Berita Nasional

Fadli Zon Akui Ada Kasus Perkosaan pada Mei 1998, Tapi Ia Ragukan Dilakukan secara Massal

Editor: Budi Rahmat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENULISAN ULANG SEJARAH: Menteri Kebudayaan RI, Fadli Zon di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025) Mengungkap adanya 10 jilid sejarah Indonesia yang akan ditulis ulang. Dari ke-10 jilid tersebut, penulisan ulang akan dimulai dari sejarah awal Nusantara, Orde Baru (1967-1998), hingga era reformasi (1999-2024).

"Nah sekarang ada enggak (unsur terstruktur, sistematis, dan massif)? Kalau ada? Buktinya tidak pernah ada," imbuh dia.

Oleh sebab itu, Fadli tidak ingin terminologi pemerkosaan massal justru mencoreng wajah bangsa sendiri.

"Kita ini enggak mau mencoreng muka kita sendiri, itu ada frame, waktu itu frame ya, termasuk dari asing menurut saya, bahwa terjadi perkosaan yang katanya massal," ucap Fadli.

Sebelumnya, Fadli Zon menjadi dikecam publik karena meragukan terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998 dalam wawancara bersama IDN Times.

Menurut dia, peristiwa itu hanya berdasarkan rumor yang beredar dan tidak pernah ada bukti pemerkosaan massal pada peristiwa Mei 1998.

"Nah, ada perkosaan massal. Betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Itu enggak pernah ada proof-nya (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada," ucap Fadli Zon dalam program Real Talk with Uni Lubis, Senin (8/6/2025).

Setelah ucapannya menjadi buah bibir, Fadli Zon meluruskan bahwa ia tidak bermaksud menyangkal adanya perkosaan massal, tetapi meminta publik bersikap dewasa memaknai peristiwa tersebut.

Fadli menyatakan, sejarah semestinya dilihat secara jernih, tanpa kehilangan empati dan tidak menanggalkan akal sehat.

"Setiap luka sejarah harus kita hormati. Tapi sejarah bukan hanya tentang emosi, ia juga tentang kejujuran pada data dan fakta," kata Fadli Zon dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).

Terkait dnegan sejarah yang ada, tentu saja bisa dikemasi lewat serangkaian bukti sejarah dan konfoirmasi pelaku sejarah. 

jangan sampai sejarah yang dibikin ulang malah menjadi lahan sarat kepentingan dan hanya untuk legitimasi satu kekuasaan. (*)

Berita Terkini