menyimpang, Ma'ruf Amin: Ada Nabi Sesudah Nabi Muhammad

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Masjid Ahmadiyah di Sintang dirusak massa

"Dalam kesepakatan seluruh umat Islam di dunia, tajdid (pembaruan) itu boleh tapi gerakan sifatnya. Tapi kalau tajdid itu kemudian mengatakan ada nabi sesudah Nabi Muhammad, itu menyimpang.

"Itu melampaui batas pengertian tajdid. Ketika terjadi penyimpangan, harus diluruskan. Kecuali dia tidak membawa nama Islam."

Peneliti Ahmadiyah dari FISIP Universitas Merdeka Malang dan penulis buku Marginalisasi dan Keberadaban Masyarakat, Catur Wahyudi mencatat ada tiga aspek yang menjadikan Ahmadiyah kontroversial dan dinilai menyimpang dari Islam arus utama:

"Ahmadiyah dinilai tidak memiliki konsistensi dalam syahadat Islam, akibat keyakinannya terhadap sosok Mirza Ghulam Ahmad yang diposisikannya sebagai nabi, padahal Islam mainstream memandang Muhammad SAW adalah khatamul nabiiyin (nabi mutakhir)," jelas Catur Wahyudi, dosen FISIP Universitas Merdeka Malang.

Kendati demikian, tambahnya, Ahmadiyah memposisikan pendirinya, Mirza Ghulam Ahmad, sebagai nabi penerus yang tidak membawa risalah, dan wahyu yang diterimanya dimaknai sebagai penjelasan dari risalah Nabi Muhammad.

Dalam penelitiannya, Catur Wahyudi mencatat dalam bersyahadat, "pernyataan yang dikumandangkan sama dengan golongan Islam arus utama, demikian pula kumandang saat Adzan dan termasuk pula dalam bacaan sholat menyangkut kesaksian/syahadah."

Alasan kedua mengapa Ahmadiyah dianggap kontroversial, menurut Catur Wahyudi, "Fakta dimana Mirza Ghulam Ahmad mendakwahkan diri sebagai Imam Mahdi dan al Masih al Mau'ud (Imam Mahdi yang dijanjikan) juga menjadi bagian perdebatan dan menjadi perbedaan yang mendasar dengan Islam mainstream yang pada umumnya masih menunggu kehadiran Imam Mahdi dan al Masih al Mau'ud, yang dipahaminya sebagai sosok dari Isa AS."

Hal yang sama juga diakui oleh Fareed Ahmad, Sekjen Nasional Hubungan Masyarakat Jemaah Muslim Ahmadiyah Inggris, organisasi induk Ahmadiyah internasional.

Menurutnya, Mirza Ghulam Ahmad merupakan nabi penerus dan Imam Mahdi.

Faktor ketiga mungkin timbul akibat pemahaman yang keliru.

Kumpulan wahyu yang disebutkan diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad oleh penganutnya dibukukan setelah beliau wafat ke dalam Tadhkirah atau kadang ditulis Tazdkirah.

Sebagian umat Islam menganggapnya sebagai kitab suci Ahmadiyah, jelas Catur Wahyudi.

Juru bicara JAI, Yendra Budiandra, menepis pandangan bahwa Tazdkirah adalah kitab suci bagi Ahmadi.

"Alquran adalah kitab suci komunitas Muslim Ahmadiyah yang wajib dibaca dan menjadi pegangan hidup, sementara Tazdkirah sifatnya seperti buku-buku Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as lainnya yang dianjurkan dibaca, tetapi bukan kitab suci seperti dalam konteks kitab suci agama-agama," tegasnya.

Oleh karenanya, menurut Yendra Budiandra, Muslim Ahmadi tidak diwajibkan memiliki atau membacanya setiap hari, berbeda dengan Alquran.

(*)

Berita Terkini