TRIBUNPEKANBARU.COM, SIAK - Sebanyak 24 anggota DPRD Kabupaten Siak menjadi perbincangan publik.
Diam-diam, para wakil rakyat itu melakukan studi tiru ke Kabupaten Badung, Bali, dengan agenda resmi bertajuk “Pengelolaan Pariwisata dan Persampahan untuk Peningkatan PAD Kabupaten Siak”.
Namun, di balik kunjungan bernuansa wisata tersebut, banyak warga mempertanyakan urgensi dan empati mereka terhadap kondisi daerah yang sedang menghadapi berbagai persoalan krusial.
Seperti masih tertunggaknya gaji honorer dan BHL, ketidakmampuan Pemkab Siak membayar pengadaan barang dan jasa pasa proyek 2024 lalu dan lain-lain.
Ketua DPRD Siak Indra Gunawan tidak bergeming saat dikonfirmasi kegiatan ini.
Setelah publik Siak heboh barulah Sekretaris DPRD Siak Setya Hendro Wardhana mengirimkan keterangan tertulis atas kegiatan di Bali.
Hendro mengatakan kegiatan berlangsung di Taman Wisata Sangeh, Kabupaten Badung.
Baca juga: Di Tengah Jeritan Defisit dan Efisiensi, DPRD Siak Diam-diam Kunker ke Bali
Ia menyebut kegiatan itu bertujuan mempelajari sistem pengelolaan destinasi wisata dan pengelolaan sampah yang berbasis teknologi dan partisipatif.
Ia berdalih, studi tiru ini akan membantu Kabupaten Siak mengembangkan potensi objek wisata seperti Danau Naga Sakti, Danau Zamrud, dan Tahura Arwinas agar mampu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, di tanah sendiri, kenyataan berbicara lain.
Sampah rumah tangga berserakan di tepi jalan utama.
Honor tenaga kebersihan dan pegawai non-ASN masih tertunggak.
Bahkan taman-taman kota dibiarkan kumuh tanpa perhatian.
Di tengah kondisi ini, publik dibuat geram oleh keberangkatan rombongan DPRD ke Bali, yang dinilai lebih mirip plesiran ketimbang studi kerja.
“Saya rasa ini bukan waktunya jalan-jalan ke Bali. Gaji honorer belum cair, sampah menumpuk. Lalu mereka ke sana dengan alasan belajar pengelolaan pariwisata dan sampah? Rakyat butuh solusi nyata, bukan retorika,” ucap Yuli, warga Siak yang juga seorang penggiat lingkungan.
Dari informasi yang disampaikan Sekwan, kunjungan dilakukan dengan bertemu Dinas Pariwisata dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Badung, termasuk pihak pengelola objek wisata Sangeh.
Mereka mempelajari sistem pemungutan retribusi berbasis digital, strategi branding destinasi, serta pendekatan pengelolaan sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang telah berhasil menggerakkan ekonomi kreatif masyarakat setempat.
Meski demikian, kritik terus bergulir. Bukan pada substansi studi tiru, tetapi pada waktu, biaya, dan cara komunikasi kegiatan ini yang terkesan disembunyikan.
Tidak ada pengumuman resmi sebelum keberangkatan, dan publik baru mengetahuinya setelah foto-foto anggota dewan beredar di media sosial, berlatar belakang hutan asri dan patung-patung khas Pulau Dewata.
Dengan situasi yang kian mengusik kepercayaan publik, banyak kalangan menuntut agar DPRD lebih terbuka dan bertanggung jawab dalam setiap aktivitasnya, terlebih yang menyangkut dana rakyat.
(Tribunpekanbaru.com/Mayonal Putra)