TRIBUNPEKANBARU.COM - Kabar terbaru diungkap Juru bicara Kementerian Kesehatan RI ( Jubir Kemenkes RI) Mohammad Syahril/
Ia menyebut dalam proses investigasi, ditemukan adanya dugaan permintaan tidak biasa yang diterima oleh almarhumah dokter Aulia Risma Lestari dari seniornya
Dokter muda itu seolah dipaksa untuk memenuhi permintaan dana sebesar Rp 20 – 40 juta per bulan untuk seniornya.
“Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022,” kata Syahril kepada wartawan, Minggu (1/9/2024).
Syahril mengatakan, permintaan uang itu di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut kepada almarhumah Risma.
Dokter Aulia Risma Lestari dikabarkan sampai terjerat pinjaman online untuk memenuhi kebutuhan para perundungnya.
Aulia memenuhi urusan makan hingga beli rokok para perundungnya sebelum ia memilih untuk mengakhiri hidup.
"Dr. Aulia sampai harus kejebak pinjol demi untuk memenuhi kebutuhan para perundungnya. Sampai urusan makan dan beli rokok. Kejam banget. Sadis," kata akun Twitter @dr_koko28, dikutip TribunnewsWiki.
Almarhumah dr Aulia Risma Lestari pernah curhat pada almarhum ayahnya.
Dirinya menderita selama ikut Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Fakultas Kedokteran Undip Semarang.
Dia mengeluh badannya sakit lantaran kurang tidur dan tenaga diporsir habis-habisan.
Baru-baru ini terungkap, dr Aulia diduga diperas Rp20 juta hingga Rp40 juta per bulan.
Hal itu terungkap dari hasil investigasi Kementerian Kesehatan.
Pihak Kemenkes menemukan uang di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum di PPDS kepada almarhumah dr Aulia Risma Lestari.
Jubir Kemenkes RI, dr Mohammad Syahril SpP MPH mengatakan, berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau sekitar Juli hingga November 2022.
"Almarhumah ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik.
Antara lain membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya," kata Mohammad Syahril melalui keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).
Dikatakannya, pungutan ini sangat memberatkan almarhumah dan keluarga.
"Faktor ini diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran.
Karena tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan tersebut dengan nilai sebesar itu," katanya.
Saat ini, kata Syahril berbagai bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut.
"Sedangkan investigasi terkait dugaan bullying saat ini masih berproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian," katanya.
Terkait dengan penghentian sementara PPDS anastesi UNDIP berpraktek di RS Kariadi sejak 14 Agustus 2024.
Kemenkes mengambil kebijakan ini antara lain karena adanya dugaan upaya perintangan dari invididu-individu tertentu terhadap proses investigasi oleh Kemenkes.
Diketahui, dokter Aulia Risma mengakhiri hidup karena diduga tak kuat menahan perundungan atau bullying yang diterimanya saat menjalani PDDS di Undip.
Keluarga Aulia Risma melalui kuasa hukumnya, Susyanto, membantah korban bunuh diri.
Susyanto mengatakan korban meninggal dunia karena sakit.
"Terkait yang viral katanya, nuwun sewu korban meninggal karena bunuh diri itu kami sangkal.
Itu tidak benar. Almarhumah meninggal dunia karena sakit," katanya, dikutip dari TribunJateng.com.
Ia menuturkan, korban memiliki riwayat penyakit syaraf kejepit.
Mungkin, lanjutnya, saat Aulia Risma merasa sakit dan dalam keadaan darurat, ia lalu menyuntikkan obat anestesi dan kelebihan dosis.
"Intinya pihak keluarga menampik terkait bahwa korban almarhumah itu meninggal dunia karena bunuh diri," katanya.
"Kami sebagai kuasa hukum dari keluarga itu menolak berita tersebut," tegasnya.
Ditanya soal hasil investigasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal adanya perundungan, pihak keluarga menyerahkan pada pihak terkait.
"Itu kewenangan dari pihak Kementerian Kesehatan untuk menata dapur rumah tangganya,"
"Kami hanya sebatas memberikan keterangan apa yang dibutuhkan oleh Kemenkes RI," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, dr Aulia Risma Lestari, peserta PPDS mengeluh berat mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Undip Semarang.
Dia bercerita pada ayahnya, melalui rekaman suara atau voice note yang dikirim melalui HP.
Dokter Aulia Risma mengaku program di PPDS tersebut kacau balau.
Dia harus bekerja tanpa henti di luar kesibukannya sebagai peserta kedokteran spesialis anestesi.
Lalu, dr Aulia Risma Lestari ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya, Senin (12/8/2024).
Di adalah dokter di RSUD Tegal yang ikut PPDS Undip Semarang berbekal biaya Pemkot Tegal.
Akun Instagram Najwa Shihab @najwashihab, Selasa (27/8/2024), membocorkan rekaman suara dr Aulia Risma yang curhat pada ayahnya.
Kisah dr Aulia pada ayahnya tersebut menyiratkan adanya perundungan.
Diduga juga ada pemerasan dan eksploitasi yang dilakukan dokter senior di Undip Semarang.
Korban diduga dipaksa kerja rodi di Rumah Sakit Dr Kariadi, Semarang.
Ini isi rekaman dr Aulia Risma:
"Enggak pah. Tiap aku bangun tidur tu pah badannya sakit semua. Punggungnya sakit semua.
Bangun harus pelan-pelan. Kalau enggak pelan-pelan aku enggak bisa bangun.
Aku aja tadi mau minum susah, di bangsal minumnya ga bisa.
Akhirnya aku minta tolong CS (customer service), trus aku kasih uang Rp50 ribu.
Aku minta nitip minum, buat dia beliin minum, karena kan aku ga boleh ke minimarket, ke kantin sama sekali."
"Pah bener-bener ya pah di sini tuh programnya kacau-kacau.
Aku tanya temen yang di UNS itu nggak 24 jam pah. Aku ga tau aku bisa apa enggak pa."
( Tribunpekanbaru.com )