"Yang ngumpul di situ itu, yang melaksanakan kegiatan ibadah itu siapa?" tanya Dedi Mulyadi.
"Kebetulan kan ini libur sekolah, anak-anak saya kan punya komunitas di gereja, kalau kita bahasakan dalam islam kayak pesantren kilat. Kita melakukan retret," ungkap Wedi.
"Jadi yang di situ ada berapa orang?" tanya Dedi lagi.
"Kira-kira ada 34 anak-anak, usianya SD, SMP, SMA, mereka liburan (sekolah) di Tangerang," jawab Wedi.
"Jadi yang ikut retret di situ adalah anak-anak bapak dari Tangerang, ikut nginep, sambil ngisi liburan membina fisik dan mental. Di dalamnya ada kegiatan seperti orang islam mah kayak ngaji, tausiyah, tahlilan," ungkap Dedi.
"Kira-kira begitu lah," timpal Wedi.
"Jadi pelajar ini di sana mengikuti kegiatan pembinaan rohani, maka di sana pasti bernyanyi. Karena bernyanyi kedengaran ke luar, disangkanya menjadikan rumah itu tempat ibadah permanen," ucap Dedi.
Menyimak cerita Wedi, Dedi Mulyadi dibuat terkejut dengan fakta selanjutnya.
Dedi baru tahu bahwa sebelum kejadian penggerudukan pada Jumat kemarin, keluarga Wedi juga pernah diusir oleh warga dan kegiatan ibadahnya dipaksa bubar.
"Waktu Idul Adha, mereka (anak-anak) lagi bintal (kumpul ibadah) juga dipaksa bubar, semua dibubarin, udah lah kosong selama tiga minggu," imbuh Wedi.
"Oh jadi pembubaran sudah terjadi Idul Adha," imbuh Dedi tersentak.
"Setelah tiga minggu, kumpul lah anak-anak, berangkat lah tanggal 26 malam (Kamis), tidur. Paginya mereka mulai acara, hari Jumat," ujar Wedi.
"Biasa nyanyi lagi? Itu yang pemicu, saya enggak nyalahin," pungkas Wedi.
Baca juga: Foya-foya Ala Eks Pegawai Komdigi, Dapat Jatah Rp 15 Miliar, 700 juta Konvoi Moge lalu Piknik ke LN
Sebelum perusakan rumah singgah itu terjadi, Wedi mengaku sempat bersitegang dengan pihak RT.
Sebab kala itu Wedi hendak izin membuat acara retret di rumahnya tapi dipersulit.