TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU - Program Pengungkapan Sukarela atau PPS yang digelar Dirjen Pajak , bermanfaat untuk siapa? Berikut penjelasannya.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah telah ditetapkan oleh pemerintah pada tanggal 29 Oktober 2021, sebagai salah satu strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak.
Antara lain dilakukan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan, yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela.
Berbagai penyesuaian kebijakan perpajakan diatur dalam UU Harmonisasi Perpajakan ini dan diberlakukan secara bertahap, penyesuaian dibidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan dan Undang-Undang Cukai mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu 29 Oktober 2021.
Penyesuaian kebijakan terkait pajak penghasilan diberlakukan mulai tahun pajak 2022, dan Penyesuaian Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan pengaturan mengenai Pajak Karbon mulai berlaku tanggal 1 April 2022.
Untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan masyarakat secara sukarela, dalam Undang-Undang ini mengatur terkait Program Pengungkapan Sukarela yang dapat dimanfaatkan oleh wajib pajak mulai 1 januari sampai dengan 30 juni 2022.
Program pengungkapan sukarela merupakan pemberian kesempatan kepada Wajib Pajak untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran Pajak Penghasilan berdasarkan pengungkapan harta.
Kenapa harta dianggap penghasilan?
Ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) huruf p menyebutkan bahwa, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
Artinya bahwa, pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final melalui Program Pengungkapan Sukarela ini sebenarnya adalah pajak atas akumulasi penghasilan yang sebelumnya telah diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang pada saat menerima atau memperolehnya tersebut belum dikenakan atau dibayar pajaknya.
Saat ini, atas penghasilan-penghasilan tersebut jelas merupakan tambahan kekayaan wajib pajak yang mungkin telah digunakan oleh Wajib Pajak untuk membeli harta bergerak/tidak bergerak, investasi ataupun disimpan dalam bentuk Kas atau setara kas sebagai simpanan wajib pajak ataupun anggota keluarganya.
Pemenuhan kewajiban perpajakan atas penghasilan yang belum ditunaikan kepada Negara tersebut, sebenarnya juga bisa dilakukan dengan cara melakukan pembetulan SPT Tahunan dengan penghitungan Pajak Penghasilan menggunakan Tarif yang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Namun demikian, dengan memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela ini Wajib Pajak dapat memanfaatkan tarif yang lebih rendah dan mendapatkan manfaat lain kedepannya.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) ini menawarkan dua kebijakan yang dapat dimanfaatkan oleh Wajib Pajak.
Untuk kebijakan Satu, Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang sebelumnya pernah mengikuti Program Pengampunan Pajak dapat mengungkapkan kembali harta perolehan tahun 1985 sampai dengan 2015 yang belum diungkapkan dalam Program Pengampunan Pajak dengan membayar PPh Final dengan tarif sebesar 11 % untuk harta yang berada diluar negeri, 8 % untuk harta dalam negeri dan/atau harta luar negeri yang direpatriasi, dan dapat memanfaatkan tarif 6 % jika Wajib Pajak memilih menginvestasikan harta yang diungkap tersebut pada instrument investasi tertentu.