Berita Nasional

Fakta Struk Biaya Royalti Musik di Restoran Ditanggung Pelanggan, Netizen Ngaku Nyesek

Editor: Muhammad Ridho
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

STRUK ROYALTI MUSIK - Tangkapan gambar struk royalti musik di sebuah restoran yang dibebankan kepada konsumen. Pembayaran royalti yang dimasukkan ke struk pembelian menuai pro dan kontra, Senin (11/8/2025).

TRIBUNPEKANBARU.COM - Netizen di media sosial dihebohkan dengan foto sebuah struk belanja.

Bukan karena harga makanan atau minuman yang mahal, yang menjadi sorotan adalah pembayaran "Royalti musik dan lagu".

Dalam struk bertanggal 5 Agustus 2025 tersebut, biaya royalti musik dimasukkan bersama daftar menu yang dipesan pelanggan, seperti bola-bola susu, rendang sapi, hingga es dawet durian.

Struk yang viral tersebut menampilkan harga royalti musik dan lagu sebesar Rp29.140.

Struk adalah dokumen yang dikeluarkan oleh penjual setelah pembayaran selesai dilakukan.

Sedangkan royalti musik adalah kompensasi finansial yang diberikan kepada pencipta lagu, komposer, penyanyi, produser atau pemilik hak cipta atas penggunaan karya musik mereka. 

Royalti ini dibayarkan setiap kali lagu tersebut digunakan, diputar, didistribusikan, atau ditampilkan secara publik.

Belakangan, polemik tentang pembayaran royalti di kafe atau restoran memang tengah ramai diperbincangkan oleh para warganet.

Pembayaran royalti musik tersebut dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Pembayaran dilakukan minimal sekali dalam setahun, dan pelaku usaha bisa mengurus perizinan secara daring melalui situs resmi LMKN.

Berdasarkan aturan hak cipta, restoran dibebankan royalti musik per kursi per tahun.

Tarif Royalti Sudah Diatur Resmi

Ketentuan mengenai besaran tarif royalti ini merujuk pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.2-OT.02.02 Tahun 2016, yang mengatur tentang struktur tarif royalti bagi pemanfaatan lagu dan/atau musik oleh pengguna komersial, termasuk kafe dan restoran.

Meskipun suara kicauan burung atau alam bukan “lagu” dalam arti umum, jika direkam, diedit, dan dilindungi hak cipta, maka penggunaannya masuk dalam kategori “pemanfaatan karya cipta audio” dan tunduk pada aturan yang sama.

Berikut rinciannya:

*Restoran dan Kafe

- Royalti pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun

- Royalti hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun

*Pub, Bar, Bistro

- Royalti pencipta: Rp180.000 per m⊃2;/tahun

- Royalti hak terkait: Rp180.000 per m⊃2;/tahun

*Diskotek dan Klub Malam

- Royalti pencipta: Rp250.000 per m⊃2;/tahun

- Royalti hak terkait: Rp180.000 per m⊃2;/tahun

Pembayaran dilakukan minimal sekali dalam setahun, dan pelaku usaha bisa mengurus perizinan secara daring melalui situs resmi LMKN.

Tarif ini berlaku untuk seluruh bentuk pemanfaatan musik dan rekaman suara di ruang usaha, mulai dari speaker internal, pertunjukan live music, hingga pemutaran rekaman digital.

Dharma menegaskan bahwa penarikan royalti bukan untuk menyulitkan pengusaha, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap kerja kreatif pencipta dan produser.

Editan

Dilansir dari Kompas.com, foto struk tersebut pertama kali diunggah oleh akun LinkedIn bernama Dede Mulyana.

Dede Mulyana menjelaskan bahwa struk itu adalah ilustrasi yang pihaknya buat, bukan tagihan asli dari restoran.

"Bill tersebut adalah ilustrasi dan bukan sebenarnya, dan tercantum dalam caption saya sejak awal posting," jelasnya, Senin (11/8/2025), dikutip dari Kompas.com.

Dede mengaku bahwa ia memang hendak memancing diskusi tentang kemungkinan pemilik usaha kuliner membebankan royalti musik kepada pelanggan, jika biaya yang harus keluar dianggap memberatkan.

Namun, Dede memutuskan menghapus unggahan tersebut untuk mencegah penyebaran gambar tanpa konteks.

Sementara itu, pengamat musik dari Fakultas Industri Kreatif Telkom University, Idhar Resmadi, menilai bahwa keliru jika royalti dibebankan ke konsumen.

"(Jika ada yang) Membebani royalti ke konsumen sudah salah, perhitungannya juga kurang transparan," kata Idhar.

Alasannya, yakni karena dalam Undang-Undang tidak ada ketentuan Performing Rights dibebankan ke konsumen.

Jika ada pelanggan yang terlanjur membayar, Idhar menyarankan agar melapor ke Badan Perlindungan Konsumen atau Lembaga Perlindungan Konsumen. 

"Konsumen kafe tidak perlu bayar (royalti musik), karena di Undang-Undang tidak ada aturan Performing Rights itu dibebankan ke konsumen resto," jelasnya.

Pro-Kontra di Kalangan Konsumen

Kebijakan royalti musik ini memunculkan pro-kontra.

Sebagian konsumen menilai biaya tambahan tersebut memberatkan, sementara yang lain memandangnya sebagai bentuk apresiasi kepada musisi dan produser.

@Jikun:Buka restoran di indo itu kaya nyesek bgt ya, udh kena ppn 11 persen, pajak restoran 20 persen , setor pajak parkir ke pemda, belum lg pungli dari ormas2 setempat, eh ini ketambahan biaya royalti lagu yg ujung2nya nanti dibebankan ke konsumen

@Raka Abdian:bukannya royalti itu bayar nya pertahun?? knp semua di bebankan ke konsumen per kedatangan??

@Kang_Chiep88:kalau ini mah, cafenya juga carik untung. wong pajak kafe 10 persen aja gak setor full

@gugugugug:ya itu urusan yg punya cafe lah masa konsumen ???? yg puter lagu siapa?

“Kalau untuk dukung musisi sih oke, tapi jangan dimasukin ke nota makanan. Rasanya aneh aja,” tulis salah satu warganet di kolom komentar.

( Tribunpekanbaru.com / Tribunjabar )

Berita Terkini